Kamis, 11 Oktober 2018

KOTBAH 2 TIMOTIUS 4 : 1 - 5


Bahan Kotbah: Minggu, 07 Oktober 2018[1]
Nats                : 2 Timotius 4 ; 1 – 5
Thema            : Menjadi Pemberita Firman
Pendahuluan
Dari teologi Luther kita sangat mempercayai bahwa pemberitaan Firman adalah sebagai titik utama dalam Agama Kristen, dan seharusnya itu terbukti dalam peribadahan serta kehidupan kita sehari-hari. Dan kalau kita jauh memandang kebelakang ada banyak nabi-nabi, Imam,hakim, Raja, rasul-rasul sebagai tokoh pemberitan firman tersebut. Dari manakah orang percaya mengerti firman kalau kita tidak mendengar, dari manakah kita mendengar kalau tidak ada pemberitaan, dari manakah pemberitaan itu kalau tidak ada oknum yang memberitakan. Sifat continuetas yang selalu berkesinambungan sehingga Firman itu tetap menjadi populer, kontekstual dan mampu menjawab pergumulan-pergumulan dalam hidup kita. Namun, disamping ituperlu ada oknum yang  benar-benar terpanggil menuaikan tugas pelayanannya.
Penjelasan Teks
            Dalam prikop ini Paulus datang melalui anak sah Paulus di dalam iman, merujuk kepada jemaat-jemaat yang sudah mulai bekembang dalam hal pemberitaan di beberapa Asia kecil. Surat ini sering disebut dengan Surat pastoral/pribaditerkhusus dalammenguatkan dan memberi semangat untuk setiap pemberita. Paulus mengharapkan dan menegaskan walaupun ia harus dipenjara dan memasuki tahap penderiataan namun, pemberitaan itu adalah tanggung jawab baginya sebagai orang percaya.Ditengah-tengah memulai perkembangan injil itu, sekaligus juga banyak pemberita-pemberita sesat yang cukup berkembang.Hal inilah yang menjadi ketakutan Paulus kelak jemaat itu mengalami kemunduran dan mengikuti ajaran yang diberitakan para penyesat. Penegasan itu tampak pada ayat 1, ia mengalaskan demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya. Dasarpenyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya inilah yang ditemukan oleh Paulus bahwa kehidupan kita juga terpaut dalam   pemberitaan Firman, sehingga nyatalah penyataan dan kerjaan Allah di dunia ini. Masa penghakiman orang yang hidup dan mati itu identik dengan kedatangan Yesus (epiphanieia) sehingga sipemberita tidak boleh lagi membuang-buang waktu dan berleha-leha. Lalu apakah yang harus dilakukan?beritakanlah firman , sebab pemberitaan itu adalah kewajiban setiap orang percaya. Karena Tuhan akan menuntut pertangung jawaban kita (1 Kort 9 :16-17) karena ketika tidak ada pemberitaan firman maka yang ada adalah kecelakaan.
Kapankah seharunya pemberitaan itu? Pemberitaan itu sudah terjadi semenjak Allah mencipta dunia ini, dan itu akan ada sampai kelak kedatangan nya, sehingga beritakanlah Firman itu baik atau tidak baiknya waktu. Sungguh, bahwa pemberitaan itu harus tersalur kapan pun, dimanpun, dan dalam konteks apa pun. Ini pertanda bahwa Paulus mengharapkan pemberitaan injil itu yang akan mempengaruhi segala aspek kehidupan jemaat Asia kecil, Firman itu seharusnya mempengaruhi kenteks manusia bukan malah sebaliknya. Baik atau tidak baik waktunya, karena ada waktunya orang tidak mendengarkan ajaran sehat lagi (ajaran sehat artinya ajaran murni). Ungkapan Paulus ini  dipengaruhi konteks yang terjadi pada saat itu,  sudah banyak para pemberita hanya memberitakan untuk menyenangkan telinga. Tidak ada lagi ajaran sehat, tidak ada lagi menyatakan kesalahan, tidak lagi berisi tegoran, tidak lagi berisi nasehat sehingga firman yang benar-benar utuh dan murni bukan lagi menjadi kebutuhan utama.  Paulus menegaskan kembali ayat 2 itu dengan menyatakan pada ayat 5 supaya menunaikan tugas pelayanan. Walaupun dunia tidak baik, atau lebih memilih memuaskan keinginan manusiawinya pemberita itu harus menguasi diri, sabar dalam penderitaan. Sifat ini terpatri dalam diri Paulus dan terkhusus dalam diri Yesus Kristus demi menyatakan kemuliaan dan kerjaanNya dalam Firman itu Ia harus menderita dan rela mati di kayu salib.
Renungan
-          Hari ini adalah bukti bahwa pemberitaan Firman itu tanggungjawab setiap orang percaya. Bukan hanya pimpinan gereja, pelayan gereja, atau tim khusus namun setiap orang percaya.
-          Apakah yang diberitakan seorang pemberita? Tentu adalah Firman itu sendiri (2 Kort 2 : 17), sebab pemberitaa itu adalah menghadirkan penyataan Allah dan kerajaan Allah kepada semua orang yang mendengar. Dan setiap orang yang mendengar mengerti kemuliaan dan kerajaan.
-          Ada waktunya firman itu tidak lagi menjadi kebutuhan yang pokok, namun tetapi sebagai orang Kristen pemberitaan itu adalah harus/tiboleh ditawar-tawar.Walapun dunia ini menganggap kita muda, tidak pintar berbicara, kurang berpengalaman, dianggap bodoh, kotbah kita membosankan. Tetapi jikalau firman itu murni, baik atau tidak baik perlu ada pemberitaan. Melalui firman ini kita tegaskan bahwa pemberita itu adalah orang yang akan melewati penderitaan jadi perlu mengawasi berbagai hal (1 Tim. 4 : 16). AMIN...


[1] Kebutuhan pelayanan GKPI Jemaat Khusus Jambi Kota dalam sermon pentua.

kOTBAH KOLOSE 4 : 1 - 6



Nats Khotbah                        : Kolose 4 : 1 – 6 
                                                                                                
Pendahuluan
Kota kolose yang tidak jauh dari Laodikia, kota ini banyak di huni oleh orang-orang Yahudia Fanatik yang menenkankan perlunya hukum keupacaraan. Dan tujuan surat ini adalah menguatkan iman dari jemaat Kolose supaya dapat membentengi yang datang dari lingkungan serta acara filosoifi agama budaya kuno pada masa itu. Sehingga Paulus menasehat mereka tentang jati diri mereka sebagai orang Kristen yang sejati untuk memikirkan hal-hal yang sorgawi. Mendorong Jemaat ini juga bertekun dalam mendalami ajaran-ajaran yang kristiani, disamping itu sebagai orang Kirsten yang sejati seharusnya menunjukkan perbedaan yang sangat siknifikan bagaimana kelayakan hidupnya sehari-hari sebagai orang Kristen. Atas dasar apa yang di imani jemaat Kolose itu juga harus diwujudyatakan bagi hidupnya sehari hari. Karena banyak ajaran yang berkembang tidak menunjukkan pola hidupnya yang sesungguhnya, misalkan etika berbicara, hubungan sosial, keadilan, dan gaya bicara.
Pembahasan Nats
Dalam Nast ini Paulus memulai pasal 4 dengan pesan kepada tuan-tuan tentang bagaimana mereka menengahkan Keadilan yang dikehendaki dari para tuan: berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu (ay. Kolose 4:1), bukan hanya keadilan yang sepenuhnya, tetapi juga pemberian hak dan kebaikan. Tepatilah janji-janji kalian kepada mereka, dan perbuatlah apa yang telah kalian sepakati. Janganlah mencurangi hak mereka, atau jangan menahan upah dari buruh (Yak. 5:4). Jangan menuntut lebih dari apa yang mampu mereka kerjakan, dan jangan membebani mereka secara tidak masuk akal dan melampaui kekuatan mereka. Sediakanlah apa yang layak bagi mereka, sediakan kebutuhan makanan dan jasmani yang memadai untuk mereka, dan izinkan mereka mendapat keleluasaan yang diperlukan supaya dapat bekerja dengan riang dan lebih mudah. Alasan yang baik mengapa harus berlaku demikian: “Ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga. Kalian, yang merupakan tuan-tuan bagi orang lain, juga memiliki Majikan dan merupakan hamba dari Tuan yang lain. Kalian bukanlah tuan atas diri kalian sendiri, dan harus bertanggung jawab terhadap Tuan di atas kalian. Maka, perlakukanlah hamba-hamba itu sebagaimana kalian ingin diperlakukan oleh Allah, dan perbuatlah itu sebagai orang-orang yang percaya bahwa semua hal harus dipertanggungjawabkan.
Jika perikop ini dianggap terkait dengan ayat sebelumnya, maka kita bisa mencermati bahwa sudah merupakan kewajiban yang harus dilakukan para tuan untuk berdoa bersama dengan para hamba mereka, dan berdoa setiap hari bersama mereka, atau untuk bertekun dalam doa. Mereka bukan hanya harus berlaku adil dan baik terhadap para hamba mereka itu, tetapi juga harus bertindak seperti orang Kristen yang saleh, yang peduli terhadap jiwa mereka, selain terhadap raga mereka: “Sebagai bagian dari tanggung jawabmu, dan juga di bawah pengaruhmu, perhatikanlah juga mengenai berkat Allah ke atas mereka, sebagaimana kamu memperhatikan keberhasilan urusanmu di tangan mereka.” Inilah kewajiban setiap orang, yaitu bertekun dalam doa. “Peliharalah waktu-waktu doamu, tanpa teralihkan oleh urusan lain. Jagalah hatimu supaya tetap melekat pada kewajiban itu, tanpa berbelok atau menjadi surut, bahkan sampai pada kesudahannya: Berjaga-jagalah. “ Orang-orang Kristen harus mempergunakan seluruh kesempatan doa mereka dan memilih saat yang tepat untuk melakukannya, yaitu saat yang bebas dari gangguan hal-hal lain. Mereka juga harus menjaga pikiran supaya terpusat pada kewajiban itu, dan dalam keadaan yang sesuai untuk itu, sambil mengucap syukur, atau dengan ungkapan khidmat untuk mensyukuri belas kasihan yang sudah diterima. Pengucapan syukur haruslah menjadi bagian dalam setiap doa. Berdoa jugalah untuk kami (ay. Kolose 4:3). Jemaat harus berdoa secara khusus bagi para pelayan Tuhan yang melayani mereka dan selalu mengingat mereka dalam hati saat menghampiri takhta kasih karunia. Seolah-olah Rasul Paulus berkata, “Jangan lupakan kami saat kalian sedang berdoa bagi diri kalian sendiri,” (Ef. 6:19; 1Tes. 5:25; Ibr. 13:18). Supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, yaitu memberi kami kesempatan untuk memberitakan Injil (demikian katanya, di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting [1Kor. 16:9]), atau memberiku kecakapan dan keberanian, dan memampukanku dengan keleluasaan dan kesetiaan (Ef. 6:19), juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Kristus, yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Ini bisa diartikan sebagai ajaran terdalam Injil yang diterangkan dengan jelas, dengan Kristus sebagai pokok pembicaraan utamanya (dia menamakannya rahasia Injil [Ef. 6:19]), atau mungkin juga berarti pemberitaan Injil bagi kaum bukan Yahudi, yang dinamakannya sebagai rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad (1:26) dan misteri Kristus (Ef. 3:4). Karena perkara inilah Paulus sedang dipenjarakan. Dia ditawan di Roma, karena perlawanan keras dari orang-orang Yahudi yang jahat. Dia ingin supaya jemaat berdoa baginya, supaya dia tidak menjadi tawar hati dalam pekerjaannya, atau teralihkan dari pekerjaannya itu oleh karena penderitaannya: Dengan demikian aku dapat menyatakannya, sebagaimana seharusnya (ay. Kolose 4:4). Supaya aku dapat menyingkapkan misteri ini kepada orang-orang yang belum mendengarnya, dan menjelaskannya dengan cara yang layak sampai mereka memahaminya. Dia sudah pernah memberitahukan secara khusus apa yang didoakannya bagi mereka (ps. 1).
Rasul Paulus menasihati mereka lebih jauh lagi supaya berlaku sepatutnya terhadap semua orang yang bergaul dengan mereka, terhadap dunia yang tidak percaya, atau orang-orang yang berada di luar jemaat Kristen tempat mereka tinggal (ay. Kolose 4:5): Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar. Berhati-hatilah dalam segala tindak-tandukmu dengan mereka, supaya mereka tidak melukai kalian, atau menulari kalian dengan kebiasaan mereka, sebab pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. Juga, supaya kalian tidak melukai mereka, atau menambah prasangka mereka terhadap agama, dan membuka peluang bagi mereka untuk tidak menyukainya. Ya, berbuatlah sebanyak mungkin bagi mereka, dan dengan sarana yang paling cocok dan di waktu yang paling tepat, arahkanlah mereka pada agama. Pergunakanlah waktu yang ada. Artinya, “manfaatkan setiap kesempatan untuk berbuat baik kepada mereka, dan manfaatkan waktumu untuk melaksanakan kewajiban kalian“ (ketekunan mempergunakan waktu sangat mengangkat pendapat orang mengenai agama), atau juga, “hidup dengan hati-hati dan saksama, supaya mereka tidak punya alasan untuk menentang kalian, atau membuat diri kalian rentan terhadap kejahatan dan niat buruk mereka” (Ef. 5:15-16). Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat, artinya, penuh dengan marabahaya, atau saat-saat yang penuh dengan kesukaran dan penderitaan. Dan terhadap orang lain, atau orang-orang yang ada di dalam maupun di luar jemaat, “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih (ay. Kolose 4:6). Biarlah seluruh percakapanmu seperti layaknya percakapan orang-orang Kristen, sesuai dengan pengakuan imanmu, yaitu sedap didengar, santun, dan pada tempatnya.” Meski tidak selalu berwujud kasih, tetapi hendaknya senantiasa penuh dengan kasih. Dan, meski percakapan kita itu mencakup hal-hal yang lumrah, hendaknya tetap ada secercah kesalehan di dalamnya dan harus dilakukan dengan cara Kristen yang tidak hambar.


APLIKASI
Bahwa kita adalah sama-sama hamba dari Tuhan yang sama dalam hubungan yang berbeda, dan pada akhirnya, sama-sama harus bertanggung jawab kepada-Nya. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka.” (Ef. 6:9). Sehingga tidak ada yang membedakan kita antar lainya , wibawah atau jabatan sebagai hamba itu yang harus kita perankan di dalam hidup kita.
Kasih karunia adalah garam yang membumbui percakapan kita, membuatnya sedap, dan menjaganya dari kebusukan. Sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang. Sebuah jawaban layak diberikan pada seseorang, dan jawaban lainnya pada orang yang berbeda (Ams. 26:4-5). Kita amat membutuhkan banyak hikmat dan kasih karunia untuk memberi jawab yang layak kepada setiap orang, terutama dalam menjawab pertanyaan dan keberatan dari para musuh mengenai agama kita, dalam menerangkan dasar-dasar iman kita, dan dalam menunjukkan betapa tidak beralasannya tentangan dan kecaman mereka. Ini semua demi keuntungan bagi kepentingan kita dan untuk mengurangi prasangka mereka terhadap kita. Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat (1Ptr. 3:15).
Di sini dia memberi tahu mereka dengan saksama mengenai apa yang diinginkannya supaya didoakan oleh mereka bagi dirinya. Paulus sangat cakap dalam berbicara, tapi dia tetap saja meminta mereka supaya mendoakannya, sehingga dia bisa diajari bagaimana untuk bicara. Orang-orang Kristen yang terbaik dan tercakap pun membutuhkan doa orang-orang Kristen lainnya yang lebih sederhana, dan tidak terlalu angkuh untuk memintanya. Para pemberita yang hebat membutuhkan doa, supaya Allah membukakan pintu untuk pemberitaan mereka, dan supaya mereka dapat berbicara sebagaimana yang seharusnya.


Kotbah Yosua 1 : 6 - 9


Bahan Kotbah: Minggu, 14 Oktober 2018[1]
Nats                : Yosua 1 : 6 - 9
Thema            : Teguhkanlah Hatimu
Pendahuluan
Mungkin kita sudah sering mendengarkan kata teguhkanlah hatimu, dan biasanya kata ini di alamatkan kepada seseorang yang lemah atau yang sedang mengalami penderitaan misalkan: kepada orang sakit, kepada yang sedang berduka, dan sedang mengalami musibah. Kata ini adalah harapan atau berisi doa, sehingga di dalamnya ada ajakan yang di inginkan oleh si pemberi kalimat  kepada oknum yang mengalami kehidupan sulit tersebut. Isi harapan dan doa itu adalah: supaya si penderita mengalami pembaharuan dan semangat hidup, serta percaya di dalam keteguhan hatinya. Namun dalam konteks Yosua bukanlah kesedihan sakit, atau bencana alam, namun yang di alami adalah persiapan akan menjadi pemimpin bagi bangsa Israel.
Penjelasan Teks
            Kitab Yosua ini bukan lagi bagain dari kelima kitab Pentateukh/kelima kitab Musa tetapi bagian dari kelanjutan kitab tersebut. Dimana Musa sebelumnya memimpin bangsa Israel dari Mesir dalam perjalanan di padang gurun. Dalam perjalan di dataran Moab matilah Musa dan dikuburkan di tantangan Bet-peor, sehingga selama 30 hari bangsa itu berkabung menangisi kepergiaanya. Dengan peristiwa kematian Musa maka Allah akan mengangkat Yosua menjadi penerus kepemimpinannya  menuju tanah Kanaan (Psal 1 : 1 - 2). Yosua sebagai hamba Tuhan tentunya harus mempersiapkan diri secara serius, sebab menjadi pemimpin bagi Bangsa Israel sangat perlu sikap yang serius. Hal itu dilihatnya pada masa kepemimpinan Musa, dimana bangsa itu sering menolak bahkan tidak mengikuti perintah Tuhan melalui Musa.
            Maka dalam pemilihan itu Allah mempersiapkan diri Yosua untuk tampil sebagai pemimpin yang baik. Dalam persiapan inilah maka Allah menyampaikan beberapa hal, dan tiga diantaranya yang dapat kita jelaskan:
-       Kuatkan dan Teguhkan Hati
Dalam pasal ini ada 4 kali nasehat yang di alamatkan kepada Yosua, biasanya kalau teks disampaikan berulang-ulang tentu ada tekanannya, atau hal itu sangat penting untuk di dengarkan. Kalimat itu ada pada ayat 6. 7, 9 dan juga ayat18. Kata kuatkan ini terdapat juga dalam teks lain yang di dalamnya mengandung arti “mengeras, menjadi kuat, bertumbuh kuat, berani, teguh, tegas dlln”. Dan kata teguhkanlah :menyiratkan kualitas manusia yang berlawan dengan sifat pengecut, dan sifat ini dihubungkan kepada mereka-mereka yang Syahid dengan rasa percaya penuh kepada Yesus Kristus yang tidak bersumber kepada diri sendiri namun kepasrahan penuh kepada Allah. Pengunaan kalimat ini biasanya di alamatkan kepada hamba Tuhan yang mengalami ketakutan yang begitu dalam. Ketakutan inilah yang di alami oleh Yosua, ia merasa dirinya tidak sanggup menjadi hamba Tuhan dan sekaligus sebagai pemimpin bangsa itu. Jadi Yosua perlu memiliki rasa teguh dan berani bukan pada dirnya namun berserah penuh kepada sumber utama yaitu Allah. 
-       Selalu berjalan dalam hukum taurat
Disamping itu Yosus perlu bijak dan berhati-hati serta tidak menyimpang kenanan dan kekiri dalam mengemban tugasnya. Karena ia akan berjalan sekaligus akan berperang melawan para bangsa-bangsa kuno yang percaya kepada Baal dan dewa. Sehingga perjalanan kepemimpinan itu harus di dalam hukum Taurat yaitu Firman Tuhan. sehingga ayat 8 Allah tegaskan ia perlu merenungkan dan memperkatakan Firman itu siang dan malam. Kata siang dan malam adalah bentuk metafora sebab siang digambarkan sebagai titik perubahan matahari terbit setiap hari, dan malam adalah sebuah kegelapan yang berbahaya, dan kedua kata ini sifatnya selalu berulang kali. Sehingga untuk ketetapan Firman itu harus direnungkan dan diperkatakan setiap saat, hari ini juga, baik dalam kondisi bahaya, dan untuk selama-lamanya. Sehingga dengan itu Yosua akan beruntung dan berhasil membawa bangsa itu ke tanah perjanjian.
-       Yakinlah Tuhan menyertai
Yosua harus memiliki keyakinan di atas maka maka ia sampai kepada penyertaan Tuhan itu. Kali ini ia akan memasuki kota Yeriko, menyemberangi sungai Yordan, melawan bangsa Gileat dan kota Dan. Ia sadar bahwa bangsa itu tidak memiliki kekuatan apa-apa termasuk ke ahlian dalam perang. Namun dengan keyakinan kepada penyertaan Tuhan maka Yosua akan disanggupkan Tuhan.
Renungan
            Saudara Kristen!! masih banyak hal-hal baru yang akan datang, atau masih banyak peralihat-peralihan yang akan kita hadapai bahkan sangat berbeda-beda. Namun kebijakan kita adalah tetap kuat, bertumbuh kokoh selalu di dalam kepasrahan yang penuh kepada Tuhan kita Yesus Kristus (Fil 4 : 6). Kita juga akan berperang melawan iblis, menyemberangi sungai kehidupan, kekuatan kita hanyalah ketika kita hidup dan berjalan dalam Injil itu, hidup dengan benar tidak neko-neko, menyimpang kekanan dan kekiri. Sebagai pemimpin di rumah tangga, di lembaga, atau dimanapun kita akan berhasil kalau kita tetap dalam posisi setia akan ketetapan hukum Tuhan. Amin 


[1] Kebutuhan pelayanan GKPI Jemaat Khusus Jambi Kota dalam sermon pentua.

Korupsi dan Suap


Nama              : Ikotison
                          I

Korupsi Dan Prilaku Suap Dalam Perjanjian Lama

I.                   PENDAHULUAN
Dalam perkembangan zaman ini istilah korupsi dan suap sudah menjadi erat dalam telinga kita Karen hal di batas sering terjadi dan praktek ini cukup berwarna terkhusus di Negara kita Indonesia. Dimulai dari pegawai negeri, yang bekerja di pemerintahan dan pegawai biasa yang bekerja diperusahaan personal. Praktek ini akan merugikan bebrapa pihak dalam segi apapun, dalam hal inilah bagaimana praktek-praktek tersebut terjadi dalam Perjanjian Lama , dan bagaimana Perjanjian Lama melihat korupsi itu.

II.                PEMBAHASAAN
2.1. Pengertian Korupsi Secara Umum
Dalam KKBI Korupsi adalah penyelewengan atau pengelapan (uang Negara atau perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Menurut Purwodarminta bahwa korupsi itu adalah perbuatan yang buruk (seperti pengelapan uang, penerimaan uang sogok).[1] Sementara Junaidi mengartikan : Korupsi sebagai suatu tingkah laku dan tindakan seseorang yang tidak mengikuti atau melanggar norma-norma yang berlaku serta mengabaikan rasa kasih sayang dan tidak mengikuti atau mengabaikan pengendalian diri sehingga kepentingan lahir dan batin atau jasmani dengan rohaninya tidk seimbang, serasi dan selaras dengan mengutamakan keepentingan lahir berupa meletakkan nafsu duniawi yang berlebihan sehingga merugikan keuangan/kekayaan Negara atau kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.[2] Dan menurut kami penyaji tindakan korupsi adalah tindakan yang tidak merasa malu mengambil yang bukan hak miliknya, serta ingin mendapatkan uang dengan cara tersembunyi.

2.2.  Pengertian Korupsi dan suap dalam PL
Dalam Perjanjian Lama tidak ditemukan yang disebut dengan korupsi tetapi kata yang dekat dengan pengertian korupsi adalah suap, yang ditemukan dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama mengenal beberapa kata sekaligus yang mengacu pada suap pertama syohad  שיוׄהֵד yang mulannya hanya berarti pemberian atau persembahan. Amsal 21:14 memberikan nuansa lain pada kata ini, karena diberikan; di dada (TB: Dirahasiakan). Syokad mengacu pada pemberian yang disampaikan secara tersembunyi. Nabi Yesaya mengecam penerimaan syhohad  yang merupakan hadia atau persembahan yang diberikan untuk menyuap seseorang. Kedua cover כוׄפֵר yang menunjukkan pada uang ganti rugi yang diberikan kepada pihak yang dirugikan oleh pihak yang memyebabkan kerugian. Namun ini juga digunakan untuk menyuap seorang hakim (Samuel 12:3) jelaslah bahwa cover ini bermakna suap. Ketiga itu disebut mattanah מׇתׇּנַה yang berarti   pemberian atau persembahan. Kata ini juga merupakan suap dalam kitab Pengkotbah 7:7. Dalam hokum Musa dengan jelas melarang adanya praktek suap khususnya dalam lingkungan pengadilan. Kel 23:1-9 dan ulangan 16:18-20 yang memberikan tata aturan dalam pengadilan para hakim untuk menerima suap, karena suap membuat buta mata orang melihat dan memutarbalikkan perkara-perkara orang-orang benar. Kel 23:8[3]

2.3. Latar Belakang Terjadinya Korupsi dan Suap
Asal usul umat Israel menurut pendapat para ahli masa kini adalah semi-nomaden, terutama adalah kaum pengembala. Namun hal ini bergeser kepada setelah mereka tiba di tanah Kanaan. Mereka mulai meniggalkan cara hidup yang semi-nomade dan memulai hidup dengan bertani. Tanah dibagikan menurut jumlah anggota suku dan mendapat bagian sebagaimana mestinya. Namun jika kita melihat kehidupan Kaleb yang merebut bagian Debir. Hal ini menunjukan bahwa pada masa para hakim juga sudah ada praktek ketidakadilan. Penyalahgunaan kedudukan juga dapat kita temui dalam kasus anak-anak Samuel yang menyalagunakan kedudukan (1 Sam 8:3).[4] Setelah Salomo meninggal dunia, kerajaan yang besar terpecah menjadi dua bain besar dan ternyata kursi singasana menjadi rebutan para keturunan Salomo. Beberapa diantara para raja saling guling-menngulingakan. Keadaan ini berdampak pada juga dalam kehidupan sehari-hari mayarkat. Dimasa pemerintahan Yerobeam dan Uuzia, system pertanian komersial dipaksakan dann hal ini berakibat pada masyarakat orang-orang pedesaan. Hal ini meengakibatkan spesialisasi produksi pertanian dan petani juga dibebankan pajak sehingga para petani tidak bisa lagi mempraktekan system rotasi ladangnya, mengosongkan tanah, menanam kacangg-kacangan untuk memperbaharui gizi dalam tanah. Jelas saja dari jenis tanah seperti itu mereka menghasilkan sedikit makanan dengan kerja lebih keras dengan modal yang lebih tinggi mengakibatkan para petani mengadaikan tanah mereka kepada tukang kredit.[5]


2.4.  Korupsi dan Praktek Suap dalam PL
Dalam Perjanjian Lama korupsi dan suap merupakan hala yang dilarang PL yang menentang kebenaran Allah karena cendering mnindas dan menyengsarakan orang-orang lain dan orang kecil. Dan sering kali untuk mendapatkan sesuatau dalam kelompok praktek suap dipergunakan. Mencampakkan kebenaran mengirauka kebenaran dan keadilan yang harus dipegang melaiankan memutarbalikkan Karena uang suap Amos 5:12. [6] Dalam hal ini besar kemungkinan para penguasa dan pengusaha baik dalam praktek bidang pemerintahan dan keagamaan di zaman PL sudah mengenal dan melakukan praktek suap. Hal ini terlihat dari frekuensi kehadiran istilah syohad yang muncul sebanyak 23 kali (Ul. 10:17, Yes 5:23, Maz 26:10 dlln) dan istilah cover muncul sebanyak 13 kali  (Keluaran 21:30, Amsal 6:35 dlln). walaupun ada banyak perktek-paraktek suap atau korupsi dalam Perjanjain Lama, namun dalam Perjanjian Lama mengecam orang-orang yang melakukan suap karena dilihat sebagai tindakan melawan perintah Tuhan dan perilaku yang tidak adil[7] II Tawarik 19:7.[8] Pada masa nabi Yesaya yang seorang putra Yerusalem yang mengejutkan warga-warga kota dengan beri pemusnahan yang akan menimpah kota itu, karena bagaimana kota ini yang dahulunya hidup setia sekarang sudah menjadi sundal  (Yes 1,21) dari ucapan ini teranglah batapa beratnay para pemimpin Yerrusalem terutama rajannya yang memberontak dan bersekongkol dengan pencuri, dan semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok[9] ini artinnya bahwa aksi praktek suap dan menyokok dalam perjanjian Lama sudah digunakan para pemimpin masyarakat, yang mestinya menjaga keadilan dan ketntraman dalam sebuah pemerintahan. 
Korupsi dan suap dalam pembagain PL[10]:
-          Dalam kitab-kitab Taurat
            Tidak menyinggung tentang suap namun Taurat tidak menganjurkan melakukan suap bahkan dilarang keras. Hal ini jelas dari pembacaan Keluaran 23:8, suap adalah hal yang sangat dilarang karena dapat memutarbalikkan kebenaran. Praktek suap tidak pernah mendidik orang lain apa lagi melakukan kebenaran. Kitab Taurat juga melarang menerima suap untuk menolong orang yang merencanakan kejahatan jika kasus ini terjadi tidak hanya yang menerima suap tersebut dihukum melainkan yang menerima suap itu akan dikutuk.
-          Menurut kitab Nabi-nabi
Yang mengangkat suap dalam misi pemberitaannya yaitu:
Yesaya 1:23, ia melihat bahwa pemerintah Israel dibawah raja Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia (745-697 sM). Raja –raja ini cemderung terlibat dalam kasus suap dalam berperkara kaum miskin. Penguasa ini sering bersekutu dengan penjahat sehingga menjadi korban adalah orang miskin, anak yatim, dan janda-janda. Amos juga mengecam kkerasn praktek suap dan diliht sebagai dosa[11] atau kejahatan besar (Amos 5:12). Kasus suap dalam Amos dekat dengan peradilan di Bait atau di istana kerajaan (hekol). Sebenarnya hakim berdiri didepan pengadilan menyuarakan keadilan tetapi ternyata mereka diam karena suap. Bukan saja kaum pentinggi namun penjaga pintu bait juga Seharusnya memberitkan keadilan tetapi Karen sudah menerima suap dari orang kaya maka mereka diam.  Pengaruh suap ini cukup mempengaruhi masyarakat terkhusus orang-orang kaya, dimana orang-orang kaya tidak suka mendengar teguran-teguran di bait apalagi perkataan jujur yang menyakiti mereka, sehingga degan uang sogok mereka harus memberitakan ketidak jujuran.
Masa Mika juga menyuarakan agar para pemimpin Israel menjaukan diri dari suap. Namun penyataan itu dapat dibeli dengan uang. Imam merupakan pelayan umat yang tidak mengaharapkan suap karena kebutuhan mereka sudah cukup sebagai imam dan mejadi teladan dalam melakukan apa yang dianjurkan dan dilarang Allah (Hag 2:12-14). Rupanya pada zaman Mika para imam sangat tergantung kepada suap. Nabi Yeheskiel melihat suap sama dengan kasus pelacur karena. Kedua kasus ini menjual kebenaran dan kekudusan demi uang atau materi. Suap tidak pernah dibenarkan walaupun dengan alasan demi kekuatan dan perlindungan (Yeh 16:33-34). Tetap itu adalah hal yang merugikan dan akan mendapat hukuman
-          Menurut Kitab-kitab
Banyak menyaksikan tantang tanggapan mereka dengan peraktek suap. Kitab Mazmur mejelaskan keadaan ini sangat menodai peradilan di Israel sebagai umat Tuhan (Maz 26:10). Para penegak keadilan sering memutar bailikkan kebenaran demi mendapat keuntungan. Zaman Mazmur ini juga sering terjadi perkara antara orang kaya dengan  orang miskin dalam hal pinjam meminjam. Mereka juga disebut kumpulan penjahat, kumpulan penjahat yang dimaksud pemazmur adalah penguasa yang ingin memeras kelompok (korupsi). Walaupun mereka sudah melakukan pekerjaan munafik ini namun mereka masih mampu berdiri didapan Bait dan mengaku sebagai umat Allah. Kitab Ayub menyatakan masa depan penyuap adalah sama seperti tumbuhan yang semakin lama semakin layu dan hingga akhirnya akan mati sebelum waktunya dan api akan memakan yang malakukan suap (Ayub 15:34). Dalam kitab sejarah pun mengisahkan tentang larangan suap, larangan suap dipahami sebagai hal yang teologis Karen Allah tidak menerima Suap ataupun sogok (II TAW 19:7). Allah ingin membawa segala sesuatu yang dilakukan didalam bait termasuk upacara korban adalah wujud syukur bukan sebagai sogok. Praktek suap bukan peranan Allah dan orang yang tidak melakukan suap akan merasakan kehadiran Allah.
2.5. Jangan Mencoba Menyuap Tuhan
Ulangan 10:17 dan 2 Tawarik 19:7 secara tegas menyatakan bahwa Tuhan tidak memihak. Dalam kedua ayat ini, ketidakperpihakan Tuhan berkaitan erat dengan hal tidak menerima suap. Jika dipahami dalam bahasa pengadilan, pernyataan bahwa Tuhan tidak memihak dan tidak menerima suap, ini berarti bahwa Tuhan tidak dapat dipengaruhi dalam mempertimbangkan perkara dan mengambil keputusan suatu hal yang sering terjadi dalam pengadilan manusia. Secara sempurna Allah mengetahui siapa yang benar dan salah dan menghajar setia orang sesuai dengan perbuatannya (Yer 17:10).
Seruan untuk tidak menyuap Allah hanya terdapat pada kitab Sirakh(Sir 35:11). Mencoba menyuap Tuhan berarti menempatkan Tuhan sebagai hakim yang korup. Kata Bin Sirakh mustahil untuk menyuap Tuhan, karena Tuhan tidak membutuhkan apa pun dari manusia karena sebaliknya segala yang manusia miliki adalah berasal dari-Nya. Maksudnya “menyuap Tuhan” adalah pada konteks social politik zaman Sirakh, ia hidup ketika palestina di kuasai Siria. Pada zaman itu jurang antara orang kaya dan miskin sangat terlihat sekali. Orang miskin ditindas dan dikenakan pajak sedangkan orang kaya bekerja untuk pemerintah dan mengambil keuntungan banyak dari orang-orang miskin. Dalam lingkungan politik demikian, suap adalah suatu hal yang wajar. Tetapi yang menjadi tidak wajar Bin Sirakh melihat bahwa, mereka juga ingin menyuap Tuhan. Bin Sirakh menjajarkan suap dengan persembahan yang tidak adil, yakni persembahan yang  berasal dari ketidakadilan. Mereka memeras orang-orang miskin dan membawa sebagain hasil rampasan itu kepada Tuhan, mereka mengharapkan agar Tuhan tidak melihat dan tidak memperhitungkan dosa dan kesalahan yang mereka lakukan. Bin Sirakh menyakinkan bahwa persembahan mereka tidak akan diterima oleh Tuhan meskipun berapa banyaknya.

2.6. Upaya Penanggulangan Korupsi Dan Suap
Upaya penanggulangannya yang seharusnya dilakukan adalah mengembalikan kepada hakekat kemausiannya yang sebenarnya sebagai gambar dan rupa Allah. Untuk mengembalikan hakekat kemanusian bukan hal yang mudah,  tidak cukup dengan merumuskan peraturan dan aturan main, tetapi yang lebih utama adalah menyadarkan hakekat kemanusiaannya sebagai ciptaan Tuhan. Jangan korupsi bukan karena takut kepada hokum atau takut dilihat orang lain tetapi seharusnya karena takut kepada Allah.[12]

III.             KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa kata korupsi itu tidak ditemukan dalam Perjanjian Lama, namun yang ditemukan adalah suap yang eksisteensinya sama dengan korupsi. Suap sering terjadi dalam Perjanjian Lama dan itu merupakan hal yang sangat dilarang keras oleh YAHWE karena dapat memutar balikkan kebenaran yang sesungguhnya. Praktek-praktek ini kerap kali terjadi bukan hanya dipolitik budaya dan ekonomi namun dalam Perjanjian Lama praktek ini sering terjadi dibait Allah dan dilakukan oleh para mereka yang bekerja dan melayani di Bait. 

IV.              REFLEKSI TEOLOGIS
Korupsi dan praktek suap merupakan hal yang sudah terjadi di dalam Perjanjian Lama dan itu dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan-jabatan tertentu. Memang sulit untuk mengidentifikasikan kapan mereka melakukan peraktek ini namun yang pasti ini adalah soal keadilan, yang dilarang keras oleh Perjanjian Lama terkhusus dalam perintah Tuhan. Keadilan dalam melakukan sesuatu adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan ini, karena Allah adalah adil (Mazmur  116:5 TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang.). Akhir-akhir ini kita sudah dikejutkan dengan beberapa kejadian di Negara kita yang memang termasuk mengenai praktek suap dan korupsi yang sudah membuatakan mata rohani kita tertutup,  karena ketika  menerima sesuatu yang membuat pihaknya untung. Suap dan korupsi bukan hanya mengenai materi namun ketika kita melakukan sesuatu dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan untung adalah bagian dari korupsi dan prktek suap serta merupakan keadilan.

V.                 DAFTAR PUSTAKA
W J S. Purwodarminta, KUBI, Jakarta:Balai Pustaka, 1991
Soewartojo, Junaidi.,KORUPSI, Pola kegiatan dan penindakannya serta peran pengawasan dalam penanggulanganya, Jakarta: Restu Agung, 1995
Marsunu Seto,. Forum Biblica(Suap menurut perjanjian Lama) LBI
Darmawijaya pr,. Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Coote, Robert B. & Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan proses Pembuatan Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009
Saragih,Juna Daniel., Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (korupsi menurut Etika), Medan: STT ABDI SABDA, 2005
Barth, Maria Clarai & B.A.Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72, Jakarta:BPK-GM, 2003
Saragih, Agus Jetron, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (Tikus-tikus Dari Yerusalem), Medan: STT ABDI SABDA, 2005
C. Barth, Teologi Perjanjiajnn Lama 3, Jakarta:BPK-GM, 2009
Wolf, Herbert, Pengenalan Pentateukh, Malang: Gandum Mas, 2004





[1] W J S. Purwodarminta, KUBI, Jakarta:Balai Pustaka, 1991, hlm. 524
[2] Junaidi Soewartojo.,KORUPSI, Pola kegiatan dan penindakannya serta peran pengawasan dalam penanggulanganya, Jakarta: Restu Agung, 1995, hal. 13
[3] Seto Marsunu, Forum Biblica(Suap menurut perjanjian Lama) LBI
[4] Darmawijaya pr, Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. 53-55
[5] Robert B. Coote & Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan proses Pembuatan Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 61-62
[6] Juna Daniel Saragih, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (korupsi menurut Etika), Medan: STT ABDI SABDA, 2005, Hlm. 18
[7] Hidup berbuat adil adalah hidup tanpa bercelah dihadapan Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan atau segala sesuatu yang menunjukkan kesetiaan kepada persekutuan. (Maria Clarai Barth & B.A.Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72, Jakarta:BPK-GM, 2003, hlm 214)
[8] Agus Jetron Saragih, Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan Edisi XIV (Tikus-tikus Dari Yerusalem), Medan: STT ABDI SABDA, 2005, Hlm. 2
[9] C. Barth, Teologi Perjanjiajnn Lama 3, Jakarta:BPK-GM, 2009, hlm. 34
[10] Agus Jetron Saragih, Op,Cit. hlm. 3-6
[11] Jika seorang penguasa atau imam maupun kelompok itu bersalah karena berbuat dosa, maka seekor lembu jantan harus dikurbankan dan darahnya dibawa kekemah suci dan dipercikkan didepan tabir penyekat tampat kudus. Baik dosa yang tidak disegaja ataupun dosa karena kelalaian, memerlukan kurban penghapus dosa untuk memperoleh pengampunan (Imamat 5:1-4). Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh, Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 232
[12] Agus Jetron Saragih, Op.Cit, hlm. 8-9