Kamis, 11 Oktober 2018

Pindah Agama/Konversi Agama


Nama              : Ikotison Marpaung

KONVERSI AGAMA
(Suatu Tinjauan Religionum Terhadap Konversi Agama Perspektif Kristen-Islam Dan Kaitannya Dengan HAM)

I.     PENGANTAR
            Agama lahir, berkembang dan berdasarkan iman kepada Tuhan. Dalam arti tertentu agama berasal dari Tuhan dan merupakan anugerah bagi manusia. Tetapi dalam arti tertentu pula agama merupakan usaha manusia. Sehingga penghayatan manusia itu tidak terlepas dari manusia yang memiliki segi-segi positif dan negatif. Dalam tingkat pribadi agama juga dapat menjadi faktor harmoni dan disharmoni, pemersatu dan pemecah dan lainnya.   Dalam hal lain juga, sering kali agama hadir untuk bertentangan satu dengan yang lainnya, bahkan melibatkan peperangan, memandang rendah pengikut agama-agama yang lain. Bahkan agama yang dekat dengan Toleransipun perpindahan agama menyebabkan seseorang terputus dari keluarga, kasta, suku, bahkan dianggap lebih rendah.[1] Hal Konversi agama ini juga sering terjadi dari kekerasan agama itu sehingga orang yang tidak mendapat jenjang sosial akan merasa teraniaya. Dalam zaman dulu masukkan para zending ke Nusantara tidak jarang orang dipaksa masuk agama Kristen, sekali-kali faktor yang menyebabkan adalah dipaksa dengan senjata, karena ia sungguh-sungguh yakin akan kebenaran injil/agama, dan faktor-faktor politik lainnya, sehingga kesemuannya itu memiliki pergumulan tersendiri. Pemaksaan perpindahan itu membawa kita dalam pertanyaan tentang misi itu sendiri untuk memaksa orang lain masuk ke dalam agama kita. [2] Sehingga seorang atau kelompok yang keluar dari agama kita itu bukan bagian dari kita, dan lebih parahnya lagi mereka adalah orang kafir dan murtad. Tidak jarang penyebutan itu lahir dari tokoh-tokoh agama yang memiliki peranan teladan.  
            Dalam hal konversi[3] agama juga dapat menjadi konflik yang cukup bertentangan dalam zaman yang sudah diwarnai dengan istilah toleransi beragama. Kebebasan beragama merupakan perumusan yang ketika kita perlihatkan dalam etis praktisnnya tidak jarang agama dalam kekerabatannya bersifat merendahkan. Dalam agama islam hadith yang diriwayatkan oleh Ibn’Abbas dikatakan Nabi Muhammah SWA “barang siapa menukar agamannya hendaklah dia mati (dibunuh)”. hal ini akan membawa kepada pemahaman yang jelas bahwa agama itu tidak memberikan kebebasan dalam memilih dan meninggalkan agama. Sehingga kepada umat yang mencoba untuk mentransformasi imanpun adalah dianggap hal yang melanggar dogma Islam.[4] Pengalaman konversi pindah agama kiranya akan memperluas horizon pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan reflektif untuk menghidupkan esensi keberagamaan, sehingga pindah agama tidak semata-mata ditafsirkan sebagai „pengkhianatan‟. Hal lain juga agama tidak hadir sebagai pemaksaan umat karena itu bagian dari kekerasan. Kebanyakan penginjilan agama adalah candu, candu supaya memperluas agama. Sehingga kehadiran agama itu bukanlah damai melainkan kelembutan dalam kekerasan.
            Hal tersebut diataslah yang hendak penulis coba lihat dalam kaitan HAM. HAM merupakan Hak dasar secara azasi yang dimiliki setiap manusia dan tidak diberikan oleh luar dirinya dan tidak bisa dicabut dari dirinya karena Hak azasi maanusia adalah dibawa sejak lahir secara kodrat sebagai manusia dari penciptanya. Dalam kaitan memilih agama maupun berpindah agama akan coba dilihat secara terbuka dalam kaitan HAM.

II.  PEMBAHASAN
2.1.       Pengertian  Konversi Agama Secara Umum
          Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) agama adalah ajaran, sisitem yang mengatur tata keimanan yang berhubungan dengan pergumulan manusia serta lingkungannya.[5]Agama dalam Istilah asing disebut “Religie” atau “Godsdienst” (bahasa Belanda). Sitilah ini berasal dari bahasa sansekerta yang pengertiannya menunjuk kepada kepercayaaan manusia berdasarkan wahyu Tuhan. Dalam arti linguistik kata agama berasa dari kata A-GAM-A. kata “A” berarti “tidak”, kata GAM berarti pergi atau berjalan. Sedangkan akhiran A merupakan kata Sifat yang menguatkan yang kekal, jadi istilah agama adalah tidak pergi atau tetap atau berjalan.[6] Dalam paham lain juga agama diartikan dengan singkat adalah tidak kacau.[7] Ada banyak pemahaman tentang agama dan stilah agama ini, terlihat bagaiman sesorang memiliki pengalam dalam agama itu sendiri. Secara singkat agama[8] hadir sebagai mengatur tata hidup manusia yang berahlak dan memiliki nilai. Agama juga adalah pedoman hidup, bagaima dia yang percaya itu berpikir dan berlaku, dengan hubungannya dengan Tuhan dan menciptakan hubungan baik dengan sesama. Atau agama hadir sebagai pengembala nilai-nilai moral dan Spritual manusia.[9]
          Secara singkat dalam pemikiran kita kata Konversi itu adalah perubahan pemikiran kepada kepercayaan lain, artinya pindah. Kata Konversi bersal dari kata “conversio” (Religius Konversion ), yang berarti bertobat, pindah agama. Pandangan lain menyatakan konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau prilaku yang berlawanan dengan kepercayaan yang sebelumnnya dipercayai atau diyakini.[10] Penjelasan Konversi agama menurut terminologi menurut pengertian ini akan dikemukakan beberapa pendapat tentang konversi Pertama: Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. Kedua: William James mengatakan konversi agama adalah berubah, digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses, baik itu berangsur-angsur atau tiba-tiba yang dilakukan secara sadar dan terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama.[11] Pemahaman ini akan membawa pengertian yang jelas bahwa konversi agama itu bukan hanya sekedar pindah agama namun itu dijelaskan sebagai pertobatan dan perubahan kepercayaan, atau transformasi iman kepada kepercayaan/ agama lain. hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan kelompok dan seseorang.

