Kamis, 11 Oktober 2018

Korupsi dan Suap


Nama              : Ikotison
                          I

Korupsi Dan Prilaku Suap Dalam Perjanjian Lama

I.                   PENDAHULUAN
Dalam perkembangan zaman ini istilah korupsi dan suap sudah menjadi erat dalam telinga kita Karen hal di batas sering terjadi dan praktek ini cukup berwarna terkhusus di Negara kita Indonesia. Dimulai dari pegawai negeri, yang bekerja di pemerintahan dan pegawai biasa yang bekerja diperusahaan personal. Praktek ini akan merugikan bebrapa pihak dalam segi apapun, dalam hal inilah bagaimana praktek-praktek tersebut terjadi dalam Perjanjian Lama , dan bagaimana Perjanjian Lama melihat korupsi itu.

II.                PEMBAHASAAN
2.1. Pengertian Korupsi Secara Umum
Dalam KKBI Korupsi adalah penyelewengan atau pengelapan (uang Negara atau perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Menurut Purwodarminta bahwa korupsi itu adalah perbuatan yang buruk (seperti pengelapan uang, penerimaan uang sogok).[1] Sementara Junaidi mengartikan : Korupsi sebagai suatu tingkah laku dan tindakan seseorang yang tidak mengikuti atau melanggar norma-norma yang berlaku serta mengabaikan rasa kasih sayang dan tidak mengikuti atau mengabaikan pengendalian diri sehingga kepentingan lahir dan batin atau jasmani dengan rohaninya tidk seimbang, serasi dan selaras dengan mengutamakan keepentingan lahir berupa meletakkan nafsu duniawi yang berlebihan sehingga merugikan keuangan/kekayaan Negara atau kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.[2] Dan menurut kami penyaji tindakan korupsi adalah tindakan yang tidak merasa malu mengambil yang bukan hak miliknya, serta ingin mendapatkan uang dengan cara tersembunyi.

2.2.  Pengertian Korupsi dan suap dalam PL
Dalam Perjanjian Lama tidak ditemukan yang disebut dengan korupsi tetapi kata yang dekat dengan pengertian korupsi adalah suap, yang ditemukan dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama mengenal beberapa kata sekaligus yang mengacu pada suap pertama syohad  שיוׄהֵד yang mulannya hanya berarti pemberian atau persembahan. Amsal 21:14 memberikan nuansa lain pada kata ini, karena diberikan; di dada (TB: Dirahasiakan). Syokad mengacu pada pemberian yang disampaikan secara tersembunyi. Nabi Yesaya mengecam penerimaan syhohad  yang merupakan hadia atau persembahan yang diberikan untuk menyuap seseorang. Kedua cover כוׄפֵר yang menunjukkan pada uang ganti rugi yang diberikan kepada pihak yang dirugikan oleh pihak yang memyebabkan kerugian. Namun ini juga digunakan untuk menyuap seorang hakim (Samuel 12:3) jelaslah bahwa cover ini bermakna suap. Ketiga itu disebut mattanah מׇתׇּנַה yang berarti   pemberian atau persembahan. Kata ini juga merupakan suap dalam kitab Pengkotbah 7:7. Dalam hokum Musa dengan jelas melarang adanya praktek suap khususnya dalam lingkungan pengadilan. Kel 23:1-9 dan ulangan 16:18-20 yang memberikan tata aturan dalam pengadilan para hakim untuk menerima suap, karena suap membuat buta mata orang melihat dan memutarbalikkan perkara-perkara orang-orang benar. Kel 23:8[3]

2.3. Latar Belakang Terjadinya Korupsi dan Suap
Asal usul umat Israel menurut pendapat para ahli masa kini adalah semi-nomaden, terutama adalah kaum pengembala. Namun hal ini bergeser kepada setelah mereka tiba di tanah Kanaan. Mereka mulai meniggalkan cara hidup yang semi-nomade dan memulai hidup dengan bertani. Tanah dibagikan menurut jumlah anggota suku dan mendapat bagian sebagaimana mestinya. Namun jika kita melihat kehidupan Kaleb yang merebut bagian Debir. Hal ini menunjukan bahwa pada masa para hakim juga sudah ada praktek ketidakadilan. Penyalahgunaan kedudukan juga dapat kita temui dalam kasus anak-anak Samuel yang menyalagunakan kedudukan (1 Sam 8:3).[4] Setelah Salomo meninggal dunia, kerajaan yang besar terpecah menjadi dua bain besar dan ternyata kursi singasana menjadi rebutan para keturunan Salomo. Beberapa diantara para raja saling guling-menngulingakan. Keadaan ini berdampak pada juga dalam kehidupan sehari-hari mayarkat. Dimasa pemerintahan Yerobeam dan Uuzia, system pertanian komersial dipaksakan dann hal ini berakibat pada masyarakat orang-orang pedesaan. Hal ini meengakibatkan spesialisasi produksi pertanian dan petani juga dibebankan pajak sehingga para petani tidak bisa lagi mempraktekan system rotasi ladangnya, mengosongkan tanah, menanam kacangg-kacangan untuk memperbaharui gizi dalam tanah. Jelas saja dari jenis tanah seperti itu mereka menghasilkan sedikit makanan dengan kerja lebih keras dengan modal yang lebih tinggi mengakibatkan para petani mengadaikan tanah mereka kepada tukang kredit.[5]


2.4.  Korupsi dan Praktek Suap dalam PL
Dalam Perjanjian Lama korupsi dan suap merupakan hala yang dilarang PL yang menentang kebenaran Allah karena cendering mnindas dan menyengsarakan orang-orang lain dan orang kecil. Dan sering kali untuk mendapatkan sesuatau dalam kelompok praktek suap dipergunakan. Mencampakkan kebenaran mengirauka kebenaran dan keadilan yang harus dipegang melaiankan memutarbalikkan Karena uang suap Amos 5:12. [6] Dalam hal ini besar kemungkinan para penguasa dan pengusaha baik dalam praktek bidang pemerintahan dan keagamaan di zaman PL sudah mengenal dan melakukan praktek suap. Hal ini terlihat dari frekuensi kehadiran istilah syohad yang muncul sebanyak 23 kali (Ul. 10:17, Yes 5:23, Maz 26:10 dlln) dan istilah cover muncul sebanyak 13 kali  (Keluaran 21:30, Amsal 6:35 dlln). walaupun ada banyak perktek-paraktek suap atau korupsi dalam Perjanjain Lama, namun dalam Perjanjian Lama mengecam orang-orang yang melakukan suap karena dilihat sebagai tindakan melawan perintah Tuhan dan perilaku yang tidak adil[7] II Tawarik 19:7.[8] Pada masa nabi Yesaya yang seorang putra Yerusalem yang mengejutkan warga-warga kota dengan beri pemusnahan yang akan menimpah kota itu, karena bagaimana kota ini yang dahulunya hidup setia sekarang sudah menjadi sundal  (Yes 1,21) dari ucapan ini teranglah batapa beratnay para pemimpin Yerrusalem terutama rajannya yang memberontak dan bersekongkol dengan pencuri, dan semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok[9] ini artinnya bahwa aksi praktek suap dan menyokok dalam perjanjian Lama sudah digunakan para pemimpin masyarakat, yang mestinya menjaga keadilan dan ketntraman dalam sebuah pemerintahan. 
Korupsi dan suap dalam pembagain PL[10]:
-          Dalam kitab-kitab Taurat
            Tidak menyinggung tentang suap namun Taurat tidak menganjurkan melakukan suap bahkan dilarang keras. Hal ini jelas dari pembacaan Keluaran 23:8, suap adalah hal yang sangat dilarang karena dapat memutarbalikkan kebenaran. Praktek suap tidak pernah mendidik orang lain apa lagi melakukan kebenaran. Kitab Taurat juga melarang menerima suap untuk menolong orang yang merencanakan kejahatan jika kasus ini terjadi tidak hanya yang menerima suap tersebut dihukum melainkan yang menerima suap itu akan dikutuk.
-          Menurut kitab Nabi-nabi
Yang mengangkat suap dalam misi pemberitaannya yaitu:
Yesaya 1:23, ia melihat bahwa pemerintah Israel dibawah raja Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia (745-697 sM). Raja –raja ini cemderung terlibat dalam kasus suap dalam berperkara kaum miskin. Penguasa ini sering bersekutu dengan penjahat sehingga menjadi korban adalah orang miskin, anak yatim, dan janda-janda. Amos juga mengecam kkerasn praktek suap dan diliht sebagai dosa[11] atau kejahatan besar (Amos 5:12). Kasus suap dalam Amos dekat dengan peradilan di Bait atau di istana kerajaan (hekol). Sebenarnya hakim berdiri didepan pengadilan menyuarakan keadilan tetapi ternyata mereka diam karena suap. Bukan saja kaum pentinggi namun penjaga pintu bait juga Seharusnya memberitkan keadilan tetapi Karen sudah menerima suap dari orang kaya maka mereka diam.  Pengaruh suap ini cukup mempengaruhi masyarakat terkhusus orang-orang kaya, dimana orang-orang kaya tidak suka mendengar teguran-teguran di bait apalagi perkataan jujur yang menyakiti mereka, sehingga degan uang sogok mereka harus memberitakan ketidak jujuran.
Masa Mika juga menyuarakan agar para pemimpin Israel menjaukan diri dari suap. Namun penyataan itu dapat dibeli dengan uang. Imam merupakan pelayan umat yang tidak mengaharapkan suap karena kebutuhan mereka sudah cukup sebagai imam dan mejadi teladan dalam melakukan apa yang dianjurkan dan dilarang Allah (Hag 2:12-14). Rupanya pada zaman Mika para imam sangat tergantung kepada suap. Nabi Yeheskiel melihat suap sama dengan kasus pelacur karena. Kedua kasus ini menjual kebenaran dan kekudusan demi uang atau materi. Suap tidak pernah dibenarkan walaupun dengan alasan demi kekuatan dan perlindungan (Yeh 16:33-34). Tetap itu adalah hal yang merugikan dan akan mendapat hukuman
-          Menurut Kitab-kitab
Banyak menyaksikan tantang tanggapan mereka dengan peraktek suap. Kitab Mazmur mejelaskan keadaan ini sangat menodai peradilan di Israel sebagai umat Tuhan (Maz 26:10). Para penegak keadilan sering memutar bailikkan kebenaran demi mendapat keuntungan. Zaman Mazmur ini juga sering terjadi perkara antara orang kaya dengan  orang miskin dalam hal pinjam meminjam. Mereka juga disebut kumpulan penjahat, kumpulan penjahat yang dimaksud pemazmur adalah penguasa yang ingin memeras kelompok (korupsi). Walaupun mereka sudah melakukan pekerjaan munafik ini namun mereka masih mampu berdiri didapan Bait dan mengaku sebagai umat Allah. Kitab Ayub menyatakan masa depan penyuap adalah sama seperti tumbuhan yang semakin lama semakin layu dan hingga akhirnya akan mati sebelum waktunya dan api akan memakan yang malakukan suap (Ayub 15:34). Dalam kitab sejarah pun mengisahkan tentang larangan suap, larangan suap dipahami sebagai hal yang teologis Karen Allah tidak menerima Suap ataupun sogok (II TAW 19:7). Allah ingin membawa segala sesuatu yang dilakukan didalam bait termasuk upacara korban adalah wujud syukur bukan sebagai sogok. Praktek suap bukan peranan Allah dan orang yang tidak melakukan suap akan merasakan kehadiran Allah.
2.5. Jangan Mencoba Menyuap Tuhan
Ulangan 10:17 dan 2 Tawarik 19:7 secara tegas menyatakan bahwa Tuhan tidak memihak. Dalam kedua ayat ini, ketidakperpihakan Tuhan berkaitan erat dengan hal tidak menerima suap. Jika dipahami dalam bahasa pengadilan, pernyataan bahwa Tuhan tidak memihak dan tidak menerima suap, ini berarti bahwa Tuhan tidak dapat dipengaruhi dalam mempertimbangkan perkara dan mengambil keputusan suatu hal yang sering terjadi dalam pengadilan manusia. Secara sempurna Allah mengetahui siapa yang benar dan salah dan menghajar setia orang sesuai dengan perbuatannya (Yer 17:10).
Seruan untuk tidak menyuap Allah hanya terdapat pada kitab Sirakh(Sir 35:11). Mencoba menyuap Tuhan berarti menempatkan Tuhan sebagai hakim yang korup. Kata Bin Sirakh mustahil untuk menyuap Tuhan, karena Tuhan tidak membutuhkan apa pun dari manusia karena sebaliknya segala yang manusia miliki adalah berasal dari-Nya. Maksudnya “menyuap Tuhan” adalah pada konteks social politik zaman Sirakh, ia hidup ketika palestina di kuasai Siria. Pada zaman itu jurang antara orang kaya dan miskin sangat terlihat sekali. Orang miskin ditindas dan dikenakan pajak sedangkan orang kaya bekerja untuk pemerintah dan mengambil keuntungan banyak dari orang-orang miskin. Dalam lingkungan politik demikian, suap adalah suatu hal yang wajar. Tetapi yang menjadi tidak wajar Bin Sirakh melihat bahwa, mereka juga ingin menyuap Tuhan. Bin Sirakh menjajarkan suap dengan persembahan yang tidak adil, yakni persembahan yang  berasal dari ketidakadilan. Mereka memeras orang-orang miskin dan membawa sebagain hasil rampasan itu kepada Tuhan, mereka mengharapkan agar Tuhan tidak melihat dan tidak memperhitungkan dosa dan kesalahan yang mereka lakukan. Bin Sirakh menyakinkan bahwa persembahan mereka tidak akan diterima oleh Tuhan meskipun berapa banyaknya.

2.6. Upaya Penanggulangan Korupsi Dan Suap
Upaya penanggulangannya yang seharusnya dilakukan adalah mengembalikan kepada hakekat kemausiannya yang sebenarnya sebagai gambar dan rupa Allah. Untuk mengembalikan hakekat kemanusian bukan hal yang mudah,  tidak cukup dengan merumuskan peraturan dan aturan main, tetapi yang lebih utama adalah menyadarkan hakekat kemanusiaannya sebagai ciptaan Tuhan. Jangan korupsi bukan karena takut kepada hokum atau takut dilihat orang lain tetapi seharusnya karena takut kepada Allah.[12]

III.             KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa kata korupsi itu tidak ditemukan dalam Perjanjian Lama, namun yang ditemukan adalah suap yang eksisteensinya sama dengan korupsi. Suap sering terjadi dalam Perjanjian Lama dan itu merupakan hal yang sangat dilarang keras oleh YAHWE karena dapat memutar balikkan kebenaran yang sesungguhnya. Praktek-praktek ini kerap kali terjadi bukan hanya dipolitik budaya dan ekonomi namun dalam Perjanjian Lama praktek ini sering terjadi dibait Allah dan dilakukan oleh para mereka yang bekerja dan melayani di Bait. 

IV.              REFLEKSI TEOLOGIS
Korupsi dan praktek suap merupakan hal yang sudah terjadi di dalam Perjanjian Lama dan itu dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan-jabatan tertentu. Memang sulit untuk mengidentifikasikan kapan mereka melakukan peraktek ini namun yang pasti ini adalah soal keadilan, yang dilarang keras oleh Perjanjian Lama terkhusus dalam perintah Tuhan. Keadilan dalam melakukan sesuatu adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan ini, karena Allah adalah adil (Mazmur  116:5 TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang.). Akhir-akhir ini kita sudah dikejutkan dengan beberapa kejadian di Negara kita yang memang termasuk mengenai praktek suap dan korupsi yang sudah membuatakan mata rohani kita tertutup,  karena ketika  menerima sesuatu yang membuat pihaknya untung. Suap dan korupsi bukan hanya mengenai materi namun ketika kita melakukan sesuatu dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan untung adalah bagian dari korupsi dan prktek suap serta merupakan keadilan.

V.                 DAFTAR PUSTAKA
W J S. Purwodarminta, KUBI, Jakarta:Balai Pustaka, 1991
Soewartojo, Junaidi.,KORUPSI, Pola kegiatan dan penindakannya serta peran pengawasan dalam penanggulanganya, Jakarta: Restu Agung, 1995
Marsunu Seto,. Forum Biblica(Suap menurut perjanjian Lama) LBI
Darmawijaya pr,. Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Coote, Robert B. & Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan proses Pembuatan Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009
Saragih,Juna Daniel., Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (korupsi menurut Etika), Medan: STT ABDI SABDA, 2005
Barth, Maria Clarai & B.A.Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72, Jakarta:BPK-GM, 2003
Saragih, Agus Jetron, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (Tikus-tikus Dari Yerusalem), Medan: STT ABDI SABDA, 2005
C. Barth, Teologi Perjanjiajnn Lama 3, Jakarta:BPK-GM, 2009
Wolf, Herbert, Pengenalan Pentateukh, Malang: Gandum Mas, 2004





[1] W J S. Purwodarminta, KUBI, Jakarta:Balai Pustaka, 1991, hlm. 524
[2] Junaidi Soewartojo.,KORUPSI, Pola kegiatan dan penindakannya serta peran pengawasan dalam penanggulanganya, Jakarta: Restu Agung, 1995, hal. 13
[3] Seto Marsunu, Forum Biblica(Suap menurut perjanjian Lama) LBI
[4] Darmawijaya pr, Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. 53-55
[5] Robert B. Coote & Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan proses Pembuatan Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 61-62
[6] Juna Daniel Saragih, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (korupsi menurut Etika), Medan: STT ABDI SABDA, 2005, Hlm. 18
[7] Hidup berbuat adil adalah hidup tanpa bercelah dihadapan Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan atau segala sesuatu yang menunjukkan kesetiaan kepada persekutuan. (Maria Clarai Barth & B.A.Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72, Jakarta:BPK-GM, 2003, hlm 214)
[8] Agus Jetron Saragih, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (Tikus-tikus Dari Yerusalem), Medan: STT ABDI SABDA, 2005, Hlm. 2
[9] C. Barth, Teologi Perjanjiajnn Lama 3, Jakarta:BPK-GM, 2009, hlm. 34
[10] Agus Jetron Saragih, Op,Cit. hlm. 3-6
[11] Jika seorang penguasa atau imam maupun kelompok itu bersalah karena berbuat dosa, maka seekor lembu jantan harus dikurbankan dan darahnya dibawa kekemah suci dan dipercikkan didepan tabir penyekat tampat kudus. Baik dosa yang tidak disegaja ataupun dosa karena kelalaian, memerlukan kurban penghapus dosa untuk memperoleh pengampunan (Imamat 5:1-4). Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh, Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 232
[12] Agus Jetron Saragih, Op.Cit, hlm. 8-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar