Kamis, 11 Oktober 2018

Konsep Persembahan Persepuluhan


Nama              : Ikotison Marpaung
PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN

I.                   PENGANTAR
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam Rumah perbendaharaan ........ Mal 3:10, nats ini sering kita dengarkan dalam gereja, kebaktian-kebaktian, dan acara-acara gerejawi sebagai dasar untuk membawa persembahan kita kepada Tuhan. Artinya nats  ini terkhusus kata persembahan persepuluhan tidak asing lagi bagi kita. Namun hal yang perlu dibahas dan dikhususkan adalah persepuluhan bukan persembahan secara umum. Karena ada banya persembahan misalnya persembahan pentahbisan (bndKel 29:22), persembaan ukupan (bnd Mzm 141:2), persembahan Khusus (bdn Kel 25:2; 29:28; 30:13; 30;15; Bil 15:19; Yeh 44:30), dlln .
Bagi banyak orang persembahan adalah ciri khas utama dalam ibadah PL. Tentu saja persembahan merupakan kegiatan ritual setiap hari di Bait Allah. namun dengan cara yang berbeda-beda.[1] Walaupun sebenarnya persembahan  persepuluhan bukanlah pokok teologi yang baru sebab sudah ada pada masa para leluhur kita. Tetapi mengingat akan perkembangan teologi yang lupa akan akar Perjanjian Lama tentang Persembahan Persepuluhan ini, bahkan ada sebagian teologi yang cukup marak pada zaman ini yang disebut dengan Teologi Sukses. Teologi ini menekankan bahwa orang yang diberkati oleh Tuhan adalah mereka yang mendapat pendapatan yang memuaskan. Kemakmuran yang didapatkan adalah ukuran bahwa mereka saja yang diberkati  Tuhan. disamping itu penyataan semakin banyak memberi maka semakin banyak diberkati, jadi orang yang tidak mendapat atau memiliki kekayaan atau miskin maka mereka tidak diberkati oleh Tuhan. Sehingga semakin banyak uang dan penghasilan semakin besar berkat yang diterima. 
 Nah.... pertanyaanya adalah apakah arti dan makna persembahan persepuluhan dan bagaimana Perjanjian Lama melihat itu sebagai teologi dan harus diterapkan dalam kehidupan bergereja pada saat ini?


II.                PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Secara Umum
Kata persembahan berasal dari kata “sembah” yang berarti penghormatan dan khikmad (yang  dinyatakan dengan menangkupkan kedua belah tangan yang dikatakan juga menyusun jari sepuluh, lalu diangkat ke atas lalu ke bawah dagu, dan juga sampai ke atas dahi dan menyentuh ibu jari ke hidung dan ke dahi). Sehingga dapat disimpulkan persembahan itu adalah sebuah hadia/penghormatan/ucapan syukur/pemberian kepada orang yang terhormat dan membawanya dengan berjalan sambil menjunjung.[2]
Secara liturgi menurut Abineno Persembahan adalah pemberian kasih yang dikumpulkan dalam ibadah jemaat, dan sebagai tugas pelayanan kita dalam kehidupan sehari-hari dan tanggungjawab sosial kita terhadap orang-orang miskin dan terhadap orang-orang yang ada dalam kesusahan. Sehingga dalam dasar diambil dari Perjanjian Baru bahwa pemberian tersebut masih dianggap sebagai Diakoni jemaat. Dan ibadah yang benar adalah ibadah yang benar-benar mempersembahkan korban dan benar-benar berdoa, berlangsung dalam sorga.[3] Kata lain persembahan persepuluhan disebut dengan kolekte (latin: pengumpulan) yang artinya pengumpulan derma dari umat yang dilakukan dalam perayaan ekaristi. Hasil pengumpulan derma ini dibawah dalam arak-arakan persembahan lalu diletakkan di dekat Altar.[4]
Bagi gereja persembahan itu adalah ucapan syukur yang kadang kala meminta doa, atau setelah doa terjawab , tetapi esensinya tetap untuk mengucapkan syukur. Dari penjelasan di atas, maka dapat diartikan bahwa persembahan persepuluhan adalah sebuah hadia atau sebagai ucapan syukur yang diaturkan dalam ritual agama dan peribadahan. Sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada Tuhan yang maha kuasa.

2.2. Pengertian Persembahan Persepuluhan dalam PL
Pemakain kata persembahan persepuluhan disamakan dengan kata zakat  dalam bahasa Inggris disebut dengan tithe. Kata ini artinya sepersepuluh dari penghasilan yang diberi kepada gereja.[5]Istilah persepuluhan  dalam bahasa Ibrani ialah מַעֲשֵׂר (ma’aser) yang artinya TITHE:  sepersepuluh dari penghasilan, atau disebut juga pemugut zakat atau sepersepuluh dari penghasilan atau disebut juga dengan berzakat/persembahan. Kata lain juga disebut dengan TENTH: sepersepuluh/sepuluh. Kata ma’aser berasal dari kata עֶשׂר (eser) yang artinya ten: sepulu. Dalam bahasa Akkadia memiliki makna yang sama dengan pengunaan esretu yang menunjuk kepada persembahan (pajak dan hadiah) yang merupakan tanggungjawab dari suatu desa. Dalam Perjanjian Lama kata ma’aser muncul sebanyak 32 kali, 29 kali mengacu tentang persembahan bangsa Israel kepada lewi, dan persepuluhan orang lewi itu kepada para Iman, 1 kali mengacu kepada persepuluhan Abram kepada Melkisedek Kej 14:20, dan 2 kali dalam Yez 45:11 dan 14. [6]
Kata ma’aser juga diartikan sebagai makan persepuluhan, yaitu mengambil atau memberi persepuluhan dari. Memberikan sepersepuluh dari milik atau penghasilan untuk mendukung pekerjaan Imam atau lembaga keagamaan atau untuk Tujuan keagamaan. Persepuluhan adalah praktek yang dikenal luas pada Israel. Referensi hal ini dapat ditemukan dalam agama lain dan budaya lain selain Israel dan orang-orang Semitik.[7]

2.3. Asal Usul ritual persembahan
Kurban dalam istilah ini diambil dari istilah Israel kuno. Pemaknaan kurban termasuk juga bagian dari Persembahan persepuluhan yang akan kita bahas. Menurut H.H. Rowley dalam bukunya yang berjudul “Worship in Ancient Israel” kebiasaan mempersembahan Kurban berupa binatang tersebar luas di dunia kuno. Dalam Alkitab sendiri dikatakan bahwa kebiasaan itu begitu kuno, sehingga permulaanya adalah pada awal Kejadian penciptaan manusia, yaitu dengan kurban Kain dan Habel (Kej 4:3. dst). Cerita itu juga dilanjutkan oleh para Bapa leluhur dan tentang persembahan kurban yang dipersembahkan negara-negara tetangga  di sekitar Israel. Ada tercatat bahwa Bileam mempersembahkan kurban di atas tujuh mezbah (Bil 23:1, 14, 29 dst). Imam-imam di Baal dari Tirus berseruh kepada ilah mereka untuk menurunkan api yang akan habis memakan kurban mereka di gunung Karmel (I Raj 18:26). Dan raja Moab juga mempersembahkan anaknya sendiri dalam usahanya untuk menguatkan teriakan minta tolong, raja Ahas yang membentuk mezbah. Kesemuanya ini ia menyimpulkan bahwa, kebiasaan mempersembahkan di Israel dipastikan dan bermula dengan perintah Tuhan.[8] Hal ini juga diakui oleh J.G.S.S Thomson dalam Esiklopedi Alkitab Masa Kini: kebiasaan memberi persembahan tidak dimulai oleh Taurat Musa, dan tidak khas kebiasaan Israel. Persepuluhan dilakukan juga oleh bangsa-bangsa kuno.[9]
Beberapa tahun lalu Ronal de Vaux mengemukakan bahwa kebiasaan itu diambil dari kaum Kanaani bahkan segala ritus persembahan, tetapi belakangan ini  beliau mengemukakan pada masa sebelum menduduki Kanaan kaum Israel hanya mengenal jenis kurban Paskah. Tetapi jenis ini merupakan upacara yang berbeda, walaupun belum kita ketahui dimana letak bedanya. Hanya pelaksaanya pada malam hari dan sekali setahun.[10]
Melihat kembali kesejarah bahwa orang pertama melaksanakan persepuluhan menurut Alkitab adalah Abraham (Lih Kej 14:20). Namun belum dijelaskan secara terperinci. Abraham menyerahkan sepersepuluh dari hartanya kepada Melkisedek. Yakubpun melakukan itu ketika ia berada di Betel, dia berjanji memberikan persepuluhan kepada Tuhan (Lih Kej 28:22).[11] Selain itu juga persembahan persepuluhan itu adalah sebuah janji iman Yakub sebagai orang yang percaya kepada Tuhan. Awalnya persepuluhan itu dipahami sebagai pendukung Altar istana dan berikutnya dibayarkan kepada pengurus Altar (Am 4:4; I Sam 8:15,17).[12]

2.4. Tinjauan Teologis Persembahan Persepuluhan 
2.4.1.      Makna dan Tujuan Persembahan Persepuluhan
Persembahan persepuluhan bagi bangsa Israel memiliki makna dan tujuan tersendiri dalam kehidupannya. Namun melalui persembahan bangsa Israel belajar takut kepada Tuhan. berdasarkan pengakuan banhwa segala sesuatu berasal dari Allah. ini tentu berkaitan dengan peraturan mengenai persembahan persepuluhan ditetapkan, bangsa itu akan memasuki tanah kanaan, tanah perjanjian. Anugrah dan kebesaran Tuhan benar-benar disadari atas segala sesuatu yang telah diterima dan kesadaran itu terwujud dalam persepuluhan. Disamping itu bangsa Israel belajar menghormati Tuhan mengingat bahwa hidup mereka adalah miliknya. Oleh karena itu mereka mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Tuhan karena ada ancaman penyembahan berhala yang dilakukan oelh bangsa-bangsa lain.[13]
Pada umumnya tujuan korban persembahan itu adalah untuk menciptakan suatu persekuatuan. Mengucap syukur kepada Allah dan juga adanya proses penebusan atau pendamain. Sipenyembah harus merendahkan diri dihadapan Tuhan pada saat upacara yang dilambang dengan meletakkan tanggan diatas kepala korban, dan ada peralihan dari keadaan tercemar ke keadaan tahir.[14]
Menurut Jake Barnett tujuan persembahan itu berikan hanyalah bentuk penyertaan Tuhan dalam hidupnya,
-          Persepuluhan yang pertama diambil dari penghasilannya lalau dikhususkan bagi Tuhan. semuanya itu diberikan untuk orang-orang Lewi supaya menunjang hidup mereka. Artinya para pelayan dan pemimpin ibadah dianggap sebagai pekerja Tuhan di Bait Allah.
-          Persepuluhan yang kedua dari seluruh hasil ladang itu dimakan bersama keluarga dan kaum Lewi, serta pemimpin ibadah dengan penuh sukacita (Ul 14:22-27)
-          Persepuluhan yang ketiga adalah bagi mereka orang-orang miskin yang dilakukan setiap tiga tahun (Ul 14:28-29). Persembahan yang diberikan bangsa Israel kepada Lewi dikumpulkan dan disimpan dalam ruang perbendaharaan di Rumah Tuhan (Neh 10:37-38), dan tidak hanya diberikan kepada para imam tetapi diberikan juga kepada orang-orang asing, anak yatim, dan janda-janda (Ul 14:28-29), dan untuk pemeliharaan rumah Tuhan.[15]
Tradisi mereka secara umum, persepuluhan yang diberikan  dibagi atas 3 bentuk bahkan terkait juga dengan keperluan pemberian persepuluhan ini, siklus kalender dibagi kedalam kurun waktu 7 tahun.  Persepuluhan yang pertama (disebut ma’aser ri’shon) diberikan selama enam tahun pertama untuk kaum lewi. Persepuluhan yang kedua (disebut ma’aser seheni) diberikan pada setiap tahun pertama, kedua, keempat dan kelima. Persepuluhan kedua ini diberikan untuk bait suci dan untuk perayaan (band Ulangan 14:22-27).  Persepuluhan yang ketiga (disebut ma’aser  ‘ani) diberikan pada setiap tahun ketiga dan keenam. Persepuluhan ini juga sering disebut persepuluhan orang miskin. Persepuluhan ini diberikan kepada mereka yang membutuhkan dimana saja.[16]

2.4.2.      Konsep dan dasar Persembahan Persepuluhan
Konsep yang mendasar dalam Ulangan menyampaikan bahwa persembahan persepuluhan itu adalah bentuk pengakuan akan kepemilikan Allah atas tanah dan hasilnya.[17] Persepuluhan merupakan pemberian yang diberikan bangsa israel kepada Allah dan merupakan sepersepuluh dari apa yang kita miliki harus dipersembahkan kepada Allah. bangsa Israel diwajibkan untuk memberikan sepersepuluh dari ternak dan hasil tanah mereka dan juga sepersepuluh dari penghasilan mereka sebagai pengakuan banhwa Allah telah memberkati mereka (bnd Im 27; Bil 18:21; Ul 14:22-29). Biasanya persembahan persepuluhan yang diterima untuk biaya ibadah dan sokongan bagi para Imam Lewi (Ul 18:1-8). Namun persepuluhan bukanlah perbuatan atas kepatuhan perintah taurat tetapi perbuatan Iman, juga bukan menyogok Tuhan untuk memperoleh berkat akan tetapi untuk mengucap syukur atas berkat Tuhan.[18] Dari beberapa jenis kurban yang dipersembahkan untuk Tuhan melalui Imam dan para pemimpin ibadah salah satunya adalah persembahan persepuluhan.
Melalui kitab Imamat kita memahami persembahan persepuluhan dibawah ke tempat yang telah ditentukan oleh Allah. persembahan yang ada dimakan dihadapan Allah oleh selurh anggota keluarga , persembahan persepuluhan diberikan karena segala usaha dikerjakan diberkati oleh Tuhan. Persembahan harus benar-benar diberikan kepada Allah dari tahun ketahun. Persembahan itu dari hasil penen dan penghasilan ladang dan tanaman. Apabila hasil-hasil tersebut melimpah sehingga sulit diangkut maka persembahan persepuluhan itu dapat diuangkan dan pada tempat yang telah ditentukan, pada tahun yang ketiga diberikan kepada kaum/bani Lewi dan orang-orang miskin, anak yatim serta janda.[19]
Seluruh persembahan persepuluhan itu adalah hasil dari ladanag dan buah/hasil tanaman dan semestinya untuk TUHAN (Ul 14:22-26). Pemahaman mereka setiap persembahan persepuluhan akan mendapat untung atau mendapat berkat kembali. Jika pemilik pembayar persembahan mebawanya ke tempat kudus Tuhan mendapat keuntungan tambahan 20 %. Seperti halnya seorang gembala, bagi bangsa Israel seluruh domba itu untuk persembahan, tetapi ada satu ekor yang ditandai, dikhususkan, dikuduskan untuk Tuhan. domba yang ditandai itu adalah untuk pengapdian, untuk tempat kudus.[20] Sehingga hal yang mendasar umat Israel memberikan persepuluhan adalah respon imannya kepada Allah, disaat umat tidak memberikan persepuluhan kepada Tuhan berarti mereka sudah mencuri dan merampok milik Allah.[21]
Seruan sebagai Nabi dalam Perjanjian Lama berperan sebagai penyambung lidah Allah, sehingga seruan akan syukur harus diwahyukan olehnya. Sama hal nya dengan Maleaki menyapa bangsa itu sebagai bangsa pilihan Tuhan. bangsa yang telah membiarkan keberadaan Tuhan dan tidak menghormati keberadaan Tuhan dan pemerintahanNya didalam hidup mereka. Dan mereka melihat bahwa lumbung Tuhan telah kosong, banyak mereka meningalkan pelayanan dan pekerjaanya. Kesadaran bangsa akan pada masa Maleaki hilang sehingg seruan itu membawa persembahan persepuluhan kedalam Rumah perbendaharaan (Mal 3:10). Bangsa melupakan akan luapan berkat Tuhan dalam hidupnya sehingg meninggalkan persembahannya bagi Tuhan.[22]

2.5. Persembahan persepuluhan dalam PB
            Dalam Perjanjian Baru persepuluhan itu disebut dengan istilah δέκατόω yang berarti memugut Persepuluhan , kata lain juga disebut dengan άποδεκατω yang diartikan dengan membayar persepuluhan.[23] Sehingga dapat kita artikan persepuluhan adalah sebuah kewajiban yang harus diberikan. Dalam PB persembahan khususnya merupakan sebuah penebusan dan pemberian persembahan pada hakekatnya adalah pola kehidupan orang kristen meniru apa yang dilakukan Allah melalui Yesus. Korban Kristus merupakan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, yang merupakan korban satu kali untuk selamanya yang telah menguduskan kita (Ibr 10:10)[24]
Seperti yang telah difirmankan Tuhan dalam PL, PB juga mencerikan hal yang sama dengan persembahan Persepuluhan kepada Tuhan Yesus bahkan tidak ada larangan didalamnya. Yesus mengajarkan agar setiap orang tetap menjalankan apa yang menjadi tanggungjawabnya kepada kaisar dan juga kepada Tuhan. namun ada perbedaan tradisi ibadah PL dan PB, Yesus sendiri tidak menekankan ibadah yang lahiriah, tetapi mengajarkan ibadat batin yang rohani.[25] Dalam hal ini juga PB tidak menyetujui Persepuluhan itu jika dianggap suatu kelebihan kekayaan, bahkan sesuatu yang dinomorduakan. Panutan perumpamaan yang diajarkan dalam Luk 18:9-14, tentang orang farisi dengan pemungut cukai. Dalam ayat 11-12.
            Pelaksanaan persepuluhan dalam PB juga sangat ketak dilakukan terkhusus bagi kaum Farisi. Bahkan mereka tidak sungkan-sungkan memberikan persembahan persepuluhan, bahkan dari hal kecil sekalipun. Seperti hasil bumi yang hanya dari selasih, adas manis, dan jintan, apalagi perpuluhan dari hasil yang besar pasti dilaksanakan oleh mereka denga resmi. Namun nasehat Yesus untuk mereka adalah kemunafikan mereka, bukan terhadap persepuluhan mereka akan tetapi mereka mengabaikan hal yang terpenting dalam hukum taurat yaitu: keadilan, belaskasihan, dan kesetiaan (Mat 23:23)[26]

2.6. Sekilas mengenai persembahan Persepuluhan dalam Gereja
Gereja yang disebut Tubuh Kristus adalah sebuah organisasi yang memang mebutuhkan uang, agar dapat memakai uang membutuhkan pendapatan. Pendapatan gereja dari pemberian jemaat. Persembahan rutin yang dipersembahkan melalui amplop merupakan sumber utama. Hal ini memiliki dasar Alkitabiah yang sehat. Jemaat berserah kepada Allah dalam iman dengan mengungkapkan rasa trimakasihnya kepadaNya dengan memberikan miliknya kepada gereja. Kita mengharapkan jemaat memberikan persembahan adalah keinginan pemberi karena motivasi iman, untuk  mengucap syukur kepada Allah.[27]
Secara umum dalam gereja, persembahan yang terbaik adalah bila jemaat itu sendiri menggumuli bagaimana sebaiknya meningkatkan persembahan ketatalayanan berdasarkan kebutuhan yang penting. Persembahan merupakan cara mensyukuri pemeliharaan Tuhan dan membina persekutuan.[28] Secara khusus di dalam gereja-gereja arus utama kurang melihat makna sesungguhnya persembahan persepuluhan, namun disamping itu PGI menegaskan perlunya pengembangan program untuk kemandirian dana supaya lebih mendukung dan memperbaharui program yang dijalankan gereja. Faktor yang mempengaruhi persembahan jemaat adalah ekonomi masyarakat. Maka program kemandirian gereja dalam bidang dana memanfaatkan adanya program-program di bidang perkoprasian, pertanian, kewirausahaan dan sebagainya. Dan juga dalam memanfaatkan atau penggunaan harta yang tepat guna. Program ini harus dilandasi dengan kasih dalam wujud saling menopang demi peningkatan kemampuan bersama.[29]   

2.7. Analisa
Pemahaman dasar bangsa Israel dalam hal persembahan persepuluhan adalah bahwa seluruh tanah dan tanaman kepunyaan Allah. sehingga lewat hasil tanaman dan dapat ditukar dengan uang harus ada dikhususkan untuk Tuhan. Awalnya persembahan diberikan langsung kepada Allah, hal ini boleh kita buktikan ketika persembahan Kain dan Habel serta Nuh (Kej 4, dan Kej 8:20). Dan persepuluhan dianggap sama dengan persembahan yang lain dan itu langsung kepada Tuhan bukan melalui Lewi. Dan sebagai kewajiban tahunan di Yerusalem  (Ul 12:6, 11,17, 14:22-27).[30] Persepuluhan adalah sebuah tindakan iman yang merujuk pada pengenalan akan berkat Tuhan. Sehingga kepersepuluhan itu akan terwujud ketika bangsa Israel mencapai titik kesadaran yang tinggi. Dan kepunyaan yang dimiliki bangsa adalah kepunyaan Tuhan. Pengakuan kepemilikan Allah jatuh kepada persepuluhan yang diberikan lewat pemimpin Lewi dan keperluan sosial.
Persepuluhan merupakan pokok yang penting dalam pelayanan dan para pelayan, kedua pentingnya persepuluhan adalah pembangunan gereja/Bait Allah, dan yang ketiga adalah sebagai diakonia jemaat karena kepentinganya bisa untuk para anak yatim dan janda. Kata persepuluha dalam hal ini juga bukan mengacak akan kepada bilangan-bilangan yang harus dipersembahkan. Jumlah sepuluh persen bukanlah dijumlahkan secara matematis. Tetapi perjanjian Lama membagun teologi sebuah kewajiban dalam memberi yang telah kita terima. Dan dikususkan bukan hanya dikhususkan namun dikuduskan. Kalaulah kita memberikan persembahan secara matematis, maka tidak akan alkitabiah lagi.[31]
Analisa yang boleh saya bangun dalam persepulahan terdapat kegunaan persepuluhan tersebut. Pertama ada tanggugjawab sebagai seseorang dalam pemberian persepuluhan,tangungjawab yang saya maksud adalah sebagai pemilik berkat. Kedua menciptakan hubungan sosial. Hubungan ini kita lihat dari kebersamaan keluarga bersama pemimpin ibadah di depan Altar Tuhan. Hubungan ini antara pelayan dan jemaat bukan hanya persoalan makan, namun jemaat mampu membagikan berkat dan sukacita dengan orang lain. ketiga dukungan terhadap orang-orang lemah, Usaha untuk berbagi dengan sesama melalui persepuluhan tidak hanya dibatasi pada kaum keluarga, tetapi juga orang asing, anak yatim dan janda (Ulangan 26:12-15). Keempat mendukungan pelayanan, selain kepentingan religius, dan nilai sosial hal Yang menonjol di sini adalah pemberian persepuluhan kepada kaum Lewi dan para imam, bahkan diatur dengan tegas dalam Bilangan 18:21-28. Pemberian ini juga harus dilihat dalam kaitannya dengan dukungan terhadap pelayanan, dan tidak ada kaitannya dengan keuntungan yang diterima kaum Lewi dan para imam. Dalam kitab Bilangan 18 dengan tegas dikatakan bahwa ini adalah ‘imbalan’ atas tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan kepada mereka dan karena mereka tidak memiliki bagian apa-apa (pusaka) di tengah-tengah kaum Israel. kelima keteraturan persepuluhan, keteraturan pemberian bukan hanya diukur dengan pesta tahunan dan hasil panen yang dihasilkan. 

2.8.Refleksi
Persoalan persembahan persepuluhan memang nyata jadi pergumulan bagi jemaat digereja-gereja saat ini terkhusus gereja arus utama. Sebagian jemaat harus kita akui dengan keluh kesahnya sebagai jemaat harus membayarkan uang iuran/bulanan/target resot perbulan. Disisih lain gereja dan kepentingan pelayanan membutuhkan dukungan dana dan daya. Nah bagaimana kita sebagai gereja harus menjawab sebagai teologi yang membagun jemaat dan gereja.
Orang yang diberkati harus memberi berkat,uangkapan ini memang sederhana tetapi sulit untuk melihat buktinya. Hal ini memeng dua hal yang berkesinambungan dalam hidup ini. Tidak ada orang hanya menerima dan tidak ada orang hanya memberi, sehingga ungkapan di atas harus berlaku dan terus berlanjut dalam hidup jemaat saat ini. Membawa persepuluhan kepada Tuhan atau kerumah Tuhan adalah bukti bahwa kita menyatakan diri sebagai orang yang sudah diberkati oleh Tuhan Bnd Mal 3:10. Pembuktian itu bukan hanya didasari kepada pemberkatan yang kita terima secara fisik, tetapi hal yang pasti kita sudah disuguhkan persembahan yang hanya satu kali dalam hidup ini. Persembahan Allah melalui AnakNya Yesus Kristus adalah persembahan yang khusus sebagai keselamatan jemaat.
Sehingga jelas tidak ada alasan untuk tidak menyatakan syukur baik lewat persembahan persepuluhan. Demikian juga yang kita miliki, usaha, pekerjaan dan hasil pekerjaan merupakan milik Tuhan (Ima 27:28-34), dan mereka yang telah menahan apa yang diperuntukkan bagi Dia adalah sebuah penipuan bagiNya.[32] Jemaat harus mencapai kesungguhan bahwa persepuluhan itu bukan merupakan sebuah kerugian namun sebuah kewajiban sebagai orang yang mendapat berkat. Kewajiban yang dimaksud adalah bahwa yang kita terima itu datangnya dari Tuhan, sehingga kita harus bersyukur dalam hal itu. Amin

III.             KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Lama menceritakan bahwa persembahan itu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Israel. kepentingannya adalah sebagai bukti kasih Allah dalam hidupnya dan mereka berperan sebagai bangsa pilihan Tuhan. Persembahan persepuluhan itu juga merupakan hal yang wajib dilakukan dalam Perjanjian Lama. Persepuluhan itu merupakan wujud nyata bahwa bangsa Israel menghormati dan takut kepada Tuhan. Dan persepuluhan itu juga bentuk pengakuan bahwa tanah dan tumbuhan serta hasil yang diterimanya adalah milik Tuhan. persepuluhan itu harus dikususkan untuk persembahan dan dikuduskan sebagai persembahan yang berbeda untuk Tuhan. Dan sebagai bangsa pilihan Allah mereka tidak lupa akan janji Allah bahwa mereka akan selalu diberkati dan digembalakan sebagai umat pilihan.

IV.             DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Drane, Jhon, Memahami Perjanjian Lama III, Jakarta: Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, 2003
Abineno, J.L.Ch., Unsur-unsur Liturgia, Jakarta: BPK-GM, 2000
Heuken, A. S,J. Ensiklopedi Gereja Jilid V, Jakarta: Yayasan Lokakarya Ceraka 2005
Echols, Jhon M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996
Averbabeck,  R.E., Maser dlm Willem A. Van Gameran (Ed), The New International of The Old Testament Theology and Exgesis, USA: Pater Noster Press, 1996
Guthrie, H.H., Jr, The Interpreters, Dictionary of the Bible, R-2, New York: Abingdon Press,  1962
Rowley, H.H., Ibadat Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM, 2012
Thomson J.G.S.S, Esiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: YKBK/OMF, 2001
A Munthe,, Tema- tema PB, Jakarta: BPK-GM, 2007
Bate’e, Yamowa’a, Mengungkap Misteri Persepuluhan, Yogyakarta: ANDI, 2009
Dyrness ,William, Tema-Tema Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2004
Avanzini, John, Ekonomi Alkitabiah, Semarang: Media Injil, 2000
Hammond,  J., Persepuluhan, Jakarta: Imanuel, 2000
Hartley, John E., Word Biblical Commentary Leviticus, USA: Word Books Publisher, 1992
Barett ,Jake, Harta dan Hikmat, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997
Baldwin, Joyce G., Haggai, Zechariah, Malachi An Intoduction and Comementaries, London: The Tyndale Press, 1972
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1997
Herlianto, Teologi Sukses, Jakarta: BPK-GM, 1993
Walz ,Edgar, Bagaimana Mengelolah Gereja Anda?, Jakarta: BPK-GM, 2004
Sitompul, Einar M., Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta: BPK-GM, 2004
Adamson, James T. H, , Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Jakarta: BPK-GM, 1985

Majala/kamus
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995

Jozef M. N. Hehanussa, Persepuluhan Dalam Perjanjian Lama, dalam internet, penabur Solo, diakses pada hari selasa, 27, Agustus, 2013

Barclay M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia Untuk Perjanjian Baru ,Jakarta: BPK-GM, 2006
PGI, Lima Documen Ke-Esaan Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999



[1] Jhon Drane, Memahami Perjanjian Lama III, Jakarta: Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, 2003, hlm. 99
[2] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hlm. 806
[3] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia, Jakarta: BPK-GM, 2000, hlm. 99
[4] A. Heuken S,J. Ensiklopedi Gereja Jilid V, Jakarta: Yayasan Lokakarya Ceraka 2005, hlm. 9
[5] Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996, hlm. 594
[6] R.E. Averbabeck, Maser dlm Willem A. Van Gameran (Ed), The New International of The Old Testament Theology and Exgesis, USA: Pater Noster Press, 1996, p. 1035-1036
[7] H.H. Guthrie, Jr, The Interpreters, Dictionary of the Bible, R-2, New York: Abingdon Press,  1962, p. 654
[8] H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM, 2012, hlm. 88-89
[9] J.G.S.S Thomson, Esiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: YKBK/OMF, 2001, hlm. 152
[10] H.H. Rowley, Op, Cit, hlm. 91-92
[11] A Munthe, Tema- tema PB, Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 65
[12] H.H. Guthrie, Jr, Op,Cit, hlm. 654-655
[13] Yamowa’a Bate’e, Mengungkap Misteri Persepuluhan, Yogyakarta: ANDI, 2009, hlm. 50-55
[14] William Dyrness, Tema-Tema Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 132
[15] John Avanzini, Ekonomi Alkitabiah, Semarang: Media Injil, 2000, hlm. 10-11

[16] Jozef M. N. Hehanussa, Persepuluhan Dalam Perjanjian Lama, Jurnal


[17] H.H. Guthrie, Jr, Op,Cit, hlm. 654-655
[18] J. Hammond, Persepuluhan, Jakarta: Imanuel, 2000, hlm. 18
[19] Yamowa’a Bate’e, Op, Cit, hlm. 37-45
[20] John E. Hartley, Word Biblical Commentary Leviticus, USA: Word Books Publisher, 1992, p. 485
[21] Jake Barett, Harta dan Hikmat, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997, hlm. 70
[22] Joyce G. Baldwin, Haggai, Zechariah, Malachi An Intoduction and Comementaries, London: The Tyndale Press, 1972, p. 246-247
[23] Barclay M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia Untuk Perjanjian Baru ,Jakarta: BPK-GM, 2006, hlm. 18
[24] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1997, hlm. 345-346
[25] Herlianto, Teologi Sukses, Jakarta: BPK-GM, 1993, hlm. 170
[26] A Munthe, Op, Cit , hlm. 69 
[27] Edgar Walz, Bagaimana Mengelolah Gereja Anda?, Jakarta: BPK-GM, 2004, hlm. 128
[28] Einar M. Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta: BPK-GM, 2004, hlm. 166
[29] PGI, Lima Documen Ke-Esaan Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm. 95-98
[30] H.H. Guthrie, Jr, Op, Cit, hlm. 1035-1040
[31] A. Muthe, Op, Cit, hlm. 64
[32] James T. H, Adamson, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Jakarta: BPK-GM, 1985, hlm. 761

Tidak ada komentar:

Posting Komentar