Nama : Ikotison Marpaung
PERSEMBAHAN
PERSEPULUHAN
I.
PENGANTAR
Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu
ke dalam Rumah perbendaharaan ........ Mal 3:10, nats ini
sering kita dengarkan dalam gereja, kebaktian-kebaktian, dan acara-acara
gerejawi sebagai dasar untuk membawa persembahan kita kepada Tuhan. Artinya nats ini terkhusus kata persembahan persepuluhan
tidak asing lagi bagi kita. Namun hal yang perlu dibahas dan dikhususkan adalah
persepuluhan bukan persembahan secara umum. Karena ada banya persembahan
misalnya persembahan pentahbisan (bndKel 29:22), persembaan ukupan (bnd Mzm
141:2), persembahan Khusus (bdn Kel 25:2; 29:28; 30:13; 30;15; Bil 15:19; Yeh
44:30), dlln .
Bagi banyak orang
persembahan adalah ciri khas utama dalam ibadah PL. Tentu saja persembahan
merupakan kegiatan ritual setiap hari di Bait Allah. namun dengan cara yang
berbeda-beda.[1]
Walaupun sebenarnya persembahan persepuluhan bukanlah pokok teologi yang baru
sebab sudah ada pada masa para leluhur kita. Tetapi mengingat akan perkembangan
teologi yang lupa akan akar Perjanjian Lama tentang Persembahan Persepuluhan
ini, bahkan ada sebagian teologi yang cukup marak pada zaman ini yang disebut
dengan Teologi Sukses. Teologi ini menekankan bahwa orang yang diberkati oleh
Tuhan adalah mereka yang mendapat pendapatan yang memuaskan. Kemakmuran yang
didapatkan adalah ukuran bahwa mereka saja yang diberkati Tuhan. disamping itu penyataan semakin banyak
memberi maka semakin banyak diberkati, jadi orang yang tidak mendapat atau
memiliki kekayaan atau miskin maka mereka tidak diberkati oleh Tuhan. Sehingga
semakin banyak uang dan penghasilan semakin besar berkat yang diterima.
Nah....
pertanyaanya adalah apakah arti dan makna persembahan persepuluhan dan
bagaimana Perjanjian Lama melihat itu sebagai teologi dan harus diterapkan
dalam kehidupan bergereja pada saat ini?
II.
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Secara Umum
Kata persembahan
berasal dari kata “sembah” yang
berarti penghormatan dan khikmad (yang dinyatakan
dengan menangkupkan kedua belah tangan yang dikatakan juga menyusun jari
sepuluh, lalu diangkat ke atas lalu ke bawah dagu, dan juga sampai ke atas dahi
dan menyentuh ibu jari ke hidung dan ke dahi). Sehingga dapat disimpulkan
persembahan itu adalah sebuah hadia/penghormatan/ucapan syukur/pemberian kepada
orang yang terhormat dan membawanya dengan berjalan sambil menjunjung.[2]
Secara liturgi menurut
Abineno Persembahan adalah pemberian
kasih yang dikumpulkan dalam ibadah jemaat, dan sebagai tugas pelayanan kita
dalam kehidupan sehari-hari dan tanggungjawab sosial kita terhadap orang-orang
miskin dan terhadap orang-orang yang ada dalam kesusahan. Sehingga dalam dasar
diambil dari Perjanjian Baru bahwa pemberian tersebut masih dianggap sebagai Diakoni jemaat. Dan ibadah yang benar
adalah ibadah yang benar-benar mempersembahkan korban dan benar-benar berdoa,
berlangsung dalam sorga.[3]
Kata lain persembahan persepuluhan disebut dengan kolekte (latin: pengumpulan) yang artinya pengumpulan derma dari
umat yang dilakukan dalam perayaan ekaristi. Hasil pengumpulan derma ini
dibawah dalam arak-arakan persembahan lalu diletakkan di dekat Altar.[4]
Bagi gereja persembahan
itu adalah ucapan syukur yang kadang kala meminta doa, atau setelah doa
terjawab , tetapi esensinya tetap untuk mengucapkan syukur. Dari penjelasan di
atas, maka dapat diartikan bahwa persembahan persepuluhan adalah sebuah hadia
atau sebagai ucapan syukur yang diaturkan dalam ritual agama dan peribadahan.
Sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada Tuhan yang maha kuasa.
2.2. Pengertian Persembahan
Persepuluhan dalam PL
Pemakain kata
persembahan persepuluhan disamakan dengan kata zakat dalam bahasa Inggris
disebut dengan tithe. Kata ini
artinya sepersepuluh dari penghasilan yang diberi kepada gereja.[5]Istilah
persepuluhan dalam bahasa Ibrani ialah מַעֲשֵׂר (ma’aser)
yang artinya TITHE: sepersepuluh
dari penghasilan, atau disebut juga pemugut zakat atau sepersepuluh dari
penghasilan atau disebut juga dengan berzakat/persembahan. Kata lain juga
disebut dengan TENTH: sepersepuluh/sepuluh.
Kata ma’aser berasal dari
kata עֶשׂר (eser) yang artinya ten: sepulu. Dalam bahasa Akkadia memiliki makna yang sama dengan
pengunaan esretu yang menunjuk kepada
persembahan (pajak dan hadiah) yang merupakan tanggungjawab dari suatu desa.
Dalam Perjanjian Lama kata ma’aser
muncul sebanyak 32 kali, 29 kali mengacu tentang persembahan bangsa Israel kepada
lewi, dan persepuluhan orang lewi itu kepada para Iman, 1 kali mengacu kepada
persepuluhan Abram kepada Melkisedek Kej 14:20, dan 2 kali dalam Yez 45:11 dan
14. [6]
Kata ma’aser juga diartikan
sebagai makan persepuluhan, yaitu mengambil atau memberi persepuluhan dari.
Memberikan sepersepuluh dari milik atau penghasilan untuk mendukung pekerjaan
Imam atau lembaga keagamaan atau untuk Tujuan keagamaan. Persepuluhan adalah
praktek yang dikenal luas pada Israel. Referensi hal ini dapat ditemukan dalam
agama lain dan budaya lain selain Israel dan orang-orang Semitik.[7]
2.3. Asal Usul ritual persembahan
Kurban dalam istilah
ini diambil dari istilah Israel kuno. Pemaknaan kurban termasuk juga bagian
dari Persembahan persepuluhan yang akan kita bahas. Menurut H.H. Rowley dalam
bukunya yang berjudul “Worship in Ancient
Israel” kebiasaan mempersembahan Kurban berupa binatang tersebar luas di
dunia kuno. Dalam Alkitab sendiri dikatakan bahwa kebiasaan itu begitu kuno,
sehingga permulaanya adalah pada awal Kejadian penciptaan manusia, yaitu dengan
kurban Kain dan Habel (Kej 4:3. dst). Cerita itu juga dilanjutkan oleh para
Bapa leluhur dan tentang persembahan kurban yang dipersembahkan negara-negara
tetangga di sekitar Israel. Ada tercatat
bahwa Bileam mempersembahkan kurban di atas tujuh mezbah (Bil 23:1, 14, 29
dst). Imam-imam di Baal dari Tirus berseruh kepada ilah mereka untuk menurunkan
api yang akan habis memakan kurban mereka di gunung Karmel (I Raj 18:26). Dan
raja Moab juga mempersembahkan anaknya sendiri dalam usahanya untuk menguatkan
teriakan minta tolong, raja Ahas yang membentuk mezbah. Kesemuanya ini ia
menyimpulkan bahwa, kebiasaan mempersembahkan di Israel dipastikan dan bermula
dengan perintah Tuhan.[8] Hal
ini juga diakui oleh J.G.S.S Thomson dalam Esiklopedi
Alkitab Masa Kini: kebiasaan memberi persembahan tidak dimulai oleh Taurat
Musa, dan tidak khas kebiasaan Israel. Persepuluhan dilakukan juga oleh
bangsa-bangsa kuno.[9]
Beberapa tahun lalu
Ronal de Vaux mengemukakan bahwa kebiasaan itu diambil dari kaum Kanaani bahkan
segala ritus persembahan, tetapi belakangan ini
beliau mengemukakan pada masa sebelum menduduki Kanaan kaum Israel hanya
mengenal jenis kurban Paskah. Tetapi jenis ini merupakan upacara yang berbeda,
walaupun belum kita ketahui dimana letak bedanya. Hanya pelaksaanya pada malam
hari dan sekali setahun.[10]
Melihat kembali
kesejarah bahwa orang pertama melaksanakan persepuluhan menurut Alkitab adalah
Abraham (Lih Kej 14:20). Namun belum dijelaskan secara terperinci. Abraham
menyerahkan sepersepuluh dari hartanya kepada Melkisedek. Yakubpun melakukan
itu ketika ia berada di Betel, dia berjanji memberikan persepuluhan kepada
Tuhan (Lih Kej 28:22).[11] Selain
itu juga persembahan persepuluhan itu adalah sebuah janji iman Yakub sebagai
orang yang percaya kepada Tuhan. Awalnya persepuluhan itu dipahami sebagai
pendukung Altar istana dan berikutnya dibayarkan kepada pengurus Altar (Am 4:4;
I Sam 8:15,17).[12]
2.4.
Tinjauan Teologis Persembahan
Persepuluhan
2.4.1.
Makna
dan Tujuan Persembahan Persepuluhan
Persembahan
persepuluhan bagi bangsa Israel memiliki makna dan tujuan tersendiri dalam
kehidupannya. Namun melalui persembahan bangsa Israel belajar takut kepada
Tuhan. berdasarkan pengakuan banhwa segala sesuatu berasal dari Allah. ini
tentu berkaitan dengan peraturan mengenai persembahan persepuluhan ditetapkan,
bangsa itu akan memasuki tanah kanaan, tanah perjanjian. Anugrah dan kebesaran
Tuhan benar-benar disadari atas segala sesuatu yang telah diterima dan
kesadaran itu terwujud dalam persepuluhan. Disamping itu bangsa Israel belajar
menghormati Tuhan mengingat bahwa hidup mereka adalah miliknya. Oleh karena itu
mereka mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Tuhan karena ada ancaman
penyembahan berhala yang dilakukan oelh bangsa-bangsa lain.[13]
Pada umumnya tujuan korban
persembahan itu adalah untuk menciptakan suatu persekuatuan. Mengucap syukur
kepada Allah dan juga adanya proses penebusan atau pendamain. Sipenyembah harus
merendahkan diri dihadapan Tuhan pada saat upacara yang dilambang dengan
meletakkan tanggan diatas kepala korban, dan ada peralihan dari keadaan
tercemar ke keadaan tahir.[14]
Menurut Jake Barnett
tujuan persembahan itu berikan hanyalah bentuk penyertaan Tuhan dalam hidupnya,
-
Persepuluhan yang pertama diambil dari
penghasilannya lalau dikhususkan bagi Tuhan. semuanya itu diberikan untuk
orang-orang Lewi supaya menunjang hidup mereka. Artinya para pelayan dan
pemimpin ibadah dianggap sebagai pekerja Tuhan di Bait Allah.
-
Persepuluhan yang kedua dari seluruh
hasil ladang itu dimakan bersama keluarga dan kaum Lewi, serta pemimpin ibadah
dengan penuh sukacita (Ul 14:22-27)
-
Persepuluhan yang ketiga adalah bagi
mereka orang-orang miskin yang dilakukan setiap tiga tahun (Ul 14:28-29).
Persembahan yang diberikan bangsa Israel kepada Lewi dikumpulkan dan disimpan
dalam ruang perbendaharaan di Rumah Tuhan (Neh 10:37-38), dan tidak hanya
diberikan kepada para imam tetapi diberikan juga kepada orang-orang asing, anak
yatim, dan janda-janda (Ul 14:28-29), dan untuk pemeliharaan rumah Tuhan.[15]
Tradisi
mereka secara umum, persepuluhan
yang diberikan dibagi atas 3 bentuk bahkan terkait juga
dengan keperluan pemberian persepuluhan ini, siklus kalender dibagi kedalam
kurun waktu 7 tahun. Persepuluhan yang pertama (disebut ma’aser ri’shon)
diberikan selama enam tahun pertama untuk kaum lewi. Persepuluhan yang kedua (disebut ma’aser seheni) diberikan pada setiap tahun pertama,
kedua, keempat dan kelima. Persepuluhan kedua ini diberikan untuk bait suci dan
untuk perayaan (band Ulangan
14:22-27). Persepuluhan yang ketiga (disebut ma’aser ‘ani) diberikan pada setiap tahun ketiga
dan keenam. Persepuluhan ini juga sering disebut persepuluhan orang miskin.
Persepuluhan ini diberikan kepada mereka yang membutuhkan dimana saja.[16]
2.4.2.
Konsep
dan dasar Persembahan Persepuluhan
Konsep yang mendasar
dalam Ulangan menyampaikan bahwa persembahan persepuluhan itu adalah bentuk
pengakuan akan kepemilikan Allah atas tanah dan hasilnya.[17] Persepuluhan
merupakan pemberian yang diberikan bangsa israel kepada Allah dan merupakan sepersepuluh
dari apa yang kita miliki harus dipersembahkan kepada Allah. bangsa Israel
diwajibkan untuk memberikan sepersepuluh dari ternak dan hasil tanah mereka dan
juga sepersepuluh dari penghasilan mereka sebagai pengakuan banhwa
Allah telah memberkati mereka (bnd Im 27; Bil 18:21; Ul 14:22-29). Biasanya
persembahan persepuluhan yang diterima untuk biaya ibadah dan sokongan bagi
para Imam Lewi (Ul 18:1-8). Namun persepuluhan bukanlah perbuatan atas
kepatuhan perintah taurat tetapi perbuatan Iman, juga bukan menyogok Tuhan
untuk memperoleh berkat akan tetapi untuk mengucap syukur atas berkat Tuhan.[18]
Dari beberapa jenis kurban yang dipersembahkan untuk Tuhan melalui Imam dan
para pemimpin ibadah salah satunya adalah persembahan persepuluhan.
Melalui kitab Imamat
kita memahami persembahan persepuluhan dibawah ke tempat yang telah ditentukan
oleh Allah. persembahan yang ada dimakan dihadapan Allah oleh selurh anggota
keluarga , persembahan persepuluhan diberikan karena segala usaha dikerjakan
diberkati oleh Tuhan. Persembahan harus benar-benar diberikan kepada Allah dari
tahun ketahun. Persembahan itu dari hasil penen dan penghasilan ladang dan
tanaman. Apabila hasil-hasil tersebut melimpah sehingga sulit diangkut maka
persembahan persepuluhan itu dapat diuangkan dan pada tempat yang telah
ditentukan, pada tahun yang ketiga diberikan kepada kaum/bani Lewi dan
orang-orang miskin, anak yatim serta janda.[19]
Seluruh persembahan
persepuluhan itu adalah hasil dari ladanag dan buah/hasil tanaman dan
semestinya untuk TUHAN (Ul 14:22-26). Pemahaman mereka setiap persembahan
persepuluhan akan mendapat untung atau mendapat berkat kembali. Jika pemilik
pembayar persembahan mebawanya ke tempat kudus Tuhan mendapat keuntungan
tambahan 20 %. Seperti halnya seorang gembala, bagi bangsa Israel seluruh domba
itu untuk persembahan, tetapi ada satu ekor yang ditandai, dikhususkan,
dikuduskan untuk Tuhan. domba yang ditandai itu adalah untuk pengapdian, untuk
tempat kudus.[20]
Sehingga hal yang mendasar umat Israel memberikan persepuluhan adalah respon
imannya kepada Allah, disaat umat tidak memberikan persepuluhan kepada Tuhan
berarti mereka sudah mencuri dan merampok milik Allah.[21]
Seruan sebagai Nabi
dalam Perjanjian Lama berperan sebagai penyambung lidah Allah, sehingga seruan
akan syukur harus diwahyukan olehnya. Sama hal nya dengan Maleaki menyapa
bangsa itu sebagai bangsa pilihan Tuhan. bangsa yang telah membiarkan
keberadaan Tuhan dan tidak menghormati keberadaan Tuhan dan pemerintahanNya
didalam hidup mereka. Dan mereka melihat bahwa lumbung Tuhan telah kosong,
banyak mereka meningalkan pelayanan dan pekerjaanya. Kesadaran bangsa akan pada
masa Maleaki hilang sehingg seruan itu membawa persembahan persepuluhan kedalam
Rumah perbendaharaan (Mal 3:10). Bangsa melupakan akan luapan berkat Tuhan
dalam hidupnya sehingg meninggalkan persembahannya bagi Tuhan.[22]
2.5.
Persembahan persepuluhan dalam PB
Dalam Perjanjian Baru persepuluhan
itu disebut dengan istilah δέκατόω yang berarti memugut Persepuluhan , kata lain juga disebut dengan άποδεκατω yang
diartikan dengan membayar persepuluhan.[23]
Sehingga dapat kita artikan persepuluhan adalah sebuah kewajiban yang harus
diberikan. Dalam PB persembahan khususnya merupakan sebuah penebusan dan
pemberian persembahan pada hakekatnya adalah pola kehidupan orang kristen
meniru apa yang dilakukan Allah melalui Yesus. Korban Kristus merupakan dalam
kitab-kitab Perjanjian Baru, yang merupakan korban satu kali untuk selamanya
yang telah menguduskan kita (Ibr 10:10)[24]
Seperti yang telah
difirmankan Tuhan dalam PL, PB juga mencerikan hal yang sama dengan persembahan
Persepuluhan kepada Tuhan Yesus bahkan tidak ada larangan didalamnya. Yesus
mengajarkan agar setiap orang tetap menjalankan apa yang menjadi
tanggungjawabnya kepada kaisar dan juga kepada Tuhan. namun ada perbedaan
tradisi ibadah PL dan PB, Yesus sendiri tidak menekankan ibadah yang lahiriah,
tetapi mengajarkan ibadat batin yang rohani.[25]
Dalam hal ini juga PB tidak menyetujui Persepuluhan itu jika dianggap suatu
kelebihan kekayaan, bahkan sesuatu yang dinomorduakan. Panutan perumpamaan yang
diajarkan dalam Luk 18:9-14, tentang orang farisi dengan pemungut cukai. Dalam
ayat 11-12.
Pelaksanaan
persepuluhan dalam PB juga sangat ketak dilakukan terkhusus bagi kaum Farisi.
Bahkan mereka tidak sungkan-sungkan memberikan persembahan persepuluhan, bahkan
dari hal kecil sekalipun. Seperti hasil bumi yang hanya dari selasih, adas
manis, dan jintan, apalagi perpuluhan dari hasil yang besar pasti dilaksanakan
oleh mereka denga resmi. Namun nasehat Yesus untuk mereka adalah kemunafikan
mereka, bukan terhadap persepuluhan mereka akan tetapi mereka mengabaikan hal
yang terpenting dalam hukum taurat yaitu: keadilan, belaskasihan, dan kesetiaan
(Mat 23:23)[26]
2.6. Sekilas mengenai persembahan
Persepuluhan dalam Gereja
Gereja yang disebut
Tubuh Kristus adalah sebuah organisasi yang memang mebutuhkan uang, agar dapat
memakai uang membutuhkan pendapatan. Pendapatan gereja dari pemberian jemaat.
Persembahan rutin yang dipersembahkan melalui amplop merupakan sumber utama.
Hal ini memiliki dasar Alkitabiah yang sehat. Jemaat berserah kepada Allah
dalam iman dengan mengungkapkan rasa trimakasihnya kepadaNya dengan memberikan
miliknya kepada gereja. Kita mengharapkan jemaat memberikan persembahan adalah
keinginan pemberi karena motivasi iman, untuk
mengucap syukur kepada Allah.[27]
Secara umum dalam
gereja, persembahan yang terbaik adalah bila jemaat itu sendiri menggumuli
bagaimana sebaiknya meningkatkan persembahan ketatalayanan berdasarkan
kebutuhan yang penting. Persembahan merupakan cara mensyukuri pemeliharaan Tuhan
dan membina persekutuan.[28]
Secara khusus di dalam gereja-gereja arus utama kurang melihat makna sesungguhnya
persembahan persepuluhan, namun disamping itu PGI menegaskan perlunya
pengembangan program untuk kemandirian dana supaya lebih mendukung dan memperbaharui
program yang dijalankan gereja. Faktor yang mempengaruhi persembahan jemaat
adalah ekonomi masyarakat. Maka program kemandirian gereja dalam bidang dana
memanfaatkan adanya program-program di bidang perkoprasian, pertanian,
kewirausahaan dan sebagainya. Dan juga dalam memanfaatkan atau penggunaan harta
yang tepat guna. Program ini harus dilandasi dengan kasih dalam wujud saling
menopang demi peningkatan kemampuan bersama.[29]
2.7. Analisa
Pemahaman dasar bangsa
Israel dalam hal persembahan persepuluhan adalah bahwa seluruh tanah dan
tanaman kepunyaan Allah. sehingga lewat hasil tanaman dan dapat ditukar dengan
uang harus ada dikhususkan untuk Tuhan. Awalnya persembahan diberikan langsung
kepada Allah, hal ini boleh kita buktikan ketika persembahan Kain dan Habel
serta Nuh (Kej 4, dan Kej 8:20). Dan persepuluhan dianggap sama dengan
persembahan yang lain dan itu langsung kepada Tuhan bukan melalui Lewi. Dan
sebagai kewajiban tahunan di Yerusalem
(Ul 12:6, 11,17, 14:22-27).[30] Persepuluhan
adalah sebuah tindakan iman yang merujuk pada pengenalan akan berkat Tuhan.
Sehingga kepersepuluhan itu akan terwujud ketika bangsa Israel mencapai titik
kesadaran yang tinggi. Dan kepunyaan yang dimiliki bangsa adalah kepunyaan
Tuhan. Pengakuan kepemilikan Allah jatuh kepada persepuluhan yang diberikan
lewat pemimpin Lewi dan keperluan sosial.
Persepuluhan merupakan
pokok yang penting dalam pelayanan dan para pelayan, kedua pentingnya
persepuluhan adalah pembangunan gereja/Bait Allah, dan yang ketiga adalah
sebagai diakonia jemaat karena kepentinganya bisa untuk para anak yatim dan
janda. Kata persepuluha dalam hal ini juga bukan mengacak akan kepada
bilangan-bilangan yang harus dipersembahkan. Jumlah sepuluh persen bukanlah
dijumlahkan secara matematis. Tetapi perjanjian Lama membagun teologi sebuah
kewajiban dalam memberi yang telah kita terima. Dan dikususkan bukan hanya
dikhususkan namun dikuduskan. Kalaulah kita memberikan persembahan secara
matematis, maka tidak akan alkitabiah lagi.[31]
Analisa yang boleh saya
bangun dalam persepulahan terdapat kegunaan persepuluhan tersebut. Pertama ada tanggugjawab sebagai
seseorang dalam pemberian persepuluhan,tangungjawab yang saya maksud adalah
sebagai pemilik berkat. Kedua menciptakan
hubungan sosial. Hubungan ini kita lihat dari kebersamaan keluarga bersama
pemimpin ibadah di depan Altar Tuhan. Hubungan ini antara pelayan dan jemaat
bukan hanya persoalan makan, namun jemaat mampu membagikan berkat dan sukacita
dengan orang lain. ketiga dukungan
terhadap orang-orang lemah, Usaha
untuk berbagi dengan sesama melalui persepuluhan tidak hanya dibatasi pada kaum
keluarga, tetapi juga orang asing, anak yatim dan janda (Ulangan 26:12-15). Keempat mendukungan pelayanan, selain kepentingan religius, dan
nilai sosial hal Yang
menonjol di sini adalah pemberian persepuluhan kepada kaum Lewi dan para imam,
bahkan diatur dengan tegas dalam Bilangan 18:21-28. Pemberian ini juga harus
dilihat dalam kaitannya dengan dukungan terhadap pelayanan, dan tidak ada
kaitannya dengan keuntungan yang diterima kaum Lewi dan para imam. Dalam kitab
Bilangan 18 dengan tegas dikatakan bahwa ini adalah ‘imbalan’ atas tugas dan
tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan kepada mereka dan karena mereka tidak
memiliki bagian apa-apa (pusaka) di tengah-tengah kaum Israel. kelima keteraturan persepuluhan, keteraturan pemberian bukan hanya
diukur dengan pesta tahunan dan hasil panen yang dihasilkan.
2.8.Refleksi
Persoalan persembahan
persepuluhan memang nyata jadi pergumulan bagi jemaat digereja-gereja saat ini
terkhusus gereja arus utama. Sebagian jemaat harus kita akui dengan keluh
kesahnya sebagai jemaat harus membayarkan uang iuran/bulanan/target resot
perbulan. Disisih lain gereja dan kepentingan pelayanan membutuhkan dukungan
dana dan daya. Nah bagaimana kita sebagai gereja harus menjawab sebagai teologi
yang membagun jemaat dan gereja.
Orang
yang diberkati harus memberi berkat,uangkapan ini memang
sederhana tetapi sulit untuk melihat buktinya. Hal ini memeng dua hal yang
berkesinambungan dalam hidup ini. Tidak ada orang hanya menerima dan tidak ada
orang hanya memberi, sehingga ungkapan di atas harus berlaku dan terus
berlanjut dalam hidup jemaat saat ini. Membawa persepuluhan kepada Tuhan atau
kerumah Tuhan adalah bukti bahwa kita menyatakan diri sebagai orang yang sudah
diberkati oleh Tuhan Bnd Mal 3:10. Pembuktian itu bukan hanya didasari kepada
pemberkatan yang kita terima secara fisik, tetapi hal yang pasti kita sudah
disuguhkan persembahan yang hanya satu kali dalam hidup ini. Persembahan Allah
melalui AnakNya Yesus Kristus adalah persembahan yang khusus sebagai
keselamatan jemaat.
Sehingga jelas tidak
ada alasan untuk tidak menyatakan syukur baik lewat persembahan persepuluhan.
Demikian juga yang kita miliki, usaha, pekerjaan dan hasil pekerjaan merupakan
milik Tuhan (Ima 27:28-34), dan mereka yang telah menahan apa yang
diperuntukkan bagi Dia adalah sebuah penipuan bagiNya.[32] Jemaat
harus mencapai kesungguhan bahwa persepuluhan itu bukan merupakan sebuah
kerugian namun sebuah kewajiban sebagai orang yang mendapat berkat. Kewajiban
yang dimaksud adalah bahwa yang kita terima itu datangnya dari Tuhan, sehingga
kita harus bersyukur dalam hal itu. Amin
III.
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas
dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Lama menceritakan bahwa persembahan itu
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Israel. kepentingannya
adalah sebagai bukti kasih Allah dalam hidupnya dan mereka berperan sebagai
bangsa pilihan Tuhan. Persembahan persepuluhan itu juga merupakan hal yang
wajib dilakukan dalam Perjanjian Lama. Persepuluhan itu merupakan wujud nyata
bahwa bangsa Israel menghormati dan takut kepada Tuhan. Dan persepuluhan itu
juga bentuk pengakuan bahwa tanah dan tumbuhan serta hasil yang diterimanya
adalah milik Tuhan. persepuluhan itu harus dikususkan untuk persembahan dan
dikuduskan sebagai persembahan yang berbeda untuk Tuhan. Dan sebagai bangsa
pilihan Allah mereka tidak lupa akan janji Allah bahwa mereka akan selalu
diberkati dan digembalakan sebagai umat pilihan.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku-buku
Drane, Jhon, Memahami Perjanjian Lama III, Jakarta: Yayasan Persekutuan Pembaca
Alkitab, 2003
Abineno, J.L.Ch., Unsur-unsur Liturgia, Jakarta: BPK-GM,
2000
Heuken, A. S,J. Ensiklopedi Gereja Jilid V, Jakarta:
Yayasan Lokakarya Ceraka 2005
Echols, Jhon M. dan
Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 1996
Averbabeck, R.E., Maser dlm Willem A. Van Gameran (Ed), The New International of The Old Testament
Theology and Exgesis, USA: Pater Noster Press, 1996
Guthrie, H.H., Jr, The Interpreters, Dictionary of the Bible,
R-2, New York: Abingdon Press, 1962
Rowley, H.H., Ibadat Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM,
2012
Thomson J.G.S.S, Esiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta:
YKBK/OMF, 2001
A Munthe,, Tema- tema PB, Jakarta: BPK-GM, 2007
Bate’e, Yamowa’a, Mengungkap Misteri Persepuluhan, Yogyakarta:
ANDI, 2009
Dyrness ,William, Tema-Tema Teologi Perjanjian Lama, Malang:
Gandum Mas, 2004
Avanzini, John, Ekonomi Alkitabiah, Semarang: Media
Injil, 2000
Hammond, J., Persepuluhan,
Jakarta: Imanuel, 2000
Hartley, John E., Word Biblical Commentary Leviticus, USA:
Word Books Publisher, 1992
Barett ,Jake, Harta dan Hikmat, Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 1997
Baldwin, Joyce G., Haggai, Zechariah, Malachi An Intoduction
and Comementaries, London: The Tyndale Press, 1972
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1997
Herlianto, Teologi Sukses, Jakarta: BPK-GM, 1993
Walz ,Edgar, Bagaimana Mengelolah Gereja Anda?, Jakarta:
BPK-GM, 2004
Sitompul, Einar M., Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta:
BPK-GM, 2004
Adamson, James T. H, , Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Jakarta:
BPK-GM, 1985
Majala/kamus
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995
Jozef M. N. Hehanussa,
Persepuluhan Dalam Perjanjian
Lama, dalam
internet, penabur Solo, diakses pada hari selasa, 27, Agustus, 2013
Barclay M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia Untuk Perjanjian Baru
,Jakarta: BPK-GM, 2006
PGI, Lima Documen Ke-Esaan Gereja, Jakarta:
BPK-GM, 1999
[1] Jhon
Drane, Memahami Perjanjian Lama III, Jakarta:
Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, 2003, hlm. 99
[2] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1995, hlm. 806
[3] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia, Jakarta: BPK-GM,
2000, hlm. 99
[4] A. Heuken S,J. Ensiklopedi Gereja Jilid V, Jakarta:
Yayasan Lokakarya Ceraka 2005, hlm. 9
[5] Jhon M.
Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996, hlm. 594
[6] R.E.
Averbabeck, Maser dlm Willem A. Van Gameran (Ed), The New International of The Old Testament Theology and Exgesis, USA:
Pater Noster Press, 1996, p. 1035-1036
[7] H.H.
Guthrie, Jr, The Interpreters, Dictionary
of the Bible, R-2, New York: Abingdon Press, 1962, p. 654
[8] H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM,
2012, hlm. 88-89
[9] J.G.S.S Thomson,
Esiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta:
YKBK/OMF, 2001, hlm. 152
[10] H.H. Rowley, Op, Cit, hlm. 91-92
[11] A
Munthe, Tema- tema PB, Jakarta:
BPK-GM, 2007, hlm. 65
[12] H.H.
Guthrie, Jr, Op,Cit, hlm. 654-655
[13]
Yamowa’a Bate’e, Mengungkap Misteri
Persepuluhan, Yogyakarta: ANDI, 2009, hlm. 50-55
[14] William
Dyrness, Tema-Tema Teologi Perjanjian
Lama, Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 132
[15] John
Avanzini, Ekonomi Alkitabiah, Semarang:
Media Injil, 2000, hlm. 10-11
[16] Jozef M. N. Hehanussa,
Persepuluhan Dalam Perjanjian Lama, Jurnal
[17] H.H.
Guthrie, Jr, Op,Cit, hlm. 654-655
[18] J. Hammond, Persepuluhan, Jakarta: Imanuel, 2000, hlm. 18
[19]
Yamowa’a Bate’e, Op, Cit, hlm. 37-45
[20] John E.
Hartley, Word Biblical Commentary
Leviticus, USA: Word Books Publisher, 1992, p. 485
[21] Jake
Barett, Harta dan Hikmat, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1997, hlm. 70
[22] Joyce
G. Baldwin, Haggai, Zechariah, Malachi An
Intoduction and Comementaries, London: The Tyndale Press, 1972, p. 246-247
[23] Barclay
M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia
Untuk Perjanjian Baru ,Jakarta: BPK-GM, 2006, hlm. 18
[24] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta:
BPK-GM, 1997, hlm. 345-346
[25]
Herlianto, Teologi Sukses, Jakarta:
BPK-GM, 1993, hlm. 170
[26] A
Munthe, Op, Cit , hlm. 69
[27] Edgar Walz, Bagaimana Mengelolah Gereja Anda?, Jakarta: BPK-GM, 2004, hlm. 128
[28] Einar M. Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta:
BPK-GM, 2004, hlm. 166
[29] PGI, Lima Documen Ke-Esaan Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm. 95-98
[30] H.H.
Guthrie, Jr, Op, Cit, hlm. 1035-1040
[31] A.
Muthe, Op, Cit, hlm. 64
[32] James
T. H, Adamson, Tafsiran Alkitab Masa Kini
2, Jakarta: BPK-GM, 1985, hlm. 761
Tidak ada komentar:
Posting Komentar