2.2.       Fungsi Agama
Agama dalam fungsinnya mencakup kepada kebutuhan dan pergumulan umat sebagai berikut:[12]
a.  Fungsi Edukatif
Manusia mempercayai agama sebagai fungsi Edukatif yang mencakup tugas mengajar dan tugas membimbing. Agama mampu memberikan pengajaran yang otoritatif, ia mampu menyampaikan ajaran keagamaan. Kotbah, renungan (meditasi) dan pendalam rohani. Edukatif ini akan membawa mereka kepada pengetahuan yang menuju kepada kehidupan dan tujuan hidup, hati nurani dan tanggung jawab, Tuhan, kekal, ganjaran atau hukuman yang setimpal atas perbutan setiap orang.
b. Fungsi Penyelamat
Agama dalam hal ini mampu memberikan jaminan tentang cara-cara yang khas untuk mencapai kepada kebahagiaan yang terakhir, dan itu ada diluar kekuatan manusia. Sebagian orang beranggapan bahwa yang bisa mencapai kesana adalah manusia agama (homo Religiosus), dan untuk menjawab itu perlu menggunakan pembedaan agama yaitu ada yang agama alamiah dan agama wahyu. Dalam pembedaan itu namun kita secara universal bagaimana agama itu;
-          Agama mampu mengenalkan “yang sakral” dengan “mahluk tertinggi” atau Tuhan.
-          Agama mampu mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan. Dalam hal ini agama menghantarkan masyarakat kepada kesadaran lewat ritual agama itu sendiri.
c.  Fungsi pengawasan Sosial (social control)
Pada umumnya dalam hidup ini kesejahteraan itu dapat kita ukur dan lihat dalam kelompok itu dari bagaimana kelompok itu dari kesetiaan mereka kepada kaidah-kaidah susila dan hukum. Dalam hal inilah agama hadir dan bertanggung jawab atas adannya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat. Agama juga hadir memberikan sangsi yang harus diberikan sangsi yang harus dijatuhkan kepada orang yang melanggarnya. Dalam hal ini fungsi agama itu meneguhkan kaidah-kaidah susila yang baik, mengamankan , melestarikan dari hukum lain dan agam lain, melihat dan meningkatkan serta menyempurnakan nilai hukum yang digunakan dalam hukum adat.
d. Fungsi memupuk persaudaraan
Dari masa kemasa setiap agama telah mencoba bagaimana setiap masyarakat dan oknum agama memupuk ras kebersamaan itu. Agama hadir dan menyatakan kebersamaan berdasarkan ideology, sistem polotik, pragmatis (sistem ini yang mengesampingkan nilai ras, politik dan asal), kesatuan iman dan keagamaan. Kesatuan kasih yang diajarkan dalam agama dapat dipupuk dan dikembangkan didalam relasi kasih antar sesama-Tuhan-kasih Ilahi.
e.  Fungsi transformatif
Fungsi agama disini adalah mengubah secara bernilai dan bermakna bagi masyarakat. Artinya mengubah bentuk kehidupan baru, atau menganti nilai-nilai lama dengan nilai yang baru. Mampu membentuk manusia itu kepada pribadi manusia yang ideal. Sehingga dalam hal ini agama bertugas untuk mengubah dunia,  tugas ini juga boleh kita lihat dengan jelas dalam agama Kristen yang dinyatakan sebagai “Garam dan Terang dunia” Mat 5:13-14.

2.3.       Faktor-faktor Konversi Agama
          Manurut Max Heirich bahwa Konversi/Conversio yaitu masuk agama atau pindah agama.[13] Sehingga ia menyatakan ada beberapa factor yang penyebab atau yang mendorong orang masuk atau pindah agama:[14]
1.    Dari kalangan ahli Teologi: factor itu pengaruh ilahi. Seseorang itu bisa pindah agama atau masuk agama karena didorong oleh karunia Allah. Tanpa adanya pengaruh khusus dari akali manusia, bahwa masalah dari dunia supra-empiris itu bukanlah kompetensi ilmu social semata.
2.    Ahli psikolgi factor itu karena pembebasan dari tekanan batin, sehingga ia berusaha mengatasi tekanan itu. Hal tekanan batin itu biasannya factor
a.       Masalah keluarga yang dialami seseorang masuk agama, kesulitan antar anggota keluarga, percecokan, kesulitan seks, kesepian batin, tidak mendapat tempat dalam kerabat sehigga tekanan stress.
b.      Keadaan lingkungan yang menekan, dan problem pribadi: perubahan seseorang secara darstis, perceraian yang mengakibatkan seseorang janda, meninggalkan sekolah, rencana kawin dengan pihak agama lain dan perubahan pekerjaan dll.
c.       Sumber tekanan batin lain: urutan kelahiran, cari pembebasan.
d.      Factor lain juga karena kemiskinan, hal ini dijelaskan biasannya dalam penjelajahan misi sering bahwa golongan melarat itu sering pindah agama karena kemiskinan.
3.    Dari ahli pendidikan menyatakan bahwa pindah agama itu situasi pendidikan: dala literature pendidkan memang sangat berpengaruh dalam disposisi religius , kenyataaan ini lebih menunjukkan ditemukan banyak pendiri-pendiri sekolah yang berlebel agama namun sebagian kecil jumlah anak-anak yang berpendidikan dari agama sekolah tersebut. Hanya sejauh ini dapat dibenarkan sisitem pendidikan lewat persekolahan menyebabkan pindah agama.
4.     Faktor keempat dalam ahli sosial: menyatakan aneka pengaruh social. Hal itu dapat diperlihatkan dalam pengaruh pergaulan antar pribadi dari berbagai latar belakang baik dari ilmu pengatahuan dan keilmuan sejarah. Pertemanan dan sahabat yang akrab juga dapat menyebabkan pindah agama. Pergaulan yang akrab itu mempegaruhi kemana ia harus pergi baik itu acara-acara peribadahannya. Yang sering juga kita temukan dalam pergaulan social adalah sebelum kita bertobat kita telah menjalin hubungan dengan pemimpin tokoh agama tertentu. Dan dengan mudah kita beralih kepada  pemimpin itu.



2.4.       Konversi Agama Dalam Perspektif Kristen Dan Islam
2.4.1.      Agama Kristen
          Konversi dalam kata Yunani Epistrophe. Yang istilah ini disebutkan dengan kata bertobat. Dalam arti umum kata Konversi itu mengarah kepada perubahan psikologi seseorang sehingga merubah pola pikirnya. Namun dalam Alkitab PB kata itu sebuah pengalaman religius yang menyebabkan seseorang menjadi bertobat. Sehingga kata bertobat itu dipandang sebagai pertobatan yang tidak mengenal Allah menjadi mengenal Allah, hal ini ditegaskan oleh rasul Paulus “sebab kamu telah mendegar tenatang hidupku dahulu kamu adalah agama Yahudi” tanpa batas penganiayaan Allah (Gal 1:13) tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Perubahan itu bukan menggambarkan kerugiaan namun Paulus menyatakan kepada perubahan itu sendiri.[15] Dalam kata lain juga di sebut dengan Syub yang diartikan membalikkan diri, memalingkan diri. sehingga mereka yang bertobata adalah perubahan sikap membalikkan dari dari sikap-sikap sebelumnnya sehingga tidak mempercayai itu namun menikuti Allah. Pertobatan itu juga, pertobatan yang benar dan sungguh-sungguh serta menghasulkan buah.[16]
          Dalam I Korintus 8-10  Paulus membicarakan bagaimana orang Kristen hidup dalam dunia yang mengenal pluralisme agama itu. Ajarannya bersifat lain dari ajaran para nabi Yahudi, yang tujuannya untuk menjaga kesucian para penganutnya supaya boleh ikut beribadah dan kebaktian. Penekanannya 8:9-13;10:14 Paulus menyampaikan perintah-perintah melalui tentang hal ini, ia juga menjelaskan prinsip-prinsip bagaimana anggota-anggota jemaat harus bertindak dalam masyarakat mereka, sesuai teladan Kristus. supaya dorongan ajarannya bukan bersifat menjadiakan mereka pengikut kristen, namun penekanannya adalah hidup dalam kristus, sehingga mereka yang diluar Kristus bukanlah orang yang dikuduskan. Bagi Paulus, ajaran kepada jemaat tentang Pluralisme agama diberikan Paulus sebagai bagian dari paradosis (tradisi rasuli), bahwa tidak ada berhala didunia dan tidak ada Allah lain daripada Allah yang esa. Menurut Paulus, pandangan orang bukan kristen di Korintus bahwa ada banyak dewa di surga maupun dibumi , adalah salah, walaupun dianut secara umum. Sehingg Paulus menyatakan itu adalah salah, dan agama itu ada garis perpisahan yang tegas yang diakui oleh jemaa kristen. masalah keragaman kepercayaan dianggap sebagai pemberitaan kristen (Kis 14:15) kami disini untuk membertikan injil, sehingga mereka yang diluar agama Kristen yang menyembah dewa-dewa itu perlu ditobatkan. Meninggalkan perbuatan-perbuatan sia-sia dan berbalik kepada Allah. Bertobat berarti menolak pengertian akan pluralisme agama tentang kahadiran ilah-ilah.[17] Penjelasan Paulus mendorong kepada pertobatan itu adalah kepada Yesus yang bangkit, sehingga diluar Yesus dan Allah yang esa itu adalah salah dan tidak akan selamat. Konversi agama itu manjadi yang sangat penting bagi Pulus jika ia pindah mempercayai Yesus, namun konversi agama kelaur dari agama Kristen adalah perbuatan yang menyembah berhala dan salah.
          Dalam sejarah Indonesia hal pindah agama dalam masa injil mulai menyentuh Nusantara adalah hal yang wajar. Bagai mereka yang pindah agama sering karena alasan-aslasan pribadi. Tidak jarang mereka pindah agama bukan sesuatu pertobatan yang utuh namun ada sebuh faktor yang mendorong mereka untuk bertobat dan menerima Injil. Sejarah sulit untuk menginformasiakan akan pindah agama itu, karena persoala pindah agama adalah persoalan hati seseorang. Menurut para misionaris pindah agama adalah sebuh yang lumrah dengan alasan supaya mereka mendapat nilai sosial, alasan politik, alasan ekonomi dan alasan budaya. alasan itu bukan merupakan ukuran karena ketika mereka pindah agama maka mereka akan mendapat pengajaran-pengajaran kristen yang layak.[18]

2.4.2.      Agama Islam
          Konversi dalam pemahaman islam adalah sesuatu yang tabu sehingga bagi peranan mereka agama islam adalah agama yang seutuhnya taat kepada Allah. Sehingga perbutan tobat atau Tawbat adalah perbuatan yang sungguh dinanti-nantikan. Tobat dalam hal ini adalah mengalami perubahan dari perbuatan yang jahat kepada kesadaran yang sungguh-sungguh dengan disertai penyesalan. Oleh karena itu ia mampu menjaga dirinya dalam kekudusan dan kesucian serta meninggalkan perbuatan yang tidak diinginkan oleh Allah.[19]
          Untuk masuk menjadi orang muslim disebut ia adalah orang yang bertobat seperti penjelasan diatas, namun jika mereka yang pergi meninggalkan islam, atau pindah dari agama itu adalah Murtab. Murtab ini dapat dibagi dalam dua bagian tertentu: murtab Nillah adalah seseorang muslim yang keluar dari iman yang pernah didahului oleh perbuatan kafir lalimnya. Itu seperti orang kafir memeluk agama islam kemudian menjadi kafir (QS. 4:137) Yang kedua disebut Murtab Fitri itu adalah orang muslim kawin dan meninggalkan ajaran Islam dan tanpa pernah didahului bentuk Kehufuran lainnya.[20] Bahkan ditegaskan kembali barang siapa menukar agamannya hendaklah ia mati: artinya selayakyalah dia yang pindah agama Islam itu harus dibunuh dan mati. Menurut Cristine Huda konsep orang kafir itu melukiskan mereka yang tidak menganut agama mereka. Bahkan Al-Quran menggunakan kata kafirum (jamak dari kafir) untuk melukiskan orang yang mendengar pesan islam tapi tidak mempercayainnya. Kata itu sendir berarti “orang yang ingkar[21]
          Dalam ayat lain juga diebutkan “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi, maka msuklah ke dalam jamaah hamba-hambaku dam masuklah kedalam Surgaku (QS.89:27-30) ”. Sedemikian tobat itu adalah kembali kepada jalan yang benar dan tidak murtad.[22] Sehingga bagi agama Islam Konversi agama itu dan beralih dari agama Islam adalah seseorang yang murtad. Dalam agama Islam penerangan akan ajarannya begitu mengarah kepada Inklusivisme karena Islam dalam bahasa sansekerta diartikan balasan, berbaik dan adil. Salah satu sitilah aram itu disebut dengan kata DIN kata ini beberapa kali disebutkan dalam AL-QURAN, sekitar 94 kali. Dan paling ditegaskan di dalam FirmanNya “Innaddinu Indallahi AL-Islam” yang artinnya hanya agama Islam saja yang diakui disisi Allah (QS, Ali Imron:19). Jadi semua agama yang diwahyukan Allah melalui nabi-nabi adalah Ad-Din-Al-Islam. Bahwa agama Allah yang diakuinnya juga terdapat didalam FirmanNya: Man Yabtaghi ghairul islam dina fala yugqbala minhu yang artinnya: dan barang siapa yang mengakui agama yang bukan agama Islam sebagai agamannya maka tidak akan diterima daripadannya. (Qs. Ali Imron:85) jadi semua agama yang dianut para Nabi itu adalah agama Islam. Sehingga mereka yang diluar Islam adalah mereka yang tidak taat kepada Nabi dan Tuhan Allah.[23] Penyebutan itu menjelaskan bahwa agama mereka merupakan sebuah pewahyuan yang dari ilahi, artinnya bukan factor budaya namun faktor iman dari pilihan para Nabi. Di luar kepercayaan itu adalah mereka yang tidak mengimani adanya Tuhan Allah, Nabi Muhammad dan rasul-rasulnya.
            Secara ringkas bahwa jelas kedua agama ini hadir sebagai agama yang benar, bagi kelompok Islam menurut Borrong terkhusus islam fanatic bahwa orang krsiten itu kafir dan harus diislamkan dengan cara apapun, bahkan kalau perlu dengan jihad (perang suci). Bagi Kristen tertentu yang sangat menekankan misi sebagai Kristenisasi. Biasannya pendekatan kedua kelompok fanatic ini menimbulkan ketegangan hubungan Islam dan Kristen terkhusus di Indonesia.[24]

2.5.       Agama Dan Ham
2.5.1.      Ham dan agama Kristen
          Istilah HAM dalam tidak ditemukan dalam Alkitab, namun dalam PL manusia adalah ciptaan Allah, dan sebagai ciptaan tidak akan sama dengan Tuhan. Namun manusia berbeda dengan mahluk yang lainnya, sehingga manusia lebih diatas dari pada mahluk lainnya. (Kej 1:28;2:19). Manusai juga adalah menurut gambar dan rupa Allah, gambar ini mencakup kualitas rasional, moral, dan spiritual. Kemudian ini akan dimaksudkan akan kebebasannya dalam membuat segalanya didunia ini, belajar tentang Allah, mengenal, mengasihi dan melayani Dia. Dan semuanya itu adalah bentuk kebebasan.[25] Pengajaran Yesus sebagai sosok pembebas semasa hidupNya adalah pembebas Hak manusia dari kemiskinan, pemerintah dan peyakit. Perumpamaan tentang orang upahan di kebun anggur (Mat 20:1-6), ini menggambarkan tentang tanggung jawab manusia membela hak setiap orang untuk mendapat pekerjaan, mendapat upah yang layak, dan mendapat perlakuan yang adil. Jaminan antara persamaan laki-laki dan perempuan telah ditunjukkan oleh Yesus. Tanggung jawab membela hak-hak orang miskin juga merupakan tugas dari manusia, harta dipakai untuk membantu sesame (Luk 3:19; 22:25).[26]

2.5.2.      Ham dan Agama Islam
            Bagi agama Islam HAM sudah dijelaskan dalam pengajarannya. Dalam surat al-Baqarah ayat 256 menjelaskan adanya larangan pemaksaan dalam agama karena Allah sendiri telah menciptakan perbedaan dan keberagaman kita. Allah memberikan kebebasan pada manusia untuk memilihnya dengan segala konsekuensi yang ada. Pada tradisi Islam misalnya prinsip-prinsip tersebut ditegaskan dalam al Quran prinsip tersebut termuat dalam QS. Al-Baqar 2:256 tentang tidak ada pemaksaan agama, al-Mumtahanah 8-9(anjuran berbuat baik, berlaku adil, dan menolong orang-orang non muslim yang tidak memusuhi dan mengusir mereka) dalam tradisi fikih, prinsip ini termuat dalam konsep maqashid al-Syariah: kebebasan untuk hidup, beropini, dan berpendapat, menjaga kelangsungan hidup, kebebasan memiliki property dan kebebasan beragama. HAM harus sama dalam setiap hati manusia itu dan harus dilindungi dan dihormati.[27]
          HAM bagi Islam yang harus disyariatkan , tidak boleh dibuang dan direvisi, dilanggar dan tidak boleh diabaikan karena ini disyariatkan oleh SWT . dikatakan Allah menjadikan sebagai khalifa-Nya di muka bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Alquran. Didalam Islam Hak azasi dinyatakan dengan tegas dan jelas dalam Alquran harus dilindungi dan tidak boleh diganggu. Firman Allah “dan janganlah kamu kurangi hak-hak manusia dan jangan berbuat kebinasaan di muka bumi” (QS AL-Araf:85).[28]

2.6.       Hak Azasi Manusia (HAM)
           Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia karena ia manusia, dan bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau negara. Manusia memilikinya karena kemanusiaannya dan karena manusia diciptakan oleh Tuhan, hak-hak asasi manusia berasal dari Tuhan. Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir, maka tidak seorang pun dapat mengambilnya atau melanggarnya. Kita harus menghargai anugerah ini dengan tidak membedakan manusia berdasarkan latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa dengan hak asasi manusia bukan berarti dapat berbuat semena-mena, karena manusia juga harus menghormati hak asasi manusia lainnya.
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a.Hak               Hidup  (life)
b.Hak  Kebebasan       (liberty)
c.Hak               Memiliki          (property)[29]
          HAM adalah sebuah peranan yang mengaturkan pengakuan atas martabat kodrati dan hak-hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut karena merupakan landasan bagi kebebasan manusi, keadilan, dan perdamaian.[30] Makna dari sebuh HAM adalah bukan sebuah pemberian atau anugrah Negara dan hak-hak itu bisa dicabut melalui peraturan hukum oleh Negara. Namun HAM itu dipunyai semua orang sesuai kondisi manusiawi, misalnnya hak asasi untuk memperoleh pengadilan yang adil.[31] Dalam perkembangannnya HAM ini disebutkan dalam bahasa Inggris adalah human rights nama ini diberikan pada abad ke 20 kepada hak-hak manusia atau hak-hak alamiah. Secara umun hak-hak ini dipergunakan pada abad 17 dan 18 terhadapa tuntutan atas kebebasan, kekebalan, kemungkinan-kemugkinan yang diberikan pada orang seorang pada hukum alamiah. Hak alamiah itu dinikmati oleh semua orang dalam kebebasan, hak atas hidup dan kebersamaan. Sehingga peranan hak itu dalah peranan yang membebaskan dalam keterikatan yang melanggar nilai kemanusiaan.[32] HAM juga adalah seperangkat hak yang melekat didalam setiap orang, dan memiliki hak-hak asasi berarti bahwa seseorang itu hidup dalam naungan pemerintahan yang mengijinkan untuk berbuat sesuatu dengan hak-hak manusia. Sehingga pemerintah berperan memberikan perlindungan dan bentuk penegakan akan hak-hak manusia itu yang memang hak dari seseorang itu.[33] Dalam hal ini kita boleh sampaikan secara singkat bahwa manusia itu memiliki hak nya masing-masing menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari pada hakekatnnya dan arena itu bersifat suci dan atas dasar haknya.[34]
          Secara umum pandangan pembahasan HAM ini diperlukan menimbang bahwa Hak-hak manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan. Hak asasi manusia juga sebagai suatu dasar pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan semua Negara, dengan Tujuan agar semua orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat deklarasi ini, berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan ini dengan jalan tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan pelaksanaan umum dan efektif, baik dalam bangsa, Negara, anggota didalam kekuasaan hukum mereka.[35] Peranan HAM dalam hal ini memperlihatkan akan keadaan seseorang dalam menuju kebebasan dalam bertindak dan memilih dengan hati naluri manusia itu.
          Sejarah di Indonesia Fokus perjuangan menegakkan HAM pada zaman penjajahan adalah untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia agar bisa terbebas dari imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan pada masa Orde Lama, upaya untuk mewujudkan demokrasi menjadi esensi yang diperjuangkan. Demikian juga pada masa Orde Baru yang memiliki karakter kekuasaan yang otoriter. Pada periode ini, HAM malah kerap ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Akibatnya, perjuangan penegakan HAM selalu terbentur oleh dominannya kekuasaan. Sedangkan pada saat ini, perjuangan menegakkan HAM mulai merambah ke wilayah yang lebih luas, seperti perjuangan untuk memperoleh jaminan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Hak Asasi Manusia adalah hak atau sesuatu yang paling tinggi derajatnya dibandingkan hak-hak lainnya sebab HAM itu sendiri sudah dimiliki seseorang sejak dari ia dilahirkan kedunia. Dari situlah kenapa HAM sangat dijunjung tinggi karena HAM itu sendiri bagaikan harkat dan martabat yang dimiliki oleh setiap orang. Penyelesaian masalah HAM dapat membuat warga masyarakat menjadi tenang. Karena aparat negara memang bertugas untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.  Sudah semestinya semua kasus pelanggaran HAM yang terdapat di Negara ini diusut tuntas. Meskipun, kasus tersebut melibatkan sebuah instansi ataupun kaum elit sekalipun agar keadilan di Negara ini dapat dinikmati oleh setiap orang bukan hanya golongan atas saja.[36] Sebagai warga Negara yang baik sudah seharusnya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan menghargainya. Sebab, dengan menghargai HAM seseorang itu dapat menghindari benturan-benturan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang tersebut. Dan jika setiap orang saling menghargai HAM yang dimiliki orang lain maka alangkah indahnya kehidupan di Negara ini.

2.7.       Konversi Agama Dalam Kaitan HAM
          Agama dan kepercayaan serta kominitas hidup dalam Negara yang memiliki hukum dan kebebasan sehingga Negara dan hukum Negara adalah bagian dari kominitas beragama. Dalam kaitan Konversi agama adalah bagaimana seseorang itu memandang dan memilih komunitas agama ditentukan oleh dirinnya sendiri. Pemilihan itu adalah hak azasi yang mutlak atas dasar pergumulan iman. Hukum HAM dalam pemilihan atau kebebasan beragama sejalan dengan itu. Karena hukum HAM di Indonesia menempatkan kebebasan beragama pada tatanan tertinggi. Amanat HAM termasuk didalam UUD 1945. Bahkan ia lahir lebih dahulu dari Declaration Independent Of Human Right 1948. Hal ini menunjukkan adannya pengakuan yang mendalam atas martabad kondrati manusia yang paling hakiki. Demikian pulalah kebebasan beragama tertuang didalam pasal 29 UUD 1945 “dengan menyatakan memeluk agamannya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamannya dan kepercayaannya itu, dan Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamamnya masing-masing dan beribadah menurut kepercyaan itu.” Penegasan dalam pasal 28 yang mentukan setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, hal ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya, dalam kegiatan pengajaran, pengamalan, beribadah dan penataan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain.[37] Sehingga jelaslah bahwa peranan agama tidak lah peranan memaksaan dalam memilih kepercayaan.
          Ajaran umum dasar kebebasan beragama menyatakan bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti , bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak orang-orang perorangan maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi manapun juga. Sehingga dalam hal agama sekalipun tak seorang pun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinnya, atau dihalang-halangi untuk dalam batas yang wajar bertindak menurut suara hatinnya, baik secara perorangan maupun dimuka umum. Pemahaman beragama itu juga sungguh didasari pada martabat pribadi manusia itu, sebagaimana ia mengenal berkat sabda Allah yang diwahyukan dengan akal budi. Hak pribadi manusia atau kebebasan beragama harus diakui dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa, sehingga menjadi hak mutlak.[38]
          Penyataan HAM menjadi titik temu agama, HAM bisa menjadi pengingat akan bahaya laten yang di idap setiap agama. Sehingga kalau ego agamis berlawanan dengan asli semangat agama dan semagat yang dikristalkan dalam penyataan HAM.  Jika penghayatan dipegang teguh sebagai suatu amanat kemanusiaan universal, sebagai perenungan anak-anak manusia sendiri sebagai citra dan mitra Tuhan maka konversi agama dalam hal teleransi dan hak asasi manusia mudah mendapat dasar berpijak bersama. Dalam segi kedua HAM biasa menjadi lading dan ajang kerja sama dalam sikaf aktifnya. Jika ada konsekuen maka agama berusaha lebih memanusiakan manusia. Sehingga bagaimanapun konversi didasari kepada pemahaman atas diri manusia dan dasar naluri untuk memilih dan menetapkan dasar iman yang dihayatai[39]
    
2.8.       Analisa
          Persoalan Konversi agama bukanlah sebuh persoalan komunitas namun persoalan seseorang dalam memahami agama itu sendiri. Pemahaman konversi dalam kaitan agama-agama diartiakan sebuh pertobatan dan meninggalkan agama dengan taransformasi iman, artinnya ketika ia mengubah iman kepercayaannya dan berpindah keagama yang lain maka itu adalah Konversi, sehingga konversi agama bukanlah sekedar persoalan pindah agama. Konversi agama mengapa bisa terjad?i Hendro Puspito mengatakan oleh karena adanya persentuhan antara agama yang satu dengan yang lain, sehingga tidak akan ada terjadi kalau tidak ada persentuhan agama.
          Dalam agama Kristen,  baik islam persoalan konversi agama merupakan persoalan kepercayaan, dan kebenaran yang sesungguhnya, sehingga pindah agama adalah meninggalkan kepercayaan yang benar. Nah pertanyaa kalau lah agama hadir dan menyatakan bahwa kebaran itu ada didalam agama ku, dan dan agama yang lain adalah salah?? Apakah jawaban kita? Sehingga pindah agama adalah kenajisan yang sangat kotor bahkan lebih kotor dari orang yang berbuat zinah. 
          Konversi agama merupakan sebuah perenungan pribadi walaupun ada banyak factor-faktor yang mempengaruhi konversi itu, namun yang jelas adalah kesadaran penuh. Seseorang pindah agama kepada agama lain sering itu kali kita akan katankan itu murtad, dan kadang ada juga yang mencoba memaksa untuk masuk kedalam agama kita. Persoalannya adalah HAM, artinnya bagaimana sebenarnya manusia dan hak nya mampu memilih sesuatu tanpa ada dorongan dan paksaan dari orang lain. sehingga kita boleh katakana itu tidak manusiawi. Karena HAM adalah persoalan manusiawi Sehingga diadakanlah barang tentu perlakuan asas pindah agama dengan jalan paksaan sebuh tindakan mulia, bahkan kita senang kalau ada orang masuk dalam agama kita. Dan kalau ada seseorang pindah dari agama kita maka dengan gampang kita katakana adalah murtad/kafir atau penghianat.
          Secara tertulis Indonesia menjunjung penegakan HAM. Dalam UU tentang HAM itu menyatakan akan keterbukaan terhadap sesorang atau kelompok dalam mempercayai dan memilih agama yang menurut nalurinnya untuk dipercayai. Sehingga peranan HAM adalah central dari kepelbagaian agama itu menyangkut konversi itu sendiri. Karena manusia dan hak nya bukanlah merupakan sebuah hukum yang dianugrahkan kepada manusia namun HAM adalah nilai tertinggi dari manusia, dan tidak akan pernah diganggu gugat. Jika pemahaman akan HAM itu kabur maka, dengan sembarangan agama akan menyatakan bahwa perihal konversi agama adalah kafir dan murtad. Hal ini ditagaskan oleh Weinata Seirin pindah agama adalah hak asasi seseorang untuk memilih agama yang akan dianutnnya dan juga hak asasi bagi seseorang untuk menolak ajakan untuk pindah dari agama yang dianutnya[40]. Agama haruslah sadar sebagai fungsinya masing-masing dengan membawa perdamaian dan kedamaian, itu akan terealisasi dengan memperhatikan hak sesama umat dan hak agama itu sendiri serta pribadinnya. HAM adalah mutlak  kepada seseorang jadi persoalan mau pindah agama, dan tidak pindah agama adalah bagaiaman seseorang melihat agama kita. Tugas kita adalah bagaiman menjalankan agama itu dengan benar, dan memandang orang lain sama seperti diri kita sendiri.
          Nah… pertanyaan bagaimana kalau Pindah agama? Hal itu bisa saja terjadi, tetapi harus berpijak pada keputusan yang sungguh-sungguh, telah dipertimbangkan masak-masak dan tanpa tekanan dari puhak manapun. Agama/PI tidak boleh memaksa agar seorang pindah agama. Tetapi kalau akhirnya setelah bersangkutan berpikir masak-masak untuk pindah agama, hal itu haruslah dimungkinkan sesuai dengan hak asasinya sebagai manusia.[41] Kalau agama hadir sebagai memaksa agama, maka dogma atau ajaran agama yang menekankan perbuatan baik dan tanpa kekerasan dalam agama perlu untuk dipertanyaakan. Kasih dalam Injil, mengasihi musuh, bahkan mengasihi sesama adalah bagian dari Inji. Perbuaatan baik, beramal dengan memandang sama orang lain adalah bagian dari hadis Islam. Kalau agama memaksa orang untuk pindah agama dan orang pindah agama adalah Murtad maka agama tidak berfungis sebagai fungsinnya. Dan kalau sama-sama agama menyatakan Murtad  menurut, Isma’il Ragi A. al Farugi: maka perlulah agama merumuskan satu patokan nilai yang sama, kebenaran yang sama khususnya bagi agama-agama pewaris iman Abrahamis, yaitu: Kristen dan Islam. karena menurutnya Allah itu Esa, maka unitas nilai Agamawi tidak bisa diingkari. Dalam Surah 3:110 “prinsip ini mengusahakan kebaikan, menjauhi kejahatan dan percaya akan keesaan Allah[42]
     Perlu juga diperjelas bahwa HAM dalam setiap agama perlu untuk diperlakukan dengan baik, karena HAM adalah kodrati manusia itu sendiri sebelum agama hadir. Jadi dapat kita simpulkan agama juga menjunjung tinggi HAM.

III.   KESIMPULAN
       Uraian diatas menyakan akan keberadaan agama adalah sebagai pendamai dan penolong umat dari persoalan-persoalan hidup sehingga agama bersifat positif. Bukannya memaksa orang untuk masuk kedalam agama kita, dan menyatakan pindah agama dalah kafir dan lain sebagainnya, karena konversi adalah persoalan perenungan pribadi yang dialaminnya. Perenungan itu adalah HAM itu sendiri yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, HAM itu bukanlah anugrah yang diberikan orang, HAM bukanlah sebuh penghargaan, atau sebug gelar yang didapat dengan susah paya. Namun HAM hadir kepada setiap pribadi sehingga agama maupun hukum negara terbuka dengan itu. Jika agama dan negara terbuka dengan HAM akan terealisasilah peranan agama dalam konversi agama.



IV.   DAFTAR PUSTAKA
 Ackerman, Robert Jhon, Agama Sebagai Kritik, Jakarta:BPK-GM, 1997
Andang, Ai, AgamaYang Berpihak Dan Berpijak, Yogyakarta:KANISIUS, 2005
Clarke, Andrew D. & Bruce W.Winter, Satu Allah Satu Tuhan, Tinjauan Alkitab Tentang Pluralisme Agama, Jakarta:BPK-GM, 2006
Davi,s Peter, Hak-Hak Asasi Manusia Sebagai Bunga Rampai, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,
Dodge, Christine Hude, Kebenaran Islam, Yogyakarta: PT. Anindya Mitra Internasional, 2006
Douglhas,,J.D. Human Rigth: A Christian Perspeftive, Quezon City: New Day Publishing, 1990
Effendi ,Mochtar, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri C-L,Palembang:Universitas Sriwijaya, 2000
Effendy, Mocchtar, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri a-b,Palembang:Universitas Sriwijaya, 2000
End,Th.Van.den. Ragi Cerita 1, Jakarta:BPK-GM, 2010,
Gharisah, Ali, Kehormatan dan Hak: Suatu Studi Kritis atas teori hak-hak manusia, Yogyakarta:Pustaka Al-Kausar, 1990
Hady, Aslan, Pengantar Filsafat Agama, Jakarta: PT-Rajawali Pers, 1986
Heiler, Fredrich, Dalam Buku Metodologi Studi agama (Studi Agama Sebagai Persiapan Kerja Sama Antaragama), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Hendropuspito, D., Sosiologi Agama, Jakarta: BPK-GM, 1990
Iqbal, Muhammad & William Hunt, Ensiklopedi Ringkas Tentang Islam, Jakarta:Taramedia, 2003
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta:BPK-GM, 2000, hlm. 145-246
Kahjmad ,H. Dadang, Sosialogi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000
Kruy,A.C. t, Keluar Dari Agama Suku Masuk Ke Agama Kristen, Jakarta:BPK-GM, 2008
Kuper, Adam & Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000
Kusuma, H. Hilman Hadi, Antropologi Agama Bagian 1, Bandung:PT.Citra Adytia Bakti, 1983
Nepel ,Henk Ten, Jalan Yang Lebih Utama Lagi, Jakarta:BPK-GM, 2000
Nurdin, K.H. Muslim Dkk, Moral Dan Kognisi Islam, Bandung:CV.Alfabeta, 1995
Purbopranto, Kuntjoro, HAM Dan Pancasila, Jakarta:Pradya Paramita, 1981
Purwanto, YR.Edy,Pr, Kebebasan Beragama Misi dan Dialog, dalam kebebasan Beragama, HAM, Dan Komitmen Kebangsaan, Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2009
Rambe, Agus Hildebrandt dkk, Jalinan Sejuta Ilalang-Pergumulan, tantangan dan harapan- mensyukuri 60 tahun Zakaria J. Ngelow, Makassar: Oase Intim, 2012
Sairin, Weinata, Fundametalisme Agama-agama dan Teknologi (Agama-agama Di Indonesia Memasuki Era Baru), Jakarta:BPK-GM,1996
Sairin, Weinata, Kerukunan Umat Beraga, Pilar Utama Kerukunan Berbangsa, Jakarta:BPK-GM, 2002
Sipahutar, P & ,Ifinsyah, Ensiklopedi Kerukunan Hidup Umat Beragama, Bandung: CPM, 2003
 -suseno, F.Magnis, Pemikiran Karl Marx, Jakarta: PT-Gramedia Pustaka Utama, 2000
Tim Penyusun, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: KNISIUS, 2006
Tim Penyusun, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 2003
Verkuy,J. l, Etika Kristen, Jakarta:BPK-GM, 1985
Wesnawa Ida Bagus Putu, Kebebasan Beragama HAM Dan Komitmen Kebangsaan(Hukum Di Indonesia HAM Dan Kebebasan Beragama Bali), Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2009
Yewangoe, A.A, Tidak Ada Negara Agama, Jakarta:BPK-GM, 2009
Yewangoe, A.A., Agama Dan Kerukunan, Jakarta:BPK-GM, 2011
-          Web Site
http://nasruladi.blogspot.com/2012/06/ham-di-indonesia.html, Di akses pada hari Jumat, tanggal 22-02-2013
http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/30/konversi-agama, di akses pada hari Sabtu 23 Februari 2013)


[1] Fredrich Heiler, Dalam Buku Metodologi Studi agama (Studi Agama Sebagai Persiapan Kerja Sama Antaragama), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, 224
[2] A.C. Kruyt, Keluar Dari Agama Suku Masuk Ke Agama Kristen, Jakarta:BPK-GM, 2008, hlm. 22
[3] Konversi bukan sekedar pindah agama namun konversi adalah sebuah pertobatan dari keyakinan kepada keyakinan yang lain dan kepada keyakinan yang sebelumnnya.
[4] A.A Yewangoe, Tidak Ada Negara Agama, Jakarta:BPK-GM, 2009, hlm. 45
[5] Tim Penyusun, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hlm. 12
[6] H. Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian 1, Bandung:PT.Citra Adytia Bakti, 1983. Hlm 16-17
[7] H. Dadang Kahjmad, Sosialogi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, hlm. 13
[8] Pendapat para ahli: Menurut Lois O Katt Soff agama adalah suatu urusan mengenai pengalaman yang dipandang mempunyai nilai yang tertinggi, atau sebuah pengabdian kepada suatu kekuasaan yang dipercayai sebagai suatu asal mula, dan pengabdian itu adalah upacara simbolis maupun perbutan yang bersifat individual serta Sosial. Menurut E.B.Tylor; agama adalah kepercayaan kepada sesuatu benda yang memang wujudnya tidak dapat terlihat. Menurut J.G.Frazer; agama adalah menyembah dalam penghormatan, kepada kekuatan yang memiliki nilai tinggi dan agung, dan berbeda dari pada kekuatan manusia serta yang dapat mengatur kehidupan manusia. Menurut Jhon Herman Randall; agama adalah hasil kerja yang agung dari pada peradaban manusia yang diolah oleh manusia sendiri berabad-abad lamannya untuk mendapat tata cara hidup yang lebih layak dan baik. (Lih Aslan Hady, Pengantar Filsafat Agama, Jakarta: PT-Rajawali Pers, 1986, hlm. 5-7). Menurut Karl Marx; agama adalah perelisasia hakikat manusia dalam angan-angan saja/bayangan, jadi tanda bahwa manusia justru belum berhasil merealisasikan hakikatnya (lit F.Magnis-suseno, Pemikiran Karl Marx, Jakarta: PT-Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm.72) Menurut Robert Jhon Ackerman; agama adalah gambaran-gambaran yang berulang kali dapat ditafsirkan kembali untuk mengepaluasi pola-pola social yang baru dan yang tidak terduga sekalipun (lih Robert Jhon Ackerman, Agama Sebagai Kritik, Jakarta:BPK-GM, 1997, hlm.9 )
[9] Weinata Sairin, Fundametalisme Agama-agama dan Teknologi (Agama-agama Di Indonesia Memasuki Era Baru), Jakarta:BPK-GM,1996, hlm.65
[10] Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta:BPK-GM, 2000, hlm. 145-246
[12] D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, Jakarta: BPK-GM, 1990, hlm. 38-57
[13] Konversi Agama, pindah dari agama semula ke agama lain, itu juga karena akibat ketidak mampuan, kejemuan, kejumudan, kepalsuan yang dirasakan oleh pemeluk agama semula, bahwa agama awalnya tidak benar, menentang fitrah, tetapi juga karena pengaruh lingkungan yang menuai rasa bahwa kalau berbeda dengan lingkungan tidak toleransi. Ada juga karena intimidasi, intervensi, invasi , disamping karena kesadaran sebagai intelektual yang haus mencari kebenaran agama. Ada juga karena kebodohan, terperdaya oleh kondisi yang terjadi, memicu hati bertanya tentang oknum dan agama. Ada juga oleh sebab bekal pendirian sebagai orang beragama tidak memadahi, sehingga memandang agama sumbang dan tidak relevan dengan alam kehidupan.
(http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/30/konversi-agama, di akses pada hari Sabtu 23 Februari 2013)
[14] Ibid, hlm. 79-32
[15] P Sipahutar & Ifinsyah, Ensiklopedi Kerukunan Hidup Umat Beragama, Bandung: CPM, 2003, hlm. 176-179
[16] J. Verkuyl, Etika Kristen, Jakarta:BPK-GM, 1985, hlm. 178-179
[17] Andrew D. Clarke & Bruce W.Winter, Satu Allah Satu Tuhan, Tinjauan Alkitab Tentang Pluralisme Agama, Jakarta:BPK-GM, 2006, hlm. 92-94
[18] Th.Van.den.End, Ragi Cerita 1, Jakarta:BPK-GM, 2010, hlm. 106-108
[19] K.H. Muslim Nurdin Dkk, Moral Dan Kognisi Islam, Bandung:CV.Alfabeta, 1995, hlm. 225-227
[20] P Sipahutar & Ifinsyah, op,Cit, hlm. 267
[21] Christine Hude Dodge, Kebenaran Islam, Yogyakarta: PT. Anindya Mitra Internasional, 2006, hlm. 168  
[22] Murtad akan disebut sebagai orang kafir dalam bahasa arab kafir adalah tak berterima kasih, atau julukan kepada seseorang yang tidak berterima kasih kepada Tuhan, seseorang yang tidak beriman, tidak berTuhan, bahkan seseorang yang kafir itu adalah orang yang akan memasuki Neraka. Lih (Muhammad Iqbal & William Hunt, Ensiklopedi Ringkas Tentang Islam, Jakarta:Taramedia, 2003, hlm.223)
[23] Mocchtar Effendy, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri a-b,Palembang:Universitas Sriwijaya, 2000, hlm. 86
[24] Tantangan agama Kristen dan Islam di Indonesia sudah cukup penan secara teologis, ekonomi, politik dan agama. Namun kebanyakan mereka lebih suka memelihara hidup berdampingan secara damai, walaupun keduannya ingin dominan dalam politik dan eonomi. (Lih) Agus Hildebrandt Rambe dkk, Jalinan Sejuta Ilalang-Pergumulan, tantangan dan harapan- mensyukuri 60 tahun Zakaria J. Ngelow, Makassar: Oase Intim, 2012, hlm. 99, yang dituliskan oleh Robert P Borrong.
[25]  J.D.Douglhas, Human Rigth: A Christian Perspeftive, Quezon City: New Day Publishing, 1990, pg. 63
[26]Henk Ten Nepel, Jalan Yang Lebih Utama Lagi, Jakarta:BPK-GM, 2000, hlm. 40-50 
[27]Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama Dan Filsafat Entri C-L,Palembang:Universitas Sriwijaya, 2000, hlm. 281
[28] Ali Gharisah, Kehormatan dan Hak: Suatu Studi Kritis atas teori hak-hak manusia, Yogyakarta:Pustaka Al-Kausar, 1990, hlm. 33
[30] Ida Bagus Putu Wesnawa, Kebebasan Beragama HAM Dan Komitmen Kebangsaan(Hukum Di Indonesia HAM Dan Kebebasan Beragama Bali), Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2009, hlm. 205
[31] Adam Kuper & Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000, hlm. 464
[32] Tim Penyusun, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: KNISIUS, 2006, hlm. 390
[33] Ibid,hlm. 390
[34] Kuntjoro Purbopranto, HAM Dan Pancasila, Jakarta:Pradya Paramita, 1981, hlm. 19
[35] Peter Davis, Hak-Hak Asasi Manusia Sebagai Bunga Rampai, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, hlm. 26-27
[36] http://nasruladi.blogspot.com/2012/06/ham-di-indonesia.html, Di akses pada hari Jumat, tanggal 22-02-2013
[37] Ida Bagus Putu Wesnawa, Op,Cit, hlm. 206
[38] YR.Edy Purwanto,Pr, Kebebasan Beragama Misi dan Dialog, dalam kebebasan Beragama, HAM, Dan Komitmen Kebangsaan, Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2009, 151-152
[39] Ai Andang, AgamaYang Berpihak Dan Berpijak, Yogyakarta:KANISIUS, 2005, hlm. 105-106
[40] Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beraga, Pilar Utama Kerukunan Berbangsa, Jakarta:BPK-GM, 2002, hlm. 148
[41] A.A. Yewangoe, Agama Dan Kerukunan, Jakarta:BPK-GM, 2011, hlm. 109
[42] Ibid, hlm. 121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar