Nama : Ikotison Marpaung
KONVERSI
AGAMA
(Suatu
Tinjauan Religionum Terhadap Konversi Agama Perspektif Kristen-Islam Dan
Kaitannya Dengan HAM)
I.
PENGANTAR
Agama lahir, berkembang dan
berdasarkan iman kepada Tuhan. Dalam arti tertentu agama berasal dari Tuhan dan
merupakan anugerah bagi manusia. Tetapi dalam arti tertentu pula agama
merupakan usaha manusia. Sehingga penghayatan manusia itu tidak terlepas dari
manusia yang memiliki segi-segi positif dan negatif. Dalam tingkat pribadi
agama juga dapat menjadi faktor harmoni dan disharmoni, pemersatu dan pemecah
dan lainnya. Dalam hal lain juga,
sering kali agama hadir untuk bertentangan satu dengan yang lainnya, bahkan melibatkan
peperangan, memandang rendah pengikut agama-agama yang lain. Bahkan agama yang
dekat dengan Toleransipun perpindahan agama menyebabkan seseorang terputus dari
keluarga, kasta, suku, bahkan dianggap lebih rendah.[1] Hal Konversi agama ini juga sering terjadi dari kekerasan agama itu sehingga orang yang tidak mendapat jenjang
sosial akan merasa teraniaya. Dalam zaman dulu masukkan para zending ke
Nusantara tidak jarang orang dipaksa masuk agama Kristen, sekali-kali faktor
yang menyebabkan adalah dipaksa dengan senjata, karena ia sungguh-sungguh yakin
akan kebenaran injil/agama, dan faktor-faktor politik lainnya, sehingga kesemuannya itu memiliki pergumulan tersendiri.
Pemaksaan perpindahan itu membawa kita dalam pertanyaan tentang misi itu
sendiri untuk memaksa orang lain masuk ke dalam agama kita. [2]
Sehingga seorang atau kelompok yang keluar dari agama kita itu bukan bagian
dari kita, dan lebih parahnya lagi mereka adalah orang kafir dan murtad. Tidak
jarang penyebutan itu lahir dari tokoh-tokoh agama yang memiliki peranan
teladan.
Dalam hal konversi[3]
agama juga dapat menjadi konflik yang cukup bertentangan dalam zaman yang sudah
diwarnai dengan istilah toleransi beragama. Kebebasan beragama merupakan
perumusan yang ketika kita perlihatkan dalam etis praktisnnya tidak jarang
agama dalam kekerabatannya bersifat merendahkan. Dalam agama islam hadith yang
diriwayatkan oleh Ibn’Abbas dikatakan Nabi Muhammah SWA “barang siapa menukar agamannya hendaklah dia mati (dibunuh)”. hal
ini akan membawa kepada pemahaman yang jelas bahwa agama itu tidak memberikan
kebebasan dalam memilih dan meninggalkan agama. Sehingga kepada umat yang
mencoba untuk mentransformasi imanpun adalah dianggap hal yang melanggar dogma
Islam.[4]
Pengalaman konversi pindah agama kiranya akan memperluas horizon pengetahuan
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan reflektif untuk menghidupkan
esensi keberagamaan, sehingga pindah agama tidak semata-mata ditafsirkan
sebagai „pengkhianatan‟. Hal lain juga agama tidak hadir sebagai pemaksaan umat
karena itu bagian dari kekerasan. Kebanyakan penginjilan agama adalah candu,
candu supaya memperluas agama. Sehingga kehadiran agama itu bukanlah damai
melainkan kelembutan dalam kekerasan.
Hal tersebut diataslah yang hendak
penulis coba lihat dalam kaitan HAM. HAM merupakan Hak dasar secara azasi yang
dimiliki setiap manusia dan tidak diberikan oleh luar dirinya dan tidak bisa
dicabut dari dirinya karena Hak azasi maanusia adalah dibawa sejak lahir secara
kodrat sebagai manusia dari penciptanya. Dalam kaitan memilih agama maupun
berpindah agama akan coba dilihat secara terbuka dalam kaitan HAM.
II.
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Konversi Agama Secara Umum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) agama adalah ajaran, sisitem yang mengatur tata keimanan yang
berhubungan dengan pergumulan manusia serta lingkungannya.[5]Agama
dalam Istilah asing disebut “Religie”
atau “Godsdienst” (bahasa Belanda).
Sitilah ini berasal dari bahasa sansekerta yang pengertiannya menunjuk kepada
kepercayaaan manusia berdasarkan wahyu Tuhan. Dalam arti linguistik kata agama
berasa dari kata A-GAM-A. kata “A” berarti “tidak”, kata GAM berarti pergi atau
berjalan. Sedangkan akhiran A merupakan kata Sifat yang menguatkan yang kekal,
jadi istilah agama adalah tidak pergi atau tetap atau berjalan.[6]
Dalam paham lain juga agama diartikan dengan singkat adalah tidak kacau.[7]
Ada banyak pemahaman tentang agama dan stilah agama ini, terlihat bagaiman
sesorang memiliki pengalam dalam agama itu sendiri. Secara singkat agama[8]
hadir sebagai mengatur tata hidup manusia yang berahlak dan memiliki nilai.
Agama juga adalah pedoman hidup, bagaima dia yang percaya itu berpikir dan
berlaku, dengan hubungannya dengan Tuhan dan menciptakan hubungan baik dengan
sesama. Atau agama hadir sebagai pengembala nilai-nilai moral dan Spritual
manusia.[9]
Secara singkat dalam pemikiran kita
kata Konversi itu adalah perubahan pemikiran kepada kepercayaan lain, artinya
pindah. Kata Konversi bersal dari kata “conversio”
(Religius Konversion ), yang berarti bertobat, pindah agama. Pandangan lain
menyatakan konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau
sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau prilaku
yang berlawanan dengan kepercayaan yang sebelumnnya dipercayai atau diyakini.[10]
Penjelasan Konversi
agama menurut terminologi menurut pengertian ini akan dikemukakan beberapa
pendapat tentang konversi Pertama: Max
Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang
atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu kepercayaan atau perilaku
yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. Kedua: William James mengatakan konversi agama adalah berubah,
digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama
untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses, baik itu
berangsur-angsur atau tiba-tiba yang dilakukan secara sadar dan terpisah-pisah,
kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan
beragama.[11]
Pemahaman ini akan membawa pengertian yang jelas bahwa konversi agama itu bukan
hanya sekedar pindah agama namun itu dijelaskan sebagai pertobatan dan
perubahan kepercayaan, atau transformasi iman kepada kepercayaan/ agama lain.
hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan kelompok dan seseorang.
2.2.
Fungsi
Agama
Agama
dalam fungsinnya mencakup kepada kebutuhan dan pergumulan umat sebagai berikut:[12]
a. Fungsi
Edukatif
Manusia
mempercayai agama sebagai fungsi Edukatif yang mencakup tugas mengajar dan
tugas membimbing. Agama mampu memberikan pengajaran yang otoritatif, ia mampu
menyampaikan ajaran keagamaan. Kotbah, renungan (meditasi) dan pendalam rohani.
Edukatif ini akan membawa mereka kepada pengetahuan yang menuju kepada
kehidupan dan tujuan hidup, hati nurani dan tanggung jawab, Tuhan, kekal,
ganjaran atau hukuman yang setimpal atas perbutan setiap orang.
b. Fungsi
Penyelamat
Agama
dalam hal ini mampu memberikan jaminan tentang cara-cara yang khas untuk
mencapai kepada kebahagiaan yang terakhir, dan itu ada diluar kekuatan manusia.
Sebagian orang beranggapan bahwa yang bisa mencapai kesana adalah manusia agama (homo Religiosus), dan
untuk menjawab itu perlu menggunakan pembedaan agama yaitu ada yang agama alamiah dan agama wahyu. Dalam pembedaan itu namun kita secara universal bagaimana
agama itu;
-
Agama mampu mengenalkan
“yang sakral” dengan “mahluk tertinggi” atau Tuhan.
-
Agama mampu mendamaikan
kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan. Dalam hal ini
agama menghantarkan masyarakat kepada kesadaran lewat ritual agama itu sendiri.
c. Fungsi
pengawasan Sosial (social control)
Pada umumnya dalam hidup ini
kesejahteraan itu dapat kita ukur dan lihat dalam kelompok itu dari bagaimana
kelompok itu dari kesetiaan mereka kepada kaidah-kaidah susila dan hukum. Dalam
hal inilah agama hadir dan bertanggung jawab atas adannya norma-norma susila
yang baik yang diberlakukan atas masyarakat. Agama juga hadir memberikan sangsi
yang harus diberikan sangsi yang harus dijatuhkan kepada orang yang
melanggarnya. Dalam hal ini fungsi agama itu meneguhkan kaidah-kaidah susila
yang baik, mengamankan , melestarikan dari hukum lain dan agam lain, melihat
dan meningkatkan serta menyempurnakan nilai hukum yang digunakan dalam hukum
adat.
d. Fungsi
memupuk persaudaraan
Dari
masa kemasa setiap agama telah mencoba bagaimana setiap masyarakat dan oknum
agama memupuk ras kebersamaan itu. Agama hadir dan menyatakan kebersamaan berdasarkan
ideology, sistem polotik, pragmatis (sistem ini yang mengesampingkan nilai ras,
politik dan asal), kesatuan iman dan keagamaan. Kesatuan kasih yang diajarkan
dalam agama dapat dipupuk dan dikembangkan didalam relasi kasih antar
sesama-Tuhan-kasih Ilahi.
e. Fungsi
transformatif
Fungsi
agama disini adalah mengubah secara bernilai dan bermakna bagi masyarakat.
Artinya mengubah bentuk kehidupan baru, atau menganti nilai-nilai lama dengan
nilai yang baru. Mampu membentuk manusia itu kepada pribadi manusia yang ideal.
Sehingga dalam hal ini agama bertugas untuk mengubah dunia, tugas ini juga boleh kita lihat dengan jelas
dalam agama Kristen yang dinyatakan sebagai “Garam dan Terang dunia” Mat
5:13-14.
2.3.
Faktor-faktor
Konversi Agama
Manurut Max Heirich bahwa
Konversi/Conversio yaitu masuk agama atau pindah agama.[13]
Sehingga ia menyatakan ada beberapa factor yang penyebab atau yang mendorong
orang masuk atau pindah agama:[14]
1. Dari
kalangan ahli Teologi: factor itu pengaruh ilahi. Seseorang itu bisa pindah
agama atau masuk agama karena didorong oleh karunia Allah. Tanpa adanya
pengaruh khusus dari akali manusia, bahwa masalah dari dunia supra-empiris itu
bukanlah kompetensi ilmu social semata.
2. Ahli
psikolgi factor itu karena pembebasan dari tekanan batin, sehingga ia berusaha
mengatasi tekanan itu. Hal tekanan batin itu biasannya factor
a. Masalah
keluarga yang dialami seseorang masuk agama, kesulitan antar anggota keluarga,
percecokan, kesulitan seks, kesepian batin, tidak mendapat tempat dalam kerabat
sehigga tekanan stress.
b. Keadaan
lingkungan yang menekan, dan problem pribadi: perubahan seseorang secara
darstis, perceraian yang mengakibatkan seseorang janda, meninggalkan sekolah,
rencana kawin dengan pihak agama lain dan perubahan pekerjaan dll.
c. Sumber
tekanan batin lain: urutan kelahiran, cari pembebasan.
d. Factor
lain juga karena kemiskinan, hal ini dijelaskan biasannya dalam penjelajahan
misi sering bahwa golongan melarat itu sering pindah agama karena kemiskinan.
3. Dari
ahli pendidikan menyatakan bahwa pindah agama itu situasi pendidikan: dala
literature pendidkan memang sangat berpengaruh dalam disposisi religius ,
kenyataaan ini lebih menunjukkan ditemukan banyak pendiri-pendiri sekolah yang
berlebel agama namun sebagian kecil jumlah anak-anak yang berpendidikan dari
agama sekolah tersebut. Hanya sejauh ini dapat dibenarkan sisitem pendidikan
lewat persekolahan menyebabkan pindah agama.
4. Faktor keempat dalam ahli sosial: menyatakan
aneka pengaruh social. Hal itu dapat diperlihatkan dalam pengaruh pergaulan
antar pribadi dari berbagai latar belakang baik dari ilmu pengatahuan dan
keilmuan sejarah. Pertemanan dan sahabat yang akrab juga dapat menyebabkan
pindah agama. Pergaulan yang akrab itu mempegaruhi kemana ia harus pergi baik
itu acara-acara peribadahannya. Yang sering juga kita temukan dalam pergaulan
social adalah sebelum kita bertobat kita telah menjalin hubungan dengan
pemimpin tokoh agama tertentu. Dan dengan mudah kita beralih kepada pemimpin itu.
2.4.
Konversi
Agama Dalam Perspektif Kristen Dan Islam
2.4.1.
Agama
Kristen
Konversi dalam kata Yunani Epistrophe. Yang istilah ini disebutkan
dengan kata bertobat. Dalam arti umum kata Konversi itu mengarah kepada perubahan
psikologi seseorang sehingga merubah pola pikirnya. Namun dalam Alkitab PB kata
itu sebuah pengalaman religius yang menyebabkan seseorang menjadi bertobat.
Sehingga kata bertobat itu dipandang sebagai pertobatan yang tidak mengenal
Allah menjadi mengenal Allah, hal ini ditegaskan oleh rasul Paulus “sebab kamu
telah mendegar tenatang hidupku dahulu kamu adalah agama Yahudi” tanpa batas
penganiayaan Allah (Gal 1:13) tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan
bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Perubahan itu bukan
menggambarkan kerugiaan namun Paulus menyatakan kepada perubahan itu sendiri.[15] Dalam kata lain juga di sebut dengan Syub yang diartikan membalikkan diri,
memalingkan diri. sehingga mereka yang bertobata adalah perubahan sikap
membalikkan dari dari sikap-sikap sebelumnnya sehingga tidak mempercayai itu
namun menikuti Allah. Pertobatan itu juga, pertobatan yang benar dan
sungguh-sungguh serta menghasulkan buah.[16]
Dalam I
Korintus 8-10 Paulus membicarakan
bagaimana orang Kristen hidup dalam dunia yang mengenal pluralisme agama itu.
Ajarannya bersifat lain dari ajaran para nabi Yahudi, yang tujuannya untuk
menjaga kesucian para penganutnya supaya boleh ikut beribadah dan kebaktian.
Penekanannya 8:9-13;10:14 Paulus menyampaikan perintah-perintah melalui tentang
hal ini, ia juga menjelaskan prinsip-prinsip bagaimana anggota-anggota jemaat
harus bertindak dalam masyarakat mereka, sesuai teladan Kristus. supaya
dorongan ajarannya bukan bersifat menjadiakan mereka pengikut kristen, namun
penekanannya adalah hidup dalam kristus, sehingga mereka yang diluar Kristus
bukanlah orang yang dikuduskan. Bagi Paulus, ajaran kepada jemaat tentang
Pluralisme agama diberikan Paulus sebagai bagian dari paradosis (tradisi rasuli), bahwa tidak ada berhala didunia dan
tidak ada Allah lain daripada Allah yang esa. Menurut Paulus, pandangan orang
bukan kristen di Korintus bahwa ada banyak dewa di surga maupun dibumi , adalah
salah, walaupun dianut secara umum. Sehingg Paulus menyatakan itu adalah salah,
dan agama itu ada garis perpisahan yang tegas yang diakui oleh jemaa kristen.
masalah keragaman kepercayaan dianggap sebagai pemberitaan kristen (Kis 14:15)
kami disini untuk membertikan injil, sehingga mereka yang diluar agama Kristen
yang menyembah dewa-dewa itu perlu ditobatkan. Meninggalkan perbuatan-perbuatan
sia-sia dan berbalik kepada Allah. Bertobat berarti menolak pengertian akan
pluralisme agama tentang kahadiran ilah-ilah.[17]
Penjelasan Paulus mendorong kepada pertobatan itu adalah kepada Yesus yang
bangkit, sehingga diluar Yesus dan Allah yang esa itu adalah salah dan tidak akan selamat. Konversi
agama itu manjadi yang sangat penting bagi Pulus jika ia pindah mempercayai
Yesus, namun konversi agama kelaur dari agama Kristen adalah perbuatan yang
menyembah berhala dan salah.
Dalam
sejarah Indonesia hal pindah agama dalam masa injil mulai menyentuh Nusantara
adalah hal yang wajar. Bagai mereka yang pindah agama sering karena
alasan-aslasan pribadi. Tidak jarang mereka pindah agama bukan sesuatu
pertobatan yang utuh namun ada sebuh faktor yang mendorong mereka untuk
bertobat dan menerima Injil. Sejarah sulit untuk menginformasiakan akan pindah
agama itu, karena persoala pindah agama adalah persoalan hati seseorang.
Menurut para misionaris pindah agama adalah sebuh yang lumrah dengan alasan
supaya mereka mendapat nilai sosial, alasan politik, alasan ekonomi dan alasan
budaya. alasan itu bukan merupakan ukuran karena ketika mereka pindah agama
maka mereka akan mendapat pengajaran-pengajaran kristen yang layak.[18]
2.4.2.
Agama
Islam
Konversi dalam pemahaman islam adalah
sesuatu yang tabu sehingga bagi peranan mereka agama islam adalah agama yang
seutuhnya taat
kepada Allah. Sehingga perbutan tobat atau Tawbat adalah perbuatan yang sungguh
dinanti-nantikan. Tobat dalam hal ini adalah mengalami perubahan dari perbuatan
yang jahat kepada kesadaran yang sungguh-sungguh dengan disertai penyesalan.
Oleh karena itu ia mampu menjaga dirinya dalam kekudusan dan kesucian serta
meninggalkan perbuatan yang tidak diinginkan oleh Allah.[19]
Untuk masuk menjadi orang muslim
disebut ia adalah orang yang bertobat seperti penjelasan diatas, namun jika
mereka yang pergi meninggalkan islam, atau pindah dari agama itu adalah Murtab.
Murtab ini dapat dibagi dalam dua bagian tertentu: murtab Nillah adalah
seseorang muslim yang keluar dari iman yang pernah didahului oleh perbuatan
kafir lalimnya. Itu seperti orang kafir memeluk agama islam kemudian menjadi
kafir (QS. 4:137) Yang kedua disebut Murtab Fitri itu adalah orang muslim kawin
dan meninggalkan ajaran Islam dan tanpa pernah didahului bentuk Kehufuran
lainnya.[20]
Bahkan ditegaskan kembali barang siapa menukar agamannya hendaklah ia mati:
artinya selayakyalah dia yang pindah agama Islam itu harus dibunuh dan mati.
Menurut Cristine Huda konsep orang kafir itu melukiskan mereka yang tidak
menganut agama mereka. Bahkan Al-Quran menggunakan kata kafirum (jamak dari
kafir) untuk melukiskan orang yang mendengar pesan islam tapi tidak
mempercayainnya. Kata itu sendir berarti “orang
yang ingkar”[21]
Dalam ayat lain juga diebutkan “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi, maka msuklah ke dalam jamaah hamba-hambaku
dam masuklah kedalam Surgaku (QS.89:27-30) ”. Sedemikian tobat itu adalah kembali kepada jalan yang benar
dan tidak murtad.[22]
Sehingga bagi agama Islam Konversi agama itu dan beralih dari agama Islam
adalah seseorang yang murtad. Dalam agama Islam penerangan akan ajarannya
begitu mengarah kepada Inklusivisme karena Islam dalam bahasa sansekerta
diartikan balasan, berbaik dan adil. Salah satu sitilah aram itu disebut dengan
kata DIN kata ini beberapa kali
disebutkan dalam AL-QURAN, sekitar 94 kali. Dan paling ditegaskan di dalam
FirmanNya “Innaddinu Indallahi AL-Islam”
yang artinnya hanya agama Islam saja yang diakui disisi Allah (QS, Ali
Imron:19). Jadi semua agama yang diwahyukan Allah melalui nabi-nabi adalah
Ad-Din-Al-Islam. Bahwa agama Allah yang diakuinnya juga terdapat didalam
FirmanNya: Man Yabtaghi ghairul islam dina fala yugqbala minhu yang artinnya: dan barang siapa yang mengakui agama yang
bukan agama Islam sebagai agamannya maka tidak akan diterima daripadannya. (Qs.
Ali Imron:85) jadi semua agama yang dianut para Nabi itu adalah agama Islam.
Sehingga mereka yang diluar Islam adalah mereka yang tidak taat kepada Nabi dan
Tuhan Allah.[23]
Penyebutan itu menjelaskan bahwa agama mereka merupakan sebuah pewahyuan yang
dari ilahi, artinnya bukan factor budaya namun faktor iman dari pilihan para
Nabi. Di luar kepercayaan itu adalah mereka yang tidak mengimani adanya Tuhan
Allah, Nabi Muhammad dan rasul-rasulnya.
Secara ringkas bahwa jelas kedua agama ini hadir sebagai
agama yang benar, bagi kelompok Islam menurut Borrong terkhusus islam fanatic
bahwa orang krsiten itu kafir dan harus diislamkan dengan cara apapun, bahkan
kalau perlu dengan jihad (perang suci). Bagi Kristen tertentu yang sangat
menekankan misi sebagai Kristenisasi. Biasannya pendekatan kedua kelompok
fanatic ini menimbulkan ketegangan hubungan Islam dan Kristen terkhusus di
Indonesia.[24]
2.5.
Agama
Dan Ham
2.5.1.
Ham
dan agama Kristen
Istilah
HAM dalam tidak ditemukan dalam Alkitab, namun dalam PL manusia adalah ciptaan
Allah, dan sebagai ciptaan tidak akan sama dengan Tuhan. Namun manusia berbeda
dengan mahluk yang lainnya, sehingga manusia lebih diatas dari pada mahluk
lainnya. (Kej 1:28;2:19). Manusai juga adalah menurut gambar dan rupa Allah,
gambar ini mencakup kualitas rasional, moral, dan spiritual. Kemudian ini akan
dimaksudkan akan kebebasannya dalam membuat segalanya didunia ini, belajar
tentang Allah, mengenal, mengasihi dan melayani Dia. Dan semuanya itu adalah
bentuk kebebasan.[25]
Pengajaran Yesus sebagai sosok pembebas semasa hidupNya adalah pembebas Hak
manusia dari kemiskinan, pemerintah dan peyakit. Perumpamaan tentang orang
upahan di kebun anggur (Mat 20:1-6), ini menggambarkan tentang tanggung jawab
manusia membela hak setiap orang untuk mendapat pekerjaan, mendapat upah yang
layak, dan mendapat perlakuan yang adil. Jaminan antara persamaan laki-laki dan
perempuan telah ditunjukkan oleh Yesus. Tanggung jawab membela hak-hak orang
miskin juga merupakan tugas dari manusia, harta dipakai untuk membantu sesame
(Luk 3:19; 22:25).[26]
2.5.2.
Ham
dan Agama Islam
Bagi
agama Islam HAM sudah dijelaskan dalam pengajarannya. Dalam surat al-Baqarah
ayat 256 menjelaskan adanya larangan pemaksaan dalam agama karena Allah sendiri
telah menciptakan perbedaan dan keberagaman kita. Allah memberikan kebebasan
pada manusia untuk memilihnya dengan segala konsekuensi yang ada. Pada tradisi
Islam misalnya prinsip-prinsip tersebut ditegaskan dalam al Quran prinsip
tersebut termuat dalam QS. Al-Baqar 2:256 tentang tidak ada pemaksaan agama,
al-Mumtahanah 8-9(anjuran berbuat baik, berlaku adil, dan menolong orang-orang
non muslim yang tidak memusuhi dan mengusir mereka) dalam tradisi fikih,
prinsip ini termuat dalam konsep maqashid al-Syariah: kebebasan untuk hidup,
beropini, dan berpendapat, menjaga kelangsungan hidup, kebebasan memiliki
property dan kebebasan beragama. HAM harus sama dalam setiap hati manusia itu
dan harus dilindungi dan dihormati.[27]
HAM
bagi Islam yang harus disyariatkan , tidak boleh dibuang dan direvisi,
dilanggar dan tidak boleh diabaikan karena ini disyariatkan oleh SWT .
dikatakan Allah menjadikan sebagai khalifa-Nya di muka bumi, sebagaimana
dinyatakan dalam Alquran. Didalam Islam Hak azasi dinyatakan dengan tegas dan
jelas dalam Alquran harus dilindungi dan tidak boleh diganggu. Firman Allah “dan janganlah kamu kurangi hak-hak manusia
dan jangan berbuat kebinasaan di muka bumi” (QS AL-Araf:85).[28]
2.6.
Hak
Azasi Manusia (HAM)
Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang
dimiliki manusia karena ia manusia, dan bukan karena diberikan kepadanya oleh
masyarakat atau negara. Manusia memilikinya karena kemanusiaannya dan karena
manusia diciptakan oleh Tuhan, hak-hak asasi manusia berasal dari Tuhan. Hak Asasi Manusia adalah hak dasar
atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir,
maka tidak seorang pun dapat mengambilnya atau melanggarnya. Kita harus
menghargai anugerah ini dengan tidak membedakan manusia berdasarkan latar
belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, dan
lain-lain. Namun perlu diingat bahwa dengan hak asasi manusia bukan berarti
dapat berbuat semena-mena, karena manusia juga harus menghormati hak asasi
manusia lainnya.
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a.Hak Hidup (life)
b.Hak Kebebasan (liberty)
c.Hak Memiliki (property)[29]
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a.Hak Hidup (life)
b.Hak Kebebasan (liberty)
c.Hak Memiliki (property)[29]
HAM
adalah sebuah peranan yang mengaturkan pengakuan atas martabat kodrati dan
hak-hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut karena merupakan landasan bagi
kebebasan manusi, keadilan, dan perdamaian.[30]
Makna dari sebuh HAM adalah bukan sebuah pemberian atau anugrah Negara dan
hak-hak itu bisa dicabut melalui peraturan hukum oleh Negara. Namun HAM itu
dipunyai semua orang sesuai kondisi manusiawi, misalnnya hak asasi untuk
memperoleh pengadilan yang adil.[31]
Dalam perkembangannnya HAM ini disebutkan dalam bahasa Inggris adalah human rights nama ini diberikan pada
abad ke 20 kepada hak-hak manusia atau hak-hak alamiah. Secara umun hak-hak ini
dipergunakan pada abad 17 dan 18 terhadapa tuntutan atas kebebasan, kekebalan,
kemungkinan-kemugkinan yang diberikan pada orang seorang pada hukum alamiah.
Hak alamiah itu dinikmati oleh semua orang dalam kebebasan, hak atas hidup dan
kebersamaan. Sehingga peranan hak itu dalah peranan yang membebaskan dalam
keterikatan yang melanggar nilai kemanusiaan.[32]
HAM juga adalah seperangkat hak yang melekat didalam setiap orang, dan memiliki
hak-hak asasi berarti bahwa seseorang itu hidup dalam naungan pemerintahan yang
mengijinkan untuk berbuat sesuatu dengan hak-hak manusia. Sehingga pemerintah
berperan memberikan perlindungan dan bentuk penegakan akan hak-hak manusia itu
yang memang hak dari seseorang itu.[33]
Dalam hal ini kita boleh sampaikan secara singkat bahwa manusia itu memiliki
hak nya masing-masing menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari pada
hakekatnnya dan arena itu bersifat suci dan atas dasar haknya.[34]
Secara umum pandangan pembahasan HAM
ini diperlukan menimbang bahwa Hak-hak manusia perlu dilindungi oleh peraturan
hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha
terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan. Hak asasi manusia juga
sebagai suatu dasar pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan semua Negara, dengan
Tujuan agar semua orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa
mengingat deklarasi ini, berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk
mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan ini dengan jalan
tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin
pengakuan dan pelaksanaan umum dan efektif, baik dalam bangsa, Negara, anggota
didalam kekuasaan hukum mereka.[35]
Peranan HAM dalam hal ini memperlihatkan akan keadaan seseorang dalam menuju
kebebasan dalam bertindak dan memilih dengan hati naluri manusia itu.
Sejarah di Indonesia Fokus perjuangan
menegakkan HAM pada zaman penjajahan adalah untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa
Indonesia agar bisa terbebas dari imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan pada
masa Orde Lama, upaya untuk mewujudkan demokrasi menjadi esensi yang
diperjuangkan. Demikian juga pada masa Orde Baru yang memiliki karakter kekuasaan
yang otoriter. Pada periode ini, HAM malah kerap ditafsirkan sesuai dengan
kepentingan politik dan kekuasaan. Akibatnya, perjuangan penegakan HAM selalu
terbentur oleh dominannya kekuasaan. Sedangkan pada saat ini, perjuangan
menegakkan HAM mulai merambah ke wilayah yang lebih luas, seperti perjuangan
untuk memperoleh jaminan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan
sosial. Hak Asasi Manusia adalah hak atau
sesuatu yang paling tinggi derajatnya dibandingkan hak-hak lainnya sebab HAM
itu sendiri sudah dimiliki seseorang sejak dari ia dilahirkan kedunia. Dari
situlah kenapa HAM sangat dijunjung tinggi karena HAM itu sendiri bagaikan
harkat dan martabat yang dimiliki oleh setiap orang. Penyelesaian masalah HAM
dapat membuat warga masyarakat menjadi tenang. Karena aparat negara memang bertugas
untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.
Sudah semestinya semua kasus pelanggaran HAM yang terdapat di Negara ini
diusut tuntas. Meskipun, kasus tersebut melibatkan sebuah instansi ataupun kaum
elit sekalipun agar keadilan di Negara ini dapat dinikmati oleh setiap orang
bukan hanya golongan atas saja.[36]
Sebagai warga Negara yang baik sudah seharusnya untuk menjunjung tinggi
nilai-nilai HAM dan menghargainya. Sebab, dengan menghargai HAM seseorang itu
dapat menghindari benturan-benturan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
orang tersebut. Dan jika setiap orang saling menghargai HAM yang dimiliki orang
lain maka alangkah indahnya kehidupan di Negara ini.
2.7.
Konversi
Agama Dalam Kaitan HAM
Agama dan kepercayaan serta kominitas
hidup dalam Negara yang memiliki hukum dan kebebasan sehingga Negara dan hukum
Negara adalah bagian dari kominitas beragama. Dalam kaitan Konversi agama
adalah bagaimana seseorang itu memandang dan memilih komunitas agama ditentukan
oleh dirinnya sendiri. Pemilihan itu adalah hak azasi yang mutlak atas dasar
pergumulan iman. Hukum HAM dalam pemilihan atau kebebasan beragama sejalan
dengan itu. Karena hukum HAM di Indonesia menempatkan kebebasan beragama pada
tatanan tertinggi. Amanat HAM termasuk didalam UUD 1945. Bahkan ia lahir lebih
dahulu dari Declaration Independent Of Human Right 1948. Hal ini menunjukkan
adannya pengakuan yang mendalam atas martabad kondrati manusia yang paling
hakiki. Demikian pulalah kebebasan beragama tertuang didalam pasal 29 UUD 1945
“dengan menyatakan memeluk agamannya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamannya dan kepercayaannya itu, dan
Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamamnya masing-masing
dan beribadah menurut kepercyaan itu.” Penegasan dalam pasal 28 yang
mentukan setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan
beragama, hal ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan
kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya, dalam kegiatan pengajaran,
pengamalan, beribadah dan penataan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
pihak lain.[37]
Sehingga jelaslah bahwa peranan agama tidak lah peranan memaksaan dalam memilih
kepercayaan.
Ajaran umum dasar kebebasan beragama
menyatakan bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. Kebebasan itu
berarti , bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak orang-orang
perorangan maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi manapun juga.
Sehingga dalam hal agama sekalipun tak seorang pun dipaksa untuk bertindak
melawan suara hatinnya, atau dihalang-halangi untuk dalam batas yang wajar
bertindak menurut suara hatinnya, baik secara perorangan maupun dimuka umum.
Pemahaman beragama itu juga sungguh didasari pada martabat pribadi manusia itu,
sebagaimana ia mengenal berkat sabda Allah yang diwahyukan dengan akal budi.
Hak pribadi manusia atau kebebasan beragama harus diakui dalam tata hukum
masyarakat sedemikian rupa, sehingga menjadi hak mutlak.[38]
Penyataan HAM menjadi titik temu agama,
HAM bisa menjadi pengingat akan bahaya laten yang di idap setiap agama.
Sehingga kalau ego agamis berlawanan dengan asli semangat agama dan semagat
yang dikristalkan dalam penyataan HAM.
Jika penghayatan dipegang teguh sebagai suatu amanat kemanusiaan universal,
sebagai perenungan anak-anak manusia sendiri sebagai citra dan mitra Tuhan maka
konversi agama dalam hal teleransi dan hak asasi manusia mudah mendapat dasar
berpijak bersama. Dalam segi kedua HAM biasa menjadi lading dan ajang kerja
sama dalam sikaf aktifnya. Jika ada konsekuen maka agama berusaha lebih
memanusiakan manusia. Sehingga bagaimanapun konversi didasari kepada pemahaman
atas diri manusia dan dasar naluri untuk memilih dan menetapkan dasar iman yang
dihayatai[39]
2.8.
Analisa
Persoalan Konversi agama bukanlah
sebuh persoalan komunitas namun persoalan seseorang dalam memahami agama itu
sendiri. Pemahaman konversi dalam kaitan agama-agama diartiakan sebuh
pertobatan dan meninggalkan agama dengan taransformasi iman, artinnya ketika ia
mengubah iman kepercayaannya dan berpindah keagama yang lain maka itu adalah
Konversi, sehingga konversi agama bukanlah sekedar persoalan pindah agama.
Konversi agama mengapa bisa terjad?i
Hendro Puspito mengatakan oleh karena adanya persentuhan antara agama yang satu
dengan yang lain, sehingga tidak akan ada terjadi kalau tidak ada persentuhan
agama.
Dalam agama Kristen, baik islam persoalan konversi agama merupakan
persoalan kepercayaan, dan kebenaran yang sesungguhnya, sehingga pindah agama
adalah meninggalkan kepercayaan yang benar. Nah pertanyaa kalau lah agama hadir
dan menyatakan bahwa kebaran itu ada didalam agama ku, dan dan agama yang lain
adalah salah?? Apakah jawaban kita? Sehingga pindah agama adalah kenajisan yang
sangat kotor bahkan lebih kotor dari orang yang berbuat zinah.
Konversi agama merupakan sebuah perenungan
pribadi walaupun ada banyak factor-faktor yang mempengaruhi konversi itu, namun
yang jelas adalah kesadaran penuh. Seseorang pindah agama kepada agama lain
sering itu kali kita akan katankan itu murtad, dan kadang ada juga yang mencoba
memaksa untuk masuk kedalam agama kita. Persoalannya adalah HAM, artinnya
bagaimana sebenarnya manusia dan hak nya mampu memilih sesuatu tanpa ada
dorongan dan paksaan dari orang lain. sehingga kita boleh katakana itu tidak
manusiawi. Karena HAM adalah persoalan manusiawi Sehingga diadakanlah barang
tentu perlakuan asas pindah agama dengan jalan paksaan sebuh tindakan mulia,
bahkan kita senang kalau ada orang masuk dalam agama kita. Dan kalau ada seseorang
pindah dari agama kita maka dengan gampang kita katakana adalah murtad/kafir
atau penghianat.
Secara tertulis Indonesia menjunjung
penegakan HAM. Dalam UU tentang HAM itu menyatakan akan keterbukaan terhadap sesorang
atau kelompok dalam mempercayai dan memilih agama yang menurut nalurinnya untuk
dipercayai. Sehingga peranan HAM adalah central dari kepelbagaian agama itu
menyangkut konversi itu sendiri. Karena manusia dan hak nya bukanlah merupakan
sebuah hukum yang dianugrahkan kepada manusia namun HAM adalah nilai tertinggi
dari manusia, dan tidak akan pernah diganggu gugat. Jika pemahaman akan HAM itu kabur maka, dengan sembarangan
agama akan menyatakan bahwa perihal konversi agama adalah kafir dan murtad. Hal
ini ditagaskan oleh Weinata Seirin pindah agama adalah hak asasi seseorang
untuk memilih agama yang akan dianutnnya dan juga hak asasi bagi seseorang
untuk menolak ajakan untuk pindah dari agama yang dianutnya[40].
Agama haruslah sadar sebagai fungsinya masing-masing dengan membawa perdamaian dan
kedamaian, itu akan terealisasi dengan memperhatikan hak sesama umat dan hak agama itu sendiri serta
pribadinnya. HAM adalah mutlak kepada
seseorang jadi persoalan mau pindah agama, dan tidak pindah agama adalah bagaiaman
seseorang melihat agama kita. Tugas kita adalah bagaiman menjalankan agama itu
dengan benar, dan memandang orang lain sama seperti diri kita sendiri.
Nah… pertanyaan bagaimana kalau Pindah
agama? Hal itu bisa saja terjadi, tetapi harus berpijak pada keputusan yang
sungguh-sungguh, telah dipertimbangkan masak-masak dan tanpa tekanan dari puhak
manapun. Agama/PI tidak boleh memaksa agar seorang pindah agama. Tetapi kalau
akhirnya setelah bersangkutan berpikir masak-masak untuk pindah agama, hal itu
haruslah dimungkinkan sesuai dengan hak asasinya sebagai manusia.[41]
Kalau agama hadir sebagai memaksa agama, maka dogma atau ajaran agama yang
menekankan perbuatan baik dan tanpa kekerasan dalam agama perlu untuk
dipertanyaakan. Kasih dalam Injil, mengasihi musuh, bahkan mengasihi sesama
adalah bagian dari Inji. Perbuaatan baik, beramal dengan memandang sama orang
lain adalah bagian dari hadis Islam. Kalau agama memaksa orang untuk pindah
agama dan orang pindah agama adalah Murtad maka agama tidak berfungis sebagai
fungsinnya. Dan kalau sama-sama agama menyatakan Murtad menurut, Isma’il Ragi A. al Farugi: maka
perlulah agama merumuskan satu patokan nilai yang sama, kebenaran yang sama
khususnya bagi agama-agama pewaris iman Abrahamis, yaitu: Kristen dan Islam.
karena menurutnya Allah itu Esa, maka unitas nilai Agamawi tidak bisa
diingkari. Dalam Surah 3:110 “prinsip ini
mengusahakan kebaikan, menjauhi kejahatan dan percaya akan keesaan Allah”[42]
Perlu juga diperjelas bahwa HAM dalam
setiap agama perlu untuk diperlakukan dengan baik, karena HAM adalah kodrati
manusia itu sendiri sebelum agama hadir. Jadi dapat kita simpulkan agama juga
menjunjung tinggi HAM.
III.
KESIMPULAN
Uraian diatas menyakan akan keberadaan agama adalah
sebagai pendamai dan penolong umat dari persoalan-persoalan hidup sehingga
agama bersifat positif. Bukannya memaksa orang untuk masuk kedalam agama kita,
dan menyatakan pindah agama dalah kafir dan lain sebagainnya, karena konversi
adalah persoalan perenungan pribadi yang dialaminnya. Perenungan itu adalah HAM
itu sendiri yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, HAM itu bukanlah
anugrah yang diberikan orang, HAM bukanlah sebuh penghargaan, atau sebug gelar
yang didapat dengan susah paya. Namun HAM hadir kepada setiap pribadi sehingga
agama maupun hukum negara terbuka dengan itu. Jika agama dan negara terbuka
dengan HAM akan terealisasilah peranan agama dalam konversi agama.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Ackerman,
Robert Jhon, Agama Sebagai Kritik, Jakarta:BPK-GM,
1997
Andang, Ai, AgamaYang Berpihak Dan Berpijak, Yogyakarta:KANISIUS,
2005
Clarke, Andrew
D. & Bruce W.Winter, Satu Allah Satu
Tuhan, Tinjauan Alkitab Tentang Pluralisme Agama, Jakarta:BPK-GM, 2006
Davi,s Peter, Hak-Hak Asasi Manusia Sebagai Bunga Rampai, Jakarta:Yayasan
Obor Indonesia,
Dodge, Christine Hude, Kebenaran Islam, Yogyakarta: PT. Anindya
Mitra Internasional, 2006
Douglhas,,J.D. Human Rigth: A Christian Perspeftive, Quezon
City: New Day Publishing, 1990
Effendi ,Mochtar, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri C-L,Palembang:Universitas
Sriwijaya, 2000
Effendy, Mocchtar, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri a-b,Palembang:Universitas
Sriwijaya, 2000
End,Th.Van.den.
Ragi Cerita 1, Jakarta:BPK-GM, 2010,
Gharisah, Ali, Kehormatan dan Hak: Suatu Studi Kritis atas
teori hak-hak manusia, Yogyakarta:Pustaka Al-Kausar, 1990
Hady, Aslan, Pengantar Filsafat Agama, Jakarta:
PT-Rajawali Pers, 1986
Heiler, Fredrich, Dalam Buku Metodologi Studi agama (Studi
Agama Sebagai Persiapan Kerja Sama Antaragama), Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000
Hendropuspito, D., Sosiologi Agama, Jakarta: BPK-GM, 1990
Iqbal, Muhammad & William
Hunt, Ensiklopedi Ringkas Tentang Islam, Jakarta:Taramedia,
2003
Jalaludin,
Psikologi Agama, Jakarta:BPK-GM,
2000, hlm. 145-246
Kahjmad
,H. Dadang, Sosialogi Agama, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2000
Kruy,A.C.
t, Keluar Dari Agama Suku Masuk Ke Agama
Kristen, Jakarta:BPK-GM, 2008
Kuper, Adam & Jessica
Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta:
PT Raja Grapindo Persada, 2000
Kusuma, H. Hilman Hadi, Antropologi Agama Bagian 1, Bandung:PT.Citra
Adytia Bakti, 1983
Nepel
,Henk Ten, Jalan Yang Lebih Utama Lagi, Jakarta:BPK-GM,
2000
Nurdin, K.H. Muslim Dkk, Moral Dan Kognisi Islam, Bandung:CV.Alfabeta,
1995
Purbopranto, Kuntjoro, HAM Dan Pancasila, Jakarta:Pradya
Paramita, 1981
Purwanto, YR.Edy,Pr, Kebebasan Beragama Misi dan Dialog, dalam
kebebasan Beragama, HAM, Dan Komitmen Kebangsaan, Jakarta: Bidang Marturia
PGI, 2009
Rambe, Agus Hildebrandt dkk, Jalinan Sejuta Ilalang-Pergumulan, tantangan
dan harapan- mensyukuri 60 tahun Zakaria J. Ngelow, Makassar: Oase Intim, 2012
Sairin, Weinata, Fundametalisme Agama-agama dan Teknologi
(Agama-agama Di Indonesia Memasuki Era Baru), Jakarta:BPK-GM,1996
Sairin,
Weinata, Kerukunan Umat Beraga, Pilar
Utama Kerukunan Berbangsa, Jakarta:BPK-GM, 2002
Sipahutar, P & ,Ifinsyah, Ensiklopedi Kerukunan Hidup Umat Beragama, Bandung:
CPM, 2003
-suseno,
F.Magnis, Pemikiran Karl Marx, Jakarta:
PT-Gramedia Pustaka Utama, 2000
Tim
Penyusun, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta:
KNISIUS, 2006
Tim
Penyusun, KBBI, Jakarta: Balai
Pustaka, 2003
Verkuy,J. l, Etika Kristen, Jakarta:BPK-GM, 1985
Wesnawa
Ida Bagus Putu, Kebebasan Beragama HAM
Dan Komitmen Kebangsaan(Hukum Di Indonesia HAM Dan Kebebasan Beragama Bali), Jakarta:
Bidang Marturia PGI, 2009
Yewangoe, A.A, Tidak Ada Negara Agama, Jakarta:BPK-GM,
2009
Yewangoe, A.A., Agama Dan Kerukunan, Jakarta:BPK-GM,
2011
-
Web
Site
http://nasruladi.blogspot.com/2012/06/ham-di-indonesia.html,
Di akses pada hari Jumat, tanggal 22-02-2013
http://zuhdiachmad.blogspot.com/2010/05/ham-dalam-undang-undang-1945.
diakses pada hari sabtu 23, Februari 2013
http://pratiwihana.blogspot.com/2011/11/pengertian-konversi-agama.html, diakses
hari Jumat, tanggal 22-02-2013
http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/30/konversi-agama,
di akses pada hari Sabtu 23 Februari 2013)
[1] Fredrich Heiler, Dalam Buku Metodologi Studi agama (Studi
Agama Sebagai Persiapan Kerja Sama Antaragama), Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000, 224
[3] Konversi bukan
sekedar pindah agama namun konversi adalah sebuah pertobatan dari keyakinan
kepada keyakinan yang lain dan kepada keyakinan yang sebelumnnya.
[4] A.A Yewangoe, Tidak Ada Negara Agama, Jakarta:BPK-GM,
2009, hlm. 45
[5] Tim Penyusun, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hlm.
12
[6] H. Hilman Hadi
Kusuma, Antropologi Agama Bagian 1, Bandung:PT.Citra
Adytia Bakti, 1983. Hlm 16-17
[7] H. Dadang Kahjmad, Sosialogi Agama, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2000, hlm. 13
[8] Pendapat para ahli:
Menurut Lois O Katt Soff agama adalah suatu urusan mengenai pengalaman yang
dipandang mempunyai nilai yang tertinggi, atau sebuah pengabdian kepada suatu
kekuasaan yang dipercayai sebagai suatu asal mula, dan pengabdian itu adalah
upacara simbolis maupun perbutan yang bersifat individual serta Sosial. Menurut
E.B.Tylor; agama adalah kepercayaan kepada sesuatu benda yang memang wujudnya
tidak dapat terlihat. Menurut J.G.Frazer; agama adalah menyembah dalam
penghormatan, kepada kekuatan yang memiliki nilai tinggi dan agung, dan berbeda
dari pada kekuatan manusia serta yang dapat mengatur kehidupan manusia. Menurut
Jhon Herman Randall; agama adalah hasil kerja yang agung dari pada peradaban
manusia yang diolah oleh manusia sendiri berabad-abad lamannya untuk mendapat
tata cara hidup yang lebih layak dan baik. (Lih Aslan Hady, Pengantar Filsafat Agama, Jakarta:
PT-Rajawali Pers, 1986, hlm. 5-7). Menurut Karl Marx; agama adalah perelisasia
hakikat manusia dalam angan-angan saja/bayangan, jadi tanda bahwa manusia
justru belum berhasil merealisasikan hakikatnya (lit F.Magnis-suseno, Pemikiran Karl Marx, Jakarta:
PT-Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm.72) Menurut Robert Jhon Ackerman; agama
adalah gambaran-gambaran yang berulang kali dapat ditafsirkan kembali untuk
mengepaluasi pola-pola social yang baru dan yang tidak terduga sekalipun (lih
Robert Jhon Ackerman, Agama Sebagai
Kritik, Jakarta:BPK-GM, 1997, hlm.9 )
[9] Weinata Sairin, Fundametalisme Agama-agama dan Teknologi
(Agama-agama Di Indonesia Memasuki Era Baru), Jakarta:BPK-GM,1996, hlm.65
[10] Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta:BPK-GM, 2000,
hlm. 145-246
[11]
http://pratiwihana.blogspot.com/2011/11/pengertian-konversi-agama.html, diakses hari Jumat, tanggal 22-02-2013
[12] D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, Jakarta: BPK-GM, 1990,
hlm. 38-57
[13] Konversi Agama, pindah dari agama
semula ke agama lain, itu juga karena akibat ketidak mampuan, kejemuan,
kejumudan, kepalsuan yang dirasakan oleh pemeluk agama semula, bahwa agama
awalnya tidak benar, menentang fitrah, tetapi juga karena pengaruh lingkungan
yang menuai rasa bahwa kalau berbeda dengan lingkungan tidak toleransi. Ada
juga karena intimidasi, intervensi, invasi , disamping karena kesadaran sebagai
intelektual yang haus mencari kebenaran agama. Ada juga karena kebodohan,
terperdaya oleh kondisi yang terjadi, memicu hati bertanya tentang oknum dan
agama. Ada juga oleh sebab bekal pendirian sebagai orang beragama tidak
memadahi, sehingga memandang agama sumbang dan tidak relevan dengan alam
kehidupan.
(http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/30/konversi-agama,
di akses pada hari Sabtu 23 Februari 2013)
[14] Ibid, hlm. 79-32
[15] P Sipahutar &
Ifinsyah, Ensiklopedi Kerukunan Hidup
Umat Beragama, Bandung: CPM, 2003, hlm. 176-179
[17] Andrew D.
Clarke & Bruce W.Winter, Satu Allah
Satu Tuhan, Tinjauan Alkitab Tentang Pluralisme Agama, Jakarta:BPK-GM,
2006, hlm. 92-94
[19] K.H. Muslim Nurdin
Dkk, Moral Dan Kognisi Islam, Bandung:CV.Alfabeta,
1995, hlm. 225-227
[20] P Sipahutar &
Ifinsyah, op,Cit, hlm. 267
[21] Christine Hude Dodge,
Kebenaran Islam, Yogyakarta: PT.
Anindya Mitra Internasional, 2006, hlm. 168
[22] Murtad akan disebut
sebagai orang kafir dalam bahasa arab kafir adalah tak berterima kasih, atau
julukan kepada seseorang yang tidak berterima kasih kepada Tuhan, seseorang
yang tidak beriman, tidak berTuhan, bahkan seseorang yang kafir itu adalah
orang yang akan memasuki Neraka. Lih (Muhammad Iqbal & William Hunt, Ensiklopedi Ringkas Tentang Islam, Jakarta:Taramedia,
2003, hlm.223)
[23] Mocchtar Effendy, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri a-b,Palembang:Universitas
Sriwijaya, 2000, hlm. 86
[24] Tantangan agama
Kristen dan Islam di Indonesia sudah cukup penan secara teologis, ekonomi,
politik dan agama. Namun kebanyakan mereka lebih suka memelihara hidup berdampingan
secara damai, walaupun keduannya ingin dominan dalam politik dan eonomi. (Lih)
Agus Hildebrandt Rambe dkk, Jalinan
Sejuta Ilalang-Pergumulan, tantangan dan harapan- mensyukuri 60 tahun Zakaria
J. Ngelow, Makassar: Oase Intim, 2012, hlm. 99, yang dituliskan oleh Robert
P Borrong.
[25] J.D.Douglhas, Human Rigth: A Christian Perspeftive, Quezon City: New Day
Publishing, 1990, pg. 63
[26]Henk Ten Nepel, Jalan Yang Lebih Utama Lagi, Jakarta:BPK-GM,
2000, hlm. 40-50
[27]Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri C-L,Palembang:Universitas
Sriwijaya, 2000, hlm. 281
[28] Ali Gharisah, Kehormatan dan Hak: Suatu Studi Kritis atas
teori hak-hak manusia, Yogyakarta:Pustaka Al-Kausar, 1990, hlm. 33
[29] http://zuhdiachmad.blogspot.com/2010/05/ham-dalam-undang-undang-1945.
diakses pada hari sabtu 23, Februari 2013
[30] Ida Bagus Putu
Wesnawa, Kebebasan Beragama HAM Dan
Komitmen Kebangsaan(Hukum Di Indonesia HAM Dan Kebebasan Beragama Bali), Jakarta:
Bidang Marturia PGI, 2009, hlm. 205
[31] Adam Kuper &
Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu
Sosial, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000, hlm. 464
[32] Tim Penyusun, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: KNISIUS,
2006, hlm. 390
[33] Ibid,hlm. 390
[34] Kuntjoro Purbopranto,
HAM Dan Pancasila, Jakarta:Pradya
Paramita, 1981, hlm. 19
[35] Peter Davis, Hak-Hak Asasi Manusia Sebagai Bunga Rampai, Jakarta:Yayasan
Obor Indonesia, hlm. 26-27
[36] http://nasruladi.blogspot.com/2012/06/ham-di-indonesia.html,
Di akses pada hari Jumat, tanggal 22-02-2013
[37] Ida Bagus Putu
Wesnawa, Op,Cit, hlm. 206
[38] YR.Edy Purwanto,Pr, Kebebasan Beragama Misi dan Dialog, dalam
kebebasan Beragama, HAM, Dan Komitmen Kebangsaan, Jakarta: Bidang Marturia
PGI, 2009, 151-152
[39] Ai Andang, AgamaYang Berpihak Dan Berpijak, Yogyakarta:KANISIUS,
2005, hlm. 105-106
[40] Weinata
Sairin, Kerukunan Umat Beraga, Pilar
Utama Kerukunan Berbangsa, Jakarta:BPK-GM, 2002, hlm. 148
[41] A.A. Yewangoe, Agama Dan Kerukunan, Jakarta:BPK-GM,
2011, hlm. 109
[42] Ibid, hlm. 121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar