Nama : Ikotison
I
Korupsi Dan Prilaku
Suap Dalam Perjanjian Lama
I.
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan zaman ini
istilah korupsi dan suap sudah menjadi erat dalam telinga kita Karen hal di
batas sering terjadi dan praktek ini cukup berwarna terkhusus di Negara kita
Indonesia. Dimulai dari pegawai negeri, yang bekerja di pemerintahan dan pegawai
biasa yang bekerja diperusahaan personal. Praktek ini akan merugikan bebrapa
pihak dalam segi apapun, dalam hal inilah bagaimana praktek-praktek tersebut
terjadi dalam Perjanjian Lama , dan bagaimana Perjanjian Lama melihat korupsi
itu.
II.
PEMBAHASAAN
2.1.
Pengertian Korupsi Secara Umum
Dalam KKBI Korupsi adalah
penyelewengan atau pengelapan (uang Negara atau perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Menurut Purwodarminta
bahwa korupsi itu adalah perbuatan yang buruk (seperti pengelapan uang,
penerimaan uang sogok).[1]
Sementara Junaidi mengartikan : Korupsi sebagai suatu tingkah laku dan tindakan
seseorang yang tidak mengikuti atau melanggar norma-norma yang berlaku serta
mengabaikan rasa kasih sayang dan tidak mengikuti atau mengabaikan pengendalian
diri sehingga kepentingan lahir dan batin atau jasmani dengan rohaninya tidk
seimbang, serasi dan selaras dengan mengutamakan keepentingan lahir berupa
meletakkan nafsu duniawi yang berlebihan sehingga merugikan keuangan/kekayaan
Negara atau kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.[2]
Dan menurut kami penyaji tindakan korupsi adalah tindakan yang tidak merasa
malu mengambil yang bukan hak miliknya, serta ingin mendapatkan uang dengan
cara tersembunyi.
2.2. Pengertian Korupsi dan suap dalam PL
Dalam Perjanjian Lama tidak
ditemukan yang disebut dengan korupsi tetapi kata yang dekat dengan pengertian
korupsi adalah suap, yang ditemukan dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama
mengenal beberapa kata sekaligus yang mengacu pada suap pertama syohad
שיוׄהֵד yang
mulannya hanya berarti pemberian atau persembahan. Amsal 21:14 memberikan
nuansa lain pada kata ini, karena diberikan; di dada (TB: Dirahasiakan). Syokad
mengacu pada pemberian yang disampaikan secara tersembunyi. Nabi Yesaya
mengecam penerimaan syhohad yang merupakan hadia atau persembahan yang
diberikan untuk menyuap seseorang. Kedua cover
כוׄפֵר yang
menunjukkan pada uang ganti rugi yang diberikan kepada pihak yang dirugikan
oleh pihak yang memyebabkan kerugian. Namun ini juga digunakan untuk menyuap
seorang hakim (Samuel 12:3) jelaslah bahwa cover
ini bermakna suap. Ketiga itu disebut mattanah
מׇתׇּנַה yang
berarti pemberian atau persembahan.
Kata ini juga merupakan suap dalam kitab Pengkotbah 7:7. Dalam hokum Musa
dengan jelas melarang adanya praktek suap khususnya dalam lingkungan
pengadilan. Kel 23:1-9 dan ulangan 16:18-20 yang memberikan tata aturan dalam
pengadilan para hakim untuk menerima suap, karena suap membuat buta mata orang
melihat dan memutarbalikkan perkara-perkara orang-orang benar. Kel 23:8[3]
2.3.
Latar Belakang Terjadinya Korupsi dan Suap
Asal usul umat Israel menurut
pendapat para ahli masa kini adalah semi-nomaden, terutama adalah kaum
pengembala. Namun hal ini bergeser kepada setelah mereka tiba di tanah Kanaan.
Mereka mulai meniggalkan cara hidup yang semi-nomade dan memulai hidup dengan
bertani. Tanah dibagikan menurut jumlah anggota suku dan mendapat bagian
sebagaimana mestinya. Namun jika kita melihat kehidupan Kaleb yang merebut
bagian Debir. Hal ini menunjukan bahwa pada masa para hakim juga sudah ada
praktek ketidakadilan. Penyalahgunaan kedudukan juga dapat kita temui dalam
kasus anak-anak Samuel yang menyalagunakan kedudukan (1 Sam 8:3).[4]
Setelah Salomo meninggal dunia, kerajaan yang besar terpecah menjadi dua bain besar
dan ternyata kursi singasana menjadi rebutan para keturunan Salomo. Beberapa
diantara para raja saling guling-menngulingakan. Keadaan ini berdampak pada
juga dalam kehidupan sehari-hari mayarkat. Dimasa pemerintahan Yerobeam dan
Uuzia, system pertanian komersial dipaksakan dann hal ini berakibat pada
masyarakat orang-orang pedesaan. Hal ini meengakibatkan spesialisasi produksi
pertanian dan petani juga dibebankan pajak sehingga para petani tidak bisa lagi
mempraktekan system rotasi ladangnya, mengosongkan tanah, menanam
kacangg-kacangan untuk memperbaharui gizi dalam tanah. Jelas saja dari jenis
tanah seperti itu mereka menghasilkan sedikit makanan dengan kerja lebih keras
dengan modal yang lebih tinggi mengakibatkan para petani mengadaikan tanah mereka
kepada tukang kredit.[5]
2.4. Korupsi dan Praktek Suap dalam PL
Dalam Perjanjian Lama korupsi dan
suap merupakan hala yang dilarang PL yang menentang kebenaran Allah karena
cendering mnindas dan menyengsarakan orang-orang lain dan orang kecil. Dan
sering kali untuk mendapatkan sesuatau dalam kelompok praktek suap
dipergunakan. Mencampakkan kebenaran mengirauka kebenaran dan keadilan yang
harus dipegang melaiankan memutarbalikkan Karena uang suap Amos 5:12. [6]
Dalam hal ini besar kemungkinan para penguasa dan pengusaha baik dalam praktek
bidang pemerintahan dan keagamaan di zaman PL sudah mengenal dan melakukan
praktek suap. Hal ini terlihat dari frekuensi kehadiran istilah syohad yang muncul sebanyak 23 kali (Ul.
10:17, Yes 5:23, Maz 26:10 dlln) dan istilah cover muncul sebanyak 13 kali
(Keluaran 21:30, Amsal 6:35 dlln). walaupun ada banyak perktek-paraktek
suap atau korupsi dalam Perjanjain Lama, namun dalam Perjanjian Lama mengecam
orang-orang yang melakukan suap karena dilihat sebagai tindakan melawan perintah
Tuhan dan perilaku yang tidak adil[7]
II Tawarik 19:7.[8]
Pada masa nabi Yesaya yang seorang putra Yerusalem yang mengejutkan warga-warga
kota dengan beri pemusnahan yang akan menimpah kota itu, karena bagaimana kota
ini yang dahulunya hidup setia sekarang sudah menjadi sundal (Yes 1,21) dari ucapan ini teranglah batapa
beratnay para pemimpin Yerrusalem terutama rajannya yang memberontak dan
bersekongkol dengan pencuri, dan semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok[9]
ini artinnya bahwa aksi praktek suap dan menyokok dalam perjanjian Lama sudah
digunakan para pemimpin masyarakat, yang mestinya menjaga keadilan dan
ketntraman dalam sebuah pemerintahan.
Korupsi dan suap dalam
pembagain PL[10]:
-
Dalam kitab-kitab
Taurat
Tidak
menyinggung tentang suap namun Taurat tidak menganjurkan melakukan suap bahkan
dilarang keras. Hal ini jelas dari pembacaan Keluaran 23:8, suap adalah hal
yang sangat dilarang karena dapat memutarbalikkan kebenaran. Praktek suap tidak
pernah mendidik orang lain apa lagi melakukan kebenaran. Kitab Taurat juga
melarang menerima suap untuk menolong orang yang merencanakan kejahatan jika
kasus ini terjadi tidak hanya yang menerima suap tersebut dihukum melainkan
yang menerima suap itu akan dikutuk.
-
Menurut kitab
Nabi-nabi
Yang
mengangkat suap dalam misi pemberitaannya yaitu:
Yesaya 1:23, ia melihat bahwa
pemerintah Israel dibawah raja Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia (745-697 sM). Raja
–raja ini cemderung terlibat dalam kasus suap dalam berperkara kaum miskin.
Penguasa ini sering bersekutu dengan penjahat sehingga menjadi korban adalah
orang miskin, anak yatim, dan janda-janda. Amos juga mengecam kkerasn praktek
suap dan diliht sebagai dosa[11]
atau kejahatan besar (Amos 5:12). Kasus suap dalam Amos dekat dengan peradilan
di Bait atau di istana kerajaan (hekol).
Sebenarnya hakim berdiri didepan pengadilan menyuarakan keadilan tetapi
ternyata mereka diam karena suap. Bukan saja kaum pentinggi namun penjaga pintu
bait juga Seharusnya memberitkan keadilan tetapi Karen sudah menerima suap dari
orang kaya maka mereka diam. Pengaruh
suap ini cukup mempengaruhi masyarakat terkhusus orang-orang kaya, dimana
orang-orang kaya tidak suka mendengar teguran-teguran di bait apalagi perkataan
jujur yang menyakiti mereka, sehingga degan uang sogok mereka harus memberitakan
ketidak jujuran.
Masa Mika juga menyuarakan agar
para pemimpin Israel menjaukan diri dari suap. Namun penyataan itu dapat dibeli
dengan uang. Imam merupakan pelayan umat yang tidak mengaharapkan suap karena
kebutuhan mereka sudah cukup sebagai imam dan mejadi teladan dalam melakukan
apa yang dianjurkan dan dilarang Allah (Hag 2:12-14). Rupanya pada zaman Mika
para imam sangat tergantung kepada suap. Nabi Yeheskiel melihat suap sama
dengan kasus pelacur karena. Kedua kasus ini menjual kebenaran dan kekudusan
demi uang atau materi. Suap tidak pernah dibenarkan walaupun dengan alasan demi
kekuatan dan perlindungan (Yeh 16:33-34). Tetap itu adalah hal yang merugikan
dan akan mendapat hukuman
-
Menurut Kitab-kitab
Banyak menyaksikan tantang
tanggapan mereka dengan peraktek suap. Kitab Mazmur mejelaskan keadaan ini
sangat menodai peradilan di Israel sebagai umat Tuhan (Maz 26:10). Para penegak
keadilan sering memutar bailikkan kebenaran demi mendapat keuntungan. Zaman
Mazmur ini juga sering terjadi perkara antara orang kaya dengan orang miskin dalam hal pinjam meminjam.
Mereka juga disebut kumpulan penjahat, kumpulan penjahat yang dimaksud pemazmur
adalah penguasa yang ingin memeras kelompok (korupsi). Walaupun mereka sudah
melakukan pekerjaan munafik ini namun mereka masih mampu berdiri didapan Bait dan
mengaku sebagai umat Allah. Kitab Ayub menyatakan masa depan penyuap adalah
sama seperti tumbuhan yang semakin lama semakin layu dan hingga akhirnya akan
mati sebelum waktunya dan api akan memakan yang malakukan suap (Ayub 15:34).
Dalam kitab sejarah pun mengisahkan tentang larangan suap, larangan suap
dipahami sebagai hal yang teologis Karen Allah tidak menerima Suap ataupun
sogok (II TAW 19:7). Allah ingin membawa segala sesuatu yang dilakukan didalam
bait termasuk upacara korban adalah wujud syukur bukan sebagai sogok. Praktek
suap bukan peranan Allah dan orang yang tidak melakukan suap akan merasakan
kehadiran Allah.
2.5.
Jangan Mencoba Menyuap Tuhan
Ulangan 10:17 dan 2 Tawarik 19:7
secara tegas menyatakan bahwa Tuhan tidak memihak. Dalam kedua ayat ini,
ketidakperpihakan Tuhan berkaitan erat dengan hal tidak menerima suap. Jika
dipahami dalam bahasa pengadilan, pernyataan bahwa Tuhan tidak memihak dan
tidak menerima suap, ini berarti bahwa Tuhan tidak dapat dipengaruhi dalam
mempertimbangkan perkara dan mengambil keputusan suatu hal yang sering terjadi
dalam pengadilan manusia. Secara sempurna Allah mengetahui siapa yang benar dan
salah dan menghajar setia orang sesuai dengan perbuatannya (Yer 17:10).
Seruan untuk tidak menyuap Allah
hanya terdapat pada kitab Sirakh(Sir 35:11). Mencoba menyuap Tuhan berarti
menempatkan Tuhan sebagai hakim yang korup. Kata Bin Sirakh mustahil untuk
menyuap Tuhan, karena Tuhan tidak membutuhkan apa pun dari manusia karena
sebaliknya segala yang manusia miliki adalah berasal dari-Nya. Maksudnya
“menyuap Tuhan” adalah pada konteks social politik zaman Sirakh, ia hidup
ketika palestina di kuasai Siria. Pada zaman itu jurang antara orang kaya dan
miskin sangat terlihat sekali. Orang miskin ditindas dan dikenakan pajak
sedangkan orang kaya bekerja untuk pemerintah dan mengambil keuntungan banyak
dari orang-orang miskin. Dalam lingkungan politik demikian, suap adalah suatu
hal yang wajar. Tetapi yang menjadi tidak wajar Bin Sirakh melihat bahwa,
mereka juga ingin menyuap Tuhan. Bin Sirakh menjajarkan suap dengan persembahan
yang tidak adil, yakni persembahan yang
berasal dari ketidakadilan. Mereka memeras orang-orang miskin dan
membawa sebagain hasil rampasan itu kepada Tuhan, mereka mengharapkan agar
Tuhan tidak melihat dan tidak memperhitungkan dosa dan kesalahan yang mereka
lakukan. Bin Sirakh menyakinkan bahwa persembahan mereka tidak akan diterima
oleh Tuhan meskipun berapa banyaknya.
2.6.
Upaya Penanggulangan Korupsi Dan Suap
Upaya penanggulangannya yang
seharusnya dilakukan adalah mengembalikan kepada hakekat kemausiannya yang
sebenarnya sebagai gambar dan rupa Allah. Untuk mengembalikan hakekat
kemanusian bukan hal yang mudah, tidak
cukup dengan merumuskan peraturan dan aturan main, tetapi yang lebih utama
adalah menyadarkan hakekat kemanusiaannya sebagai ciptaan Tuhan. Jangan korupsi
bukan karena takut kepada hokum atau takut dilihat orang lain tetapi seharusnya
karena takut kepada Allah.[12]
III.
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat kita
simpulkan bahwa kata korupsi itu tidak ditemukan dalam Perjanjian Lama, namun
yang ditemukan adalah suap yang eksisteensinya sama dengan korupsi. Suap sering
terjadi dalam Perjanjian Lama dan itu merupakan hal yang sangat dilarang keras
oleh YAHWE karena dapat memutar balikkan kebenaran yang sesungguhnya.
Praktek-praktek ini kerap kali terjadi bukan hanya dipolitik budaya dan ekonomi
namun dalam Perjanjian Lama praktek ini sering terjadi dibait Allah dan
dilakukan oleh para mereka yang bekerja dan melayani di Bait.
IV.
REFLEKSI TEOLOGIS
Korupsi
dan praktek suap merupakan hal yang sudah terjadi di dalam Perjanjian Lama dan
itu dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan-jabatan tertentu. Memang sulit
untuk mengidentifikasikan kapan mereka melakukan peraktek ini namun yang pasti
ini adalah soal keadilan, yang dilarang keras oleh Perjanjian Lama terkhusus
dalam perintah Tuhan. Keadilan dalam melakukan sesuatu adalah hal yang sangat
penting dalam kehidupan ini, karena Allah adalah adil (Mazmur 116:5 TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah
kita penyayang.). Akhir-akhir ini kita sudah dikejutkan dengan beberapa
kejadian di Negara kita yang memang termasuk mengenai praktek suap dan korupsi
yang sudah membuatakan mata rohani kita tertutup, karena ketika
menerima sesuatu yang membuat pihaknya untung. Suap dan korupsi bukan
hanya mengenai materi namun ketika kita melakukan sesuatu dan menghalalkan segala
cara untuk mendapatkan untung adalah bagian dari korupsi dan prktek suap serta
merupakan keadilan.
V.
DAFTAR PUSTAKA
W J S.
Purwodarminta, KUBI, Jakarta:Balai
Pustaka, 1991
Soewartojo,
Junaidi.,KORUPSI, Pola kegiatan dan penindakannya serta peran pengawasan dalam
penanggulanganya, Jakarta: Restu Agung, 1995
Marsunu Seto,. Forum Biblica(Suap menurut perjanjian Lama)
LBI
Darmawijaya pr,.
Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Coote, Robert B.
& Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan proses Pembuatan Alkitab, Jakarta:
BPK-GM, 2009
Saragih,Juna
Daniel., Jurnal Teologi STT Abdi Sabda
Medan Edisi XIV (korupsi menurut Etika), Medan: STT ABDI SABDA, 2005
Barth, Maria
Clarai & B.A.Pareira, Tafsiran
Alkitab Kitab Mazmur 1-72, Jakarta:BPK-GM, 2003
Saragih, Agus
Jetron, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda
Medan Edisi XIV (Tikus-tikus Dari Yerusalem), Medan: STT ABDI SABDA, 2005
C. Barth, Teologi Perjanjiajnn Lama 3, Jakarta:BPK-GM,
2009
Wolf, Herbert, Pengenalan Pentateukh, Malang: Gandum
Mas, 2004
[1] W J S. Purwodarminta,
KUBI, Jakarta:Balai Pustaka, 1991,
hlm. 524
[2] Junaidi Soewartojo.,KORUPSI, Pola kegiatan dan penindakannya
serta peran pengawasan dalam penanggulanganya, Jakarta: Restu Agung, 1995,
hal. 13
[3] Seto Marsunu, Forum Biblica(Suap menurut perjanjian Lama)
LBI
[4] Darmawijaya pr, Jiwa
& Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. 53-55
[5] Robert B. Coote &
Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan proses Pembuatan Alkitab, Jakarta: BPK-GM,
2009, hlm. 61-62
[6] Juna Daniel Saragih, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi
XIV (korupsi menurut Etika), Medan: STT ABDI SABDA, 2005, Hlm. 18
[7] Hidup berbuat adil
adalah hidup tanpa bercelah dihadapan Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan atau
segala sesuatu yang menunjukkan kesetiaan kepada persekutuan. (Maria Clarai
Barth & B.A.Pareira, Tafsiran Alkitab
Kitab Mazmur 1-72, Jakarta:BPK-GM, 2003, hlm 214)
[8] Agus Jetron Saragih, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi
XIV (Tikus-tikus Dari Yerusalem), Medan: STT ABDI SABDA, 2005, Hlm. 2
[9] C. Barth, Teologi Perjanjiajnn Lama 3, Jakarta:BPK-GM,
2009, hlm. 34
[10] Agus Jetron Saragih, Op,Cit. hlm. 3-6
[11] Jika seorang penguasa
atau imam maupun kelompok itu bersalah karena berbuat dosa, maka seekor lembu
jantan harus dikurbankan dan darahnya dibawa kekemah suci dan dipercikkan
didepan tabir penyekat tampat kudus. Baik dosa yang tidak disegaja ataupun dosa
karena kelalaian, memerlukan kurban penghapus dosa untuk memperoleh pengampunan
(Imamat 5:1-4). Herbert Wolf, Pengenalan
Pentateukh, Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 232
[12] Agus Jetron Saragih, Op.Cit, hlm. 8-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